Memaknai Bulan Bahasa dan Budaya (5)

Ilustrasi: Bulan Bahasa dan Budaya
Ilustrasi: Bulan Bahasa dan Budaya

Oleh: Yulius Mantaon

Berangkat dari imbauan dalam khotbah Pdt Jakobus Pulamau, S.Th pada kebaktian memperingati Kenaikan Tuhan Yesus Kristus, yaitu memulai, menanam dan mengembangkan budaya baru di samping melestarikan budaya-budaya bernilai tinggi yang telah ada dan terpelihara, misalnya Gotongroyong, dan lain-lain. Budaya baru yang beliau maksudkan adalah budaya berbuat Kebaikan Terhadap Sesama Manusia. Bukan budaya mencari – cari kesalahan orang lain kemudian menjatuhkannya. Saran-saran atau himbauan beliau sejalan dengan kebijakan Pemerintah tentang New Normal yang bermaksud untuk menekan perkembangan covid-19 di Indonesia misalnya, selalu mencuci tangan, memakai masker, mengatur jarak, menjauhkan diri dari kerumunan manusia, dan lain-lain. Kebiasaan baru (new normal) efektif karena ada event atau berjangkitnya penyakit covid yang mendunia (pandemi).

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/05/17/memaknai-bulan-bahasa-dan-budaya-1/

Sesuai dengan anjuran Pdt, Jakobus Pulaumau seperti tersebut di atas yaitu: “Melakukan hal-hal yang baik” antara lain: 1. Tidak berusaha menjatuhkan orang lain, 2. Suka menolong orang lain yang sedang mengalami penderitaan, 3. suka membaca (budaya) karena membaca sangat rendah yang dikeluhkan oleh banyak pihak, tetapi mungkin masyarakat tidak tertarik dengan buku karena kondisi topografi kita sehingga dengan adanya HP dan jaringan internet yang semakin baik, saya yakin akan memotivasi masyarakat untuk membaca. Perlu kita isi dengan bacaan-bacaan yang berkualitas, 4. Mengembangkan makanan yang baru tetapi memenuhi syara food healthy (makanan sehat) yang jauh dari unsur-unsur kimia namun dibumbui dengan bumbu-bumbu tanaman lokal yang mana cukup disediakan oleh alam kita.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/05/17/memaknai-bulan-bahasa-dan-budaya-2/

Hal ini tidak saja untuk kepentingan konsumsi rumah tangga, tetapi juga untuk kepentingan kuliner pariwisata. Orang suka makanan khas daerah, sudah bisa kita menyajikan makan makanan tradisional yang tidak terolah. Tuhan Yesus mengajar kita untuk kebutuhan sehari- hari pakai makanan olahan bukan makanan gelondongan sebagaimana dalam Doa Bapa Kami. Dalam terjemahan lama dipakai Roti. Alkitab bahasa Inggris versi Gidion juga Roti (bread), bahasa Portugis (pao), bahasa Jerman (brot), kecuali di Alkitab bahasa Inggris Good News Bible Today English Version, yang dari United Bible Sociaty (UBS ) menggunakan kata “food” seperti yang dipakai Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) “makanan”. LAI lupa bahwa pesan dalam kata “makanan dan roti” dapat diperdebatkan. Pesan dalam istilah asli yang diterjemahkan dalam Roti adalah makanan terolah, misalnya Ubi-ubian, pisang, beras , jagung dan gandum dapat diolah menjadi roti.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/05/17/memaknai-bulan-bahasa-dan-budaya-3/

Mungkin roti pada waktu lalu dianggap makanan orang Barat yang sulit kita jangkau sehingga terpengaruh dengan pandangan Theologia in loco (pembribumian teologia) sehingga dipukul rata. Ternyata sekarang roti tidak lagi makanan elitis. Makna-makna terdalam atau terpendam kita malas menggalinya sehingga mau yang gampang dimengerti jemaat. Kadang saya juga dengar “seloroh” kita di NTT paling cocok “Akulah pokok Anggur yang benar (Yoh 15 : 1 ) mau diganti dengan Akulah pokok tuak yang benar, padahal latar belakangnya beda, punya makna yang jauh beda dijelaskan dalam ayat 5-nya, Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/05/17/memaknai-bulan-bahasa-dan-budaya-4/

5. Menjaga, melestarikan identitas budaya. Mengapa orang Timor dan orang Sabu (Do Hawu) selalu mengenakan tenunan motif daerahnya? Karena sudah diajarkan nenek moyangnya untuk menjaga identitas daerahnya. Di mana saja orang perempuan selalu bangga kalau ada dalam balutan kain tenunan Etnis, baik etniknya maupun etnisnya. Kalau kita sependapat, bagaimana kalau setiap minggu, majelis jemaat yang bertugas mengisi liturgi Berbusana Daerahnya dan mengenakan busana daerah lain pada bulan bahasa dan budaya seperi sekarang? 6. Menulis. Budaya menulis merupakan bùdaya orang Belanda yang patut kita tiru, memcotohi. Karena dengan budaya menulis kita bisa termotivasi untuk membaca dan menemukan hal – hal positif, membeli buku, menggunakan waktu luang secara positif dan meninggal dokumen-dokumen tertulis bagi anak cucu kita.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/05/15/idul-fitri-di-alor-ntt-ibadah-pelepasan-pawai-takbiran-ramadan-1442-h-dilakukan-di-gereja-gmit/

Sebenarnya pendeta-pendeta muda punya peluang-peluang emas yang saya lihat terbuang secara cuma-cuma. Oleh karena itu saya menyarankan kepada GMIT untuk menetukan/membuat event untuk para pendeta menulis, bahkan membantu menerbitkan kumpulan-kumpulan khotbah seperti yang selama ini Firman Hidup yang kalau berbobot baik itu bisa menjadi sumber pemghasilan tambahan, atau menjadi nara sumber, apalagi masuk Jurnal Ilmiah. Hal ini juga menjadi motivasi untuk para pendeta membuat khotabah konsepsional dengan pendekatan eksigesi dan mengurangi yang eisigesi.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/05/04/ikatan-notaris-indonesia-salurkan-bantuan-untuk-korban-bencana-seroja-di-alor-ntt/

Budaya baru yang dianjurkan oleh Pendeta Pulaumau hendaknya dijadikan momentum kita membangunkan bakat-bakat, talenta-talenta kita yang terpendam karena pada waktunya nanti kita akan diminta pertanggungjawaban oleh Tuhan. Sekali lagi saya minta Gereja untuk selalu membuat event para pemuda berkreasi yang sebenarnya sudah ada. Karena setiap bulan dibuat pelayanan Thematis, seperti sekarang, bulan bahasa dan budaya, bulan pendidikan, bulan lingkungan hidup, dan lain-lain. yang saya maksudkan tolong buatkan liturgi yang tidak saja verbal konvensional tetapi liturgia yang bisa berbekas monumental.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/04/23/seroja-hancurkan-gedung-sd-siswa-di-pulau-alor-ini-ujian-dari-rumah-tanpa-seragam/

Pemuda GMIT hendaknya nampak dalam event-event ini untuk menampakan karya-karya monumentalnya. Terima kasih buat Ibu Pdt Octaviana M. Appah, S.Si. Teol, dan Bapak Pdt Jakobus Pulamau, STh yang telah berhasil dengan baik dalam mengelola program bulan bahasa dan budaya pada bulan Mei 2021 walau masih tersisa 2 minggu lagi. Kiranya kita bertemu dalam topik yang lain. Shalom. (Habis).

*Penulis adalah tokoh Gereja. Tinggal di Kalabahi Alor NTT.