Kalabahi –
Partai NasDem merespon kadernya Deni Padabang dilaporkan Ketua DPRD Alor Enny Anggrek di Badan Kehormatan (BK). NasDem minta Ketua DPRD mencabut laporannya sehingga tidak menimbulkan keresahan di lembaga terhormat, DPRD.
“Kalau mau perkara, orang tua dulu bilang menang jadi arang, kalah jadi abu, sama-sama. Jadi lebih baik Ibu Ketua cabut saja pengaduannya karena sudah membuat keresahan,” kata Ketua Partai NasDem Yulius Mantaon, Selasa (28/4) di Kalabahi.
NasDem menyindir pihak-pihak di DPRD yang berkonflik. Ia menyebut, konflik tersebut tidak sepatutnya terjadi dan perlu diselesaikan secara arif dan bijaksana.
“Ya, yang membuat masalah harus tahu jalan keluarnya. Jangan hanya jalan masuknya saja yang dia tahu. Orang harus bersikap dewasa, ya to?” katanya.
NasDem menilai, kisruh politik di DPRD telah melibatkan banyak orang. Oleh sebab itu Yulius sarankan, masing-masing pihak perlu duduk bersama menyelesaikan secara damai.
“Jangan membuat masalah yang pada akhirnya melibatkan banyak orang. Makanya perlu dirapatkan, dipertimbangkan pikiran dari orang lain dan diselesaikan,” ungkapnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/04/27/pdip-respon-kisruh-politik-di-dprd-alor/
Yulius menjelaskan, Ketua Fraksinya Deni Padabang yang dilaporkan Ketua DPRD ke BK dinilai kurang etis. Menurutnya Deni tidak membangkan terhadap Ketua dan Pimpinan DPRD dalam perselisihan pendapat mengenai ruang rapat Badan Anggaran di ruang komisi atau di ruang utama.
Wakil Ketua DPRD Alor itu mengaku, ia juga turut menyaksikan kejadian perselisihan pendapat terkait ruang rapat Badan Anggaran. Namun baginya masalah itu hanya sepele dan tidak sepatutnya diadukan ke BK.
“Itu Ketua Fraksi saya. Saya ada waktu itu. Deni Padabang itu dia tidak tahu masalah. Dia baru datang terus masuk di ruangan rapat. Deni tidak membangkang. Saya juga ada di sana,” ucapnya.
Yulius menilai surat pengaduan Ketua DPRD ke BK disebutnya hanya dilakukan sepihak tanpa dirundingkan dengan dua Pimpinan DPRD. Seharusnya surat itu sebelum dikeluarkan, tiga pimpinan DPRD perlu membahasnya bersama.
“Yang namanya Pimpinan DPRD itu ada tiga orang. Kalau Kepala itu yang namanya pengambilan keputusan tunggal. Kalau Ketua berarti ada kolektif kolegial. Itu pengambilan keputusannya secara bersama, dirapatkan, diperbincangkan secara baik-baik,” ujarnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/04/27/ketua-dprd-alor-laporkan-ketua-komisi-i-di-badan-kehormatan/
“Tentang surat pengaduan (ke BK) itu musti rapat tiga pimpinan dulu. Harus didokumentasikan, risalah rapat, tanda tangan. Karena itu konsekuensinya besar, tidak bisa main sendiri,” Yulius menambahkan.
Ditanya sikap politik NasDem dalam soal itu, Yulius mengungkapkan, Deni mempunyai hak pembelaan diri jika BK tetap memproses. Meski demikian, Yulius kembali menyarankan agar Ketua DPRD mencabut laporannya guna mengakhiri kisruh politik di DPRD. NasDem juga dipastikan akan menggelar rapat partai untuk membahas masalah itu.
“Ya, ini kan Ketua Fraksi yang dihantam jadi dia punya kewenangan juga (untuk membela diri). Kalau saya, ibu Ketua cabut laporan. Jangan kita bikin kericuan, fitnah, dengki. Kita baru kerja belum 1 tahun, masih 4 tahun lagi jadi sebaiknya diselesaikan secara damai,” pungkasnya.
Sekretaris PKB Alor Buche Brikmar turut menanggapi sikap Ketua DPRD yang melaporkan Anggota DPRD asal PKB Ernes Mokoni dan sejumlah Anggoata DPRD Alor ke BK. Buche menilai keputusan Ketua adalah cacat prosedur.
DPC PKB menilai Ketua DPRD Alor sama sekali tidak membaca tuntas UU 13 tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga Atas UU 17 tahun 2014 tentang MD3. Setiap anggota berhak melaporkan sesama anggotanya, jika terjadi hal-hal yang diduga melanggar kode etik dan kehormatan dewan.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/04/27/gmki-adukan-ketua-dprd-alor-di-badan-kehormatan/
“Ketua DPRD adalah ex officio dari lembaga yang dipimpinnya. Maka buka kembali Tatib DPRD yang dibuat bersama-sama, apakah tercantum klausul yang sedang dipersoalkan; tidak hadir ikut rapat, lapor BK ataukah masih ada klausul lain yang mengaturnya? Teguran lisan, tertulis dan selanjutnya. Jika tidak ada, janganlah buat hukum internal DPRD semau anda,” kesal Buche.
Laporan Ketua DPRD, PKB anggap sikap tersebut dapat disebut arogansi dan melanggar kode etik serta mencoreng kewibawaan, kehormatan lembaga DPRD.
Oleh sebab itu, PKB menolak keras laporan Ketua DPRD dan akan mengadukan Ketua DPRD di BK untuk diperiksa terkait dugaan pelanggaran kode etik, menggunakan jabatannya sewenang-wenang.
“DPC PKB Alor menolak tegas cara-cara yang anda lakukan terhadap sejumlah Anggota DPRD Alor, salah satu kader kami Ernes Mandela Mokoni. Maka dengan ini, DPC PKB Alor secara tegas menolak dan siap hadapi anda lewat surat yang segera kami kirimkan kepada BK untuk segera diperiksa atas pelanggaran terhadap UU MD3, Tatib DPRD juga kode etik. Karena menggunakan stempel Ketua DPRD Alor dalam kaitan laporan berupa surat kepada BK,” pungkas Buche.
Ketua Partai Demokrat Alor Denny Lalitan juga ikut menanggapi Kadernya Rei Atabuy yang dilaporkan Ketua DPRD Enny Anggrek ke BK. Denny memastikan, partainya akan menggelar rapat, membahas langkah-langkah politik yang perlu diambil merespon masalah itu.
“Besok baru kami rapat untuk menjawab surat pengaduan (Ketua DPRD Alor ke BK),” kata Denny.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/04/29/hakim-vonis-sekretaris-bapenda-alor-7-tahun-bui/
Sementara Wakil Sekretaris Eksternal Bidang Program DPC PDIP Kabupaten Alor, Jefta Amung, ikut menyinggung kisruh politik di DPRD yang melibat Ketuanya Enny Anggrek dan kader PDIP Walter Datemoli. Jefta menyebut, PDIP sudah memanggil kedua kadernya itu dan telah diselesaikan secara damai.
“Saya sudah panggil antara pak Walter dan juga Ibu Enny. Saya sudah panggil bersama dengan wakil ketua bidang kehormatan. Kita sudah panggil dan itu kita rapat struktur DPC. Kita waktu itu tidak mengambil suatu tindakan. Karena kita dengan kita mau urus ke dalam dan kita sudah batasi tidak boleh saling menjatuhkan atau menyindir,” kata Jefta.
Sebelumnya diberitakan, Ketua DPRD Alor Enny Anggrek mengadukan 5 Anggota Badan Anggaran ke Badan Kehormatan DPRD.
Lima orang tersebut yakni: Ibrahim Nampira (Perindo/F-Persatuan Nurani), Ernes Mokoni (PKB/F-Persatuan Nurani), Rei Atabuy (F-Demokrat), Deni Padabang (F-NasDem), Walter Datemoli (F-PDIP).
Kelima Anggota DPRD tersebut dinilai membangkan karena tidak menuruti keinginan Ketua dan Pimpinan DPRD hadir dalam rapat Badan Anggaran di ruang Komisi sesuai jadwal Bamus.
Satu Anggota DPRD yang turut dilaporkan Ketua DPRD ke BK adalah Ketua Komisi I Dony M. Mooy. Dony dianggap melanggar kode etik karena mengenakan anting-anting dan tato di lehernya dalam mengikuti setiap rapat di DPRD.
Ketua PSI Alor itu juga dituding memfitnah kehormatan Ketua DPRD dalam pernyataannya tentang Ketua DPRD jemput Hamid Haan di tengah kerumunan masa itu salah. (*dm).