Kematian Meningkat Akibat Alor Kurang 7 Dokter Spesialis

Ketua Fraksi Ibrahim Nampira dan Anggota Fraksi Yusak Olang sedang konsultasi dengan pasien di RSUD Kalabahi, Kamis (9/1) pagi.
Ketua Fraksi Ibrahim Nampira dan Anggota Fraksi Yusak Olang sedang konsultasi dengan pasien di RSUD Kalabahi, Kamis (9/1) pagi.

Kalabahi –

Ketua Fraksi Persatuan Nurani DPRD Kabupaten Alor, Ibrahim Nampira menyebutkan, angka kematian yang tinggi selama kurun waktu lima tahun ini disebabkan RSUD Kalabahi kekurangan 7 dokter spesialis.

“(Kematian meningkat) ini tentu ada korelasinya dengan ketiadaan dokter spesialis. Jujur saja itu korelasinya jelas karena kita memang tidak ada dokter spesialis. Kadang pasien baru tiba di RSUD dia sudah meninggal di sana,” kata Ibrahim di sela kunjungan kerja bersama Sekretaris dan anggota Fraksi Persatuan Nurani di RSUD Kalabahi, Kamis (9/1/2020) pagi.

Kekurangan 7 dokter spesialis tercuak ketika Faksi Persatuan Nurani melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) di RSUD Kalabahi hari Kamis pagi. Ibrahim Nampira menemukan, ternyata RSUD tidak ada satupun dokter spesialis yang bertugas di sana.

“RSUD saat ini kekurangan dokter spesialis. Kekurangan yang dibutuhkan itu ada 7 dokter spesialis dari 5 lima dokter umum yang ada,” sambung politisi Partai Perindo itu.

Ia mengatakan, kekurang 7 dokter spesialis tersebut untuk mengisi kekosongan penyakit dalam, anestasia, anak dan penyakit lainnya.

“7 dokter itu nantinya menangani berbagai penyakit, ada di Anestesia dan macam-macam. Tadi kami mendapat informasi bahwa kekurangan dokter spesialis jumlahnya ada 7,” ujarnya.

Kurang Tenaga Apoteker

Selain kekurangan 7 dokter spesialis, Ibrahim menyebutkan, RSUD juga kekurangan tenaga Apoteker dan tenaga teknis sehingga memperlambat pelayanan obat-obatan pasien. Hal itu pun berpengaruh pada kematian yang tergolong tinggi di Kabupaten Alor.

“Semua punya korelasinya. Jadi kekurangan-kekurangan ini perlu di isi,” tutur eks Pengurus Kemahnuri Kupang itu.

Ibrahim akan berkonsultasi dengan sesama Anggota DPRD di Komisi III yang membidangi kesehatan untuk gelar Rapat Kerja bersama pemerintah membahas kekosongan 7 dokter spesialis dan tenaga Apoteker.

“Nanti kami konsultasi dengan teman-teman di Komisi III yang bersangkutan untuk membahas masalah ini dengan pemerintah. Bila perlu kita rapat gabungan komisi dengan OPD terkait. Kita ingin ada solusi supaya pelayanan RSUD bisa berjalan sesuai standar kesehatan,” pungkasnya.

BPS NTT merilis, Angka Harapan Hidup (AHH) orang Alor tahun 2014 ada di posisi 59,73 tahun. Tahun 2015, 60,23 dan 2016 naik menjadi 60,35. Di tahun 2017 meningkat menjadi 60,47 dan tahun 2018 capai 60,8 tahun.

Bila dibanding Angkat Harapan Hidup orang Propinsi NTT maka, tahun 2014; 65,91, tahun 2015, 65,96, tahun 2016, 66,04, tahun 2017, 66,07 dan tahun 2018, 66,38 tahun.

Sedangkan Angka Harapan Hidup Nasional tahun 2014; 70,59, tahun 2015, 70,78, tahun 2016, 70,90, tahun 2017, 71,06 dan tahun 2018, 71,20.

Artinya pada tahun 2018, rata-rata penduduk Alor yang meninggal di tahun 2018, ada di usia 60,8 tahun. Sedangkan rata-rata penduduk NTT yang meninggal tahun 2018 ada di posisi usia 66,38 tahun.

Sementara penduduk Indonesia yang meninggal di tahun 2018, rata-rata ada di usia 71,20 tahun. Ada perbedaan cukup signifikan antara angka kematian orang Alor, orang NTT dan Nasional. (*dm).