Aktivis Kesal 30 Anggota DPRD Alor ke Luar Daerah di Masa Wabah Virus

Pimpinan DPRD Alor: Ketua DPRD Enny Anggrek, SH (tengah), Waket I Drs. Yulius Mantaon (kiri), Waket II Sulaiman Singh, SH (kanan), dalam suatu sidang pembahasan anggaran di gedung DPRD, Batunirwala belum lama ini.
Pimpinan DPRD Alor: Ketua DPRD Enny Anggrek, SH (tengah), Waket I Drs. Yulius Mantaon (kiri), Waket II Sulaiman Singh, SH (kanan), dalam suatu sidang pembahasan anggaran di gedung DPRD, Batunirwala belum lama ini.

Kalabahi –

Sejumlah aktivis Nusa Kenari mengecam tindakan 30 Anggota DPRD Alor, NTT yang bepergian ke Kota Kupang asistensi anggaran di masa pandemi Covid-19.

Mereka menyebut sikap kunjungan kerja seluruh Anggota DPRD ke luar daerah tersebut justru diduga berpotensi akan menimbulkan cluster baru penyebaran Covid-19 di Alor karena Kota Kupang sudah zona merah.

Kritik dilontarkan Direktur LSM Katulistiwa, Pontius Walimau, SH. Menurutnya, keberangkatan seluruh Anggota DPRD Alor ke Kota Kupang mengikuti asistensi anggaran membuat terjadi kekosongan pelayanan pemerintahan di kantor DPRD. Secara etika pemerintahan, itu tak patut.

“Kalau semua pejabat Anggota DPRD ke luar daerah, sebaiknya kantor itu ditutup saja. Kan tidak ada aktivitas pelayanan pemerintahan di sana. Bagaimana masyarakat mau terlayani? Secara etika pemerintahan tidak boleh semua Anggota DPRD jalan,” katanya.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/09/26/expo-dan-karnaval-alor-di-tengah-pandemi-perlukah/

Pontius berpendapat, kalau hanya untuk asistensi anggaran di Provinsi, sebaiknya diwakilkan pada pimpinan komisi-komisi atau badan anggaran saja. Kalau semua anggota pergi maka tentu akan ada pemborosan anggaran daerah di tengah negara sedang krisis keuangan akibat pandemi Covid-19.

“Ini jelas pemborosan anggaran karena tidak sesuai dengan Tupoksi. Kalau asistensi anggaran kan komisi atau badan anggaran saja yang terlibat, berangkat. Karena mereka yang berhak, yang berkompoten untuk pergi ke sana. Kan begitu. Komisi atau anggota yang lain-lain mau ke sana untuk apa?” kesalnya.

Ia malah mengkalkulasi bila seluruh anggota DPRD bepergian ke luar daerah tentu membutuhkan biaya perjalanan berupa; tiket, penginapan, konsumsi, uang duduk atau rapat-rapat. Semua biaya itu tentu menguras anggaran negara.

“Ya boros anggaran daerah itu. Ini kan penggunaan anggaran yang tidak relevan secara sadar. Sangat tidak relevan itu,” ujarnya.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/09/25/pemerintah-beberkan-skema-penerapan-protkes-di-expo-alor/

Pontius mengatakan, pemerintah saat ini lagi gencar-gencar efisiensi anggaran di tengah pandemi covid-19. Bahkan Expo Alor pun terpaksa digelar hanya untuk menjaga stabilitas ekonomi daerah. Pada sisi lain DPRD malah seluruhnya bepergian ke luar daerah. Hal itu tentu pemborosan anggaran daerah.

“Inikan tidak etis ini. Mubasir. Saya minta segara audit. Bayangkan biaya satu orang ke Kupang itu berapa? Kalau kali 30 Anggota? Besar itu. Perlu audit,” ungkapnya.

Ia menyebutkan, kepergian 30 Anggota DPRD Alor ke luar daerah yang menjadi zona merah tentu diduga berpotensi menimbulkan cluster baru dalam penyebaran Covid-19. Pontius meminta 30 Anggota DPRD wajib dikarantina bila sudah pulang ke Alor.

“Karena itu mereka datang langsung karantina diri selama 14 hari. Nah, kalau karantina 14 hari ditambah seminggu perjalanan dinas ke luar daerah ya bisa jadi sebulan tidak bekerja semua. Mangkir semua itu,” katanya.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/09/25/gmni-tolak-expo-alor-di-tengah-pandemi/

“Jelas ini berpotensi ada cluster baru karena Kota Kupang sudah zona merah. Mereka harus karantina diri itu. Saya minta Satgas Covid-19 periksa (kesehatan) mereka. Mereka tidak boleh diizinkan masuk arena Expo pada saat pembukaan sampai penutupan. Mereka harus taat pada protokol kesehatan dengan karantina diri karena baru datang dari zona merah,” pintahnya.

Aktivis lainnya, Safrudin Tonu juga menyesalkan 30 Anggota DPRD ke luar daerah. Safrudin mengatakan, sikap bepergian ke luar daerah ini membuktikan bahwa DPRD hari ini tingkat kepeduliannya terhadap masyarakat di tengah pandemi Covid-19 ini sudah menurun.

Safrudin mengungkapkan, seharusnya asistensi anggaran bisa diwakilkan agar tidak menimbulkan pemborosan anggaran daerah dan tidak berpotensi menyebarkan virus corona di Kabupaten Alor.

“Dalam kondisi (pandemi) seperti ini mau asistensi anggaran atau apapun yang terlalu urgen, kepentingan masyarakat ini harus dipikirkan. Kita dalam kondisi pandemi Covid-19. Siapapun dia bisa berpotensi membawa virus masuk Alor, apalagi datang dari zona merah,” sebut dia.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/09/24/pasien-covid-19-alor-himbau-masyarakat-jaga-jarak-dan-patuhi-protkes/
Anggota DPRD Alor dalam suatu sidang pembahasan anggaran di gedung DPRD, Batunirwala belum lama ini.
Anggota DPRD Alor dalam suatu sidang pembahasan anggaran di gedung DPRD, Batunirwala belum lama ini.

“DPRD sudah menetapkan anggaran Expo lalu mereka datang asistensi anggaran, inikan saya selaku masyarakat sangat prihatin sekali. Seharusnya hal-hal seperti ini dipikirkan secara baik dalam pembahasan anggaran bersama pemerintah. Karena kegiatan ini menimbulkan kerumunan orang,” pungkasnya.

Safrudin menambahkan, sidang-sidang atau rapat-rapat asistensi anggaran atau apapun bisa dilakukan secara virtual. Sebab daerah lain sudah melakukannya secara virtual karena kondisi pandemi ini.

Aktivis senior Machris Mau juga menyayangkan kepergian seluruh Anggota DPRD ke Kota Kupang dalam rangka asistensi anggaran. Machris berpendapat, kepergian 30 Anggota DPRD bisa berpotensi muncul cluster baru Covid-19 di Alor.

“Cluster baru ini. DPRD itu pulang-balek pulang baru keluar daerah tidak pernah periksakan diri, tidak pernah karantina. Apakah tim medis Covid-19 itu ada periksa mereka atau tidak? Jangan hanya masyarakat biasa saja yang diperiksa. Penyakit ini tidak mengenal jabatan DPRD atau pejabat siapapun,” katanya.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/09/24/belum-keluar-karantina-pasien-covid-19-alor-rindu-anak/

“Karena Kupang sudah zona merah maka mereka ke sini harus sudah diperiksa dan karantina diri. Itu sudah menjadi protokol kesehatan, SOP kesehatan. Siapapun dia harus diperiksa,” sambung dia.

Machris mempertanyakan mengapa seluruh Anggota DPRD begitu ngotot ke luar daerah tanpa diwakilkan di masa pandemi ini. Bagi dia, keputusan politik berangkat berbondong-bondong tersebut menjadi bukti bahwa DPRD kini tak lagi punya rasa empati dan simpati kepada masyarakat di tengah kegelisahan hidup menghadapi pandemi Covid-19.

“Kenapa DPRD semua begitu ngotot ke sana? Ada apa? Kenapa tidak satu dua orang saja yang berangkat ke sana (asistensi)? Ada apa ini? Jangan masyarakat lagi susah dengan pandemi ini, pendapatan masyarakat menurun dan sebagainya, terus pejabat public keluar masuk daerah ini. Di mana rasa empatinya, di mana rasa simpati mereka terhadap kegusaran masyarakat ini? Jangan begitu dong. Cobalah rasa itu ada juga di teman-teman DPRD,” kesalnya.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/09/24/satgas-pasien-covid-19-alor-sudah-sehat-dan-jalani-isolasi-diri-di-rumah/

“Banyak pejabat eselon II yang tidak pergi ke luar daerah akibat dibatasi dengan dana, dibatasi dengan situasi. Ko DPRD ini saya melihat ko berapa kali mereka ada pulang balik-pulang balik. Itu maksudnya apa? Apakah mereka punya hak budget itu yang caranya seperti begini? Mereka tidak punya rasa bersama masyarakat di tengah pandemi. Jangan begitu. Semua fasilitas DPRD itu sudah disiapkan negara, malah sangat berlebihan. Nah, di mana perasaan mereka terhadap empati rakyat?” kesal Machris.

Dia mengungkapkan, perilaku para Anggota DPRD ini menjadi tontonan politik yang tidak etis kepada masyarakat. Sebab, mereka seharusnya datang ke kecamatan-kecamatan atau ke desa-desa untuk mengkampanyekan new normal di era pandemi.

“Datang ke kecamatan dan desa, kampanye hidup new normal itu jauh lebih bermanfaat ketimbang mereka ada di tangga pesawat,” tutur Machris.

Koordinator Lapangan aksi GMNI Alor tolak Expo, Miksen Etding, juga menyesalkan sikap 30 Anggota DPRD yang tidak menemui mereka pada saat demonstrasi tolak Expo Alor di tengah pandemi, Selasa (22/9) di gedung DPRD.

“Kita kecewa sekali, tidak ada anggota DPRD yang terima kita pada aksi GMNI tolak Expo kemarin. Kita sangat kesal. Aspirasi kita hanya titip di pegawai (Setwan) dorang. Di tengah polemik Expo ini setidaknya satu dua orang tinggal dan menerima aspirasi kita. Inikan tidak. Jangan sampai mereka semua mendukung kegiatan Expo? Jujur, kami sangat kecewa,” ungkapnya.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/09/07/keluarga-bantah-hasil-rapid-test-pasien-meninggal-di-rsd-kalabahi-reaktif-covid-19/

Wakil Ketua I DPRD Drs. Yulius Mantaon membenarkan 30 Anggota DPRD Alor sedang konsultasi dan asistensi anggaran di Provinsi. Yulius menyebut, jadwal yang tersedia seharusnya selesai pada Jumat (25/9) namun karena konsultasinya alot sehingga untuk agenda Bapemperda ditunda hingga Sabtu (26/9).

“Kami jadwal kegiatan tersisa di Bapemperda itu. Mungkin besok (26/9) baru bisa pulang. Kalau kami di Banggar sudah selesai. Ini kegiatan konsultasi,” kata Yulius dihubungi, Jumat (25/9) di Kupang.

Ditanya mengapa asistensi itu dilakukan tanpa diwakilkan mengingat covid-19 sementara melanda Kota Kupang? Yulius mengatakan:

“Pertama kami masuk itu kami coba (diwakilkan beberapa anggota saja) tetapi ada yang menghasut supaya semua musti pergi. Ada yang menghasut ayo kita semua pergi, kalau kamu sendiri pigi na kamu sendiri yang bahas. Ini jadi soal,” ujarnya.

Yulius setuju ke depan agenda rapat DPRD ke luar daerah perlu dilakukan secara virtual. Sebab kalau virtual maka akan menghemat anggaran daerah.

“Virtual saja. Teknologi komunikasi sudah bagus begini ko kita bahul begini bagaimana?” tutur Yulius yang juga menjabat Ketua Partai NasDem Alor.

Diketehui, 30 Anggota DPRD Alor bepergian ke Kota Kupang untuk asistensi anggaran di Provinsi. Agenda asistensi dilakukan pada Senin 21 hingga Jumat 25 September 2020. (*dm).