Sekda Alor Soni O. Alelang merespon pernyataan Ketua DPRD Alor Enny Anggrek yang menyurati Bupati Alor Drs. Amon Djobo meminta menarik Daud Dolpaly dari jabatan Sekretaris Dewan (Sekwan) karena kinerjanya dianggap sudah tidak lagi mendukung tugas-tugas kedewanan.
Sekda membantah keras semua tuduhan Ketua DPRD kepada Sekwan Daud Dolpaly dan menegaskan bahwa Bupati Amon Djobo tidak akan menjawab surat Ketua DPRD dan memproses mutasi posisi Daud Dolpaly dari Jabatan Sekwan karena tidak ada pelanggaran berat yang dilakukannya.
Soni O. Alelang juga memastikan bahwa pemerintah tidak akan menjawab surat Ketua DPRD soal penarikan Daud Dolpaly dari jabatan Sekwan karena dianggap surat tersebut salah nomenklatur dalam prosedur surat menyurat pemerintahan yang diatur dalam Tata Naskah Daerah.
Hal pertama yang dibantah Sekda adalah soal tuduhan kesalahan pengetikan surat pada nama OPD Dinas (sebenarnya Badan) Keuangan dan Aset Daerah yang dilakukan Sekwan Daud Dolpaly yang disinggung dalam surat Ketua DPRD ke Bupati.
Kesalahan Sekwan itu disinggung dalam surat Ketua DPRD Alor Enny Anggrek Nomor: 131/130/170/2022 tanggal 1 April 2022, Perihal: Mohon Penarikan Sekertaris DPRD Kabupaten Alor an. Daud Dolpaly, yang dikirim kepada Bupati Alor.
Menurut Sekda, kesalahan teknis penulisan surat yang dibuat Sekwan Daud Dolpaly sudah ditegur oleh atasan Sekwan langsung yaitu Bupati Alor melalui surat Nomor: BO.065/51a/2022 tanggal 10 Maret 2022. Surat Bupati tersebut diteken Sekda Soni O. Alelang atas nama Bupati Amon Djobo.
“Kami sudah kasih surat peringatan ke Pak Sekwan. Kita kasih ingat supaya dalam pembuatan surat-surat itu harus sesuai dengan tata naskah dinas. Kita kasih ingat supaya ke depan tidak terulang lagi,” kata Sekda Soni O. Alelang, Sabtu (30/4) di Kalabahi.
“Mereka (Ketua DPRD dan para Pimpinan DPRD Alor) menganggap bahwa surat teguran kita ke Sekwan itu seolah Sekwan itu sudah tidak benar lagi,” lanjut Soni.
Ia menerangkan, dalam tata kelola pemerintahan, kalau ada kekurangan-kekurangan seperti ada kekeliruan dalam pengetikan nama OPD maka selaku pimpinan Sekda dan/atau Bupati wajib memberikan peringatan atau teguran kepada pimpinan OPD termasuk Sekwan.
Soni mengatakan, teguran itu merupakan hal yang wajar dalam kerangka pengelolaan pemerintahan daerah.
Karena dalam administrasi surat menyurat dinas itu sudah diatur dalam tata naskah dinas, sehingga pemerintah daerah betul-betul teliti dan cermat memeriksa setiap surat menyurat yang masuk maupun keluar dari ruangan Bupati atau Setda Alor. Sebab surat-surat pemerintah menjadi cerminan wibawa pemerintah daerah.
Bila dalam pemeriksaan ditemukan ada administrasi surat menyurat yang tidak sesuai prosedur tata naskah daerah maka sudah bareng tentu menjadi kewenangan Sekda atau Bupati untuk menegur pimpinan OPD yang membuat kesalahan administrasi.
“Nah, tata naskah dinas ini harus kita ikuti. Kalau ada OPD, misalnya Sekwan kerja keluar sedikit dari Tata Naskah Dinas maka sudah menjadi kewajiban kita untuk kasih ingat,” ujarnya sambil tersenyum.
Disinggung mengenai jenis kesalahan yang dibuat Sekwan Daud, Soni menjelaskan: “Ada kesalahan teknis penulisan surat di nama Dinas Keuangan dan Aset Daerah. Sebenarnya Badan Keuangan dan Aset Daerah. Karena itulah saya Sekda memberikan peringatan supaya lain kali bisa lebih teliti hal-hal semacam begitu.”
Sekda kesal surat teguran Bupati tersebut diduga disalahartikan oleh Ketua dan Pimpinan DPRD sehingga menjadi dasar membuat surat meminta Bupati Alor menarik Daud Dolpaly dari jabatan Sekwan. Ia menyatakan bahwa teguran Bupati pada Sekwan itu hal biasa dalam pengelolaan pemerintahan.
“Tetapi seolah-olah Sekwan sudah melakukan pelanggaran berat yang berakibat pada dia harus ditarik kembali dan diganti dengan pejabat yang lain. Sebenarnya tidak harus sejauh itu. Ini hanya kekeliruan teknis administrasi biasa jadi kita mengambil langkah surat teguran itu sudah tepat,” jelas Soni.
Sekda menerangkan, peringatan atau teguran kepada Sekwan Daud ini bukan masuk bagian dari penjatuhan sanksi disiplin PNS kepada Sekwan.
Soni Alelang kemudian meminta Ketua DPRD dan para pimpinan DPRD agar bisa lebih cermat memahami posisi jenis surat teguran biasa dan prosedur pemberian sanksi bagi PNS sesuai UU ASN dan PP 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
“Saya tegaskan lagi bahwa teguran ini bukan sanksi, seolah-olah pelanggaran Sekwan ini termasuk kategori pelanggaran berat kaitannya dengan disiplin pelanggan PNS, padahal tidak demikian. Saya kira kita harus bisa memahami mana posisi surat teguran biasa dan prosedur penjatuhan sanksi sesuai ketentuan PNS itu. Jangan seolah-olah kita tidak memahami sampai memvonis orang (Sekwan) begitu seolah-olah dia melakukan pelanggaran berat yang merugikan daerah ini sehingga harus ditarik,” ujarnya.
“Kalau misalnya peringatan Bupati itu tidak ditindaklanjuti Sekwan maka tentu yang bersangkutan akan kita proses dan memberikan sanksi (sesuai ketentuan PNS dan PP 94). Karena sejauh ini menurut kami, peringatan ini sudah tepat karena perbuatan Sekwan tidak masuk kategori pelanggaran berat yang merugikan masyarakat dan daerah ini,” sambung Soni.
Sekda memandang bahwa, sejauh ini perbuatan Daud Dolpaly dalam hal kesalahan pengetikan surat menyurat nama Dinas Keuangan yang sebenarnya Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Alor itu belum masuk kategori pelanggaran disiplin PNS.
Meski demikian Sekda Alor memastikan bahwa kalau perbuatannya merugikan daerah ke depan maka tentu Bupati akan lakukan pemanggilan dan pemeriksaan pada Sekwan. Dan apabila Sekwan terbukti melakukan pelanggaran maka tentu akan diproses dan menjatuhkan hukuman disiplin secara berjenjang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuat.
“Kalau surat teguran Bupati itu dia (Sekwan) tidak memperbaikinya dan membuat kesalahan yang merugikan daerah ini maka kita akan proses berikan sanksi. Apakah sanksi itu ringan, sedang dan berat, nanti kita lihat jenis pelanggarannya. Kalau masuk kategori sedang dan berat maka yang bersangkutan bisa kita kaji untuk berhentikan dari jabatannya dan mengangkat penjabat baru di Sekwan,” ujarnya.
Atas alasan itu maka Soni menegaskan bahwa Bupati Alor tidak akan membalas dan/atau menanggapi surat Ketua DPRD Alor Enny Anggrek yang meminta Bupati menarik Daud Dolpaly dari jabatan Sekwan. “Surat itu menurut kami tidak perlu dijawab,” katanya sambil tertawa.
Sekda juga katakan bahwa Bupati Alor Amon Djobo sudah menerima surat Ketua DPRD dan membacanya dengan cermat, namun demikian, Bupati Amon tidak ingin merespon atau membalas surat itu karena perihal dan isi surat itu dianggap salah nomenklatur nama ‘menarik kembali’ Sekwan Daud Dolpaly.
“Mengapa Bupati tidak menindaklanjuti surat itu karena secara teknis administrasi manajemen PNS tidak mengenal istilah ‘penarikan kembali.’ Menarik atau ditarik itu tidak ada dalam nomenklatur mekanisme manajemen PNS. Tidak ada itu. Prosedurnya seperti apa itu sepertinya (si pembuat surat Ketua DPRD) tidak mengerti,” ungkapnya.
“Nomenklatur yang ada itu mengangkat, memindahkan, memberhentikan PNS. Ada juga mutasi, rotasi, detasering itu terangkum di dalam nomenklatur pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian. Jadi tidak ada menarik PNS di situ. Menarik ini nomenklaturnya lebih tepat kita tarik hewan atau binatang. Jadi Pak Bupati anggap surat itu tidak perlu kita balas. Kami anggap surat itu sifatnya saran-saran saja yang nanti kita perhatikan ke depan,” lanjut Soni.
Sekda Alor kembali menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak bisa tindaklanjuti surat Ketua DPRD karena mekanisme ‘menarik kembali’ Sekwan itu tidak ada dalam nomenklatur regulasi pemerintahan.
“Surat itukan Ketua DPRD Alor memohonkan (agar Bupati) ditarik kembali Sekwan. Nah, makanisme apa yang kita harus pakai menjawab surat itu. Tidak ada aturan yang mengatur tentang bagaimana menarik kembali seorang PNS atau pejabat. Kalau (perihal dan isi) suratnya mengangkat, memberhentikan, mutasi, rotasi ya itu ada nomenklaturnya jadi bisa kita jadikan dasar tindaklanjuti surat Ketua DPRD. Karena tidak ada itu maka mohon maaf kita tidak bisa tanggapi surat Ketua DPRD Alor,” katanya.
Sekda mengatakan bahwa seharusnya jika pimpinan DPRD merasa kalau Sekwan Daud Dolpaly itu tidak melakukan kinerja secara baik maka pimpinan DPRD hanya bisa menyampaikan (surati) kepada atasan Sekwan yaitu Bupati untuk menilai kinerjanya.
“Bukan surat itu langsung memvonis bahwa seseorang sudah bersalah lalu meminta harus ditarik. Kata ditarik saja sudah salah. Kalau ada kinerja Sekwan yang tidak maksimal di situ maka nanti sampaikan ke atasannya Sekwan yaitu Bupati, nanti Bupati yang akan menilai kinerja yang bersangkutan. Prosedurnya begitu,” ujarnya.
Ia menambahkan, apabila dalam penilaian kinerja oleh Bupati, Sekwan dianggap punya kinerja baik, maka tentu dia tidak akan dimutasi dan tetap akan bekerja menjalankan tugas-tugas Sekwan. Akan tetapi, bila kinerjanya itu masuk kategori buruk maka Bupati akan memberi waktu enam bulan untuk yang bersangkutan memperbaiki kinerjanya.
“Jadi setelah enam bulan kita nilai lagi, ternyata kinerjanya tetap buruk baru kita lakukan proses pergantian jabatan. Prosedur pemerintahan ya begitu. Kita kerja dalam aturan semua,” terang Sekda sambil sibuk ambil bakul sirih pinang yang ada di meja kerjanya.
Sony menyatakan, hasil penilaian kinerja seluruh pejabat Alor pada tahun 2021 per 31 Desember 2021, Sekwan Daud Dolpaly masuk kategori pejabat yang berkinerja baik. Itu sebabnya pemerintah akan mempertahankan jabatan Daud di Sekwan dan belum perlu untuk melakukan mutasi, mengisi pejabat baru.
“Nah, hasil penilaian kinerja tahun 2021 itukan Sekwan Daud Dolpaly ini punya kinerja seluruhnya baik. Terus dasar apa kita mau menggantikan dia sebagai Sekwan? Penilaian kinerja ini dilakukan setiap tahun. Nanti di tahun 2022 pada 31 Desember kita nilai lagi, apakah kinerjanya masih baik atau sudah buruk. Kalau buruk ya kita masih kasih waktu enam bulan untuk memperbaikinya. Nah ini orang nilainya baik, dasar apa kita mau ganti dia? Oleh karena itu kita tidak bisa menindaklanjuti apa yang dimohonkan oleh Ketua DPRD Alor kepada Bupati,” pungkasnya.
Hal kedua yang dibantah Sekda adalah berkaitan dengan surat Ketua DPRD yang menyinggung Sekwan tidak bisa melakukan tugasnya secara baik dan melampaui tugas dan kewenangannya, termasuk tidak menunjukkan dokumen DPA kepada Ketua dan pimpinan DPRD.
Sekda menjelaskan bahwa DPA ini tidak untuk dilihat oleh Ketua, Pimpinan maupun Anggota DPRD karena tidak ada regulasi yang mewajibkan DPA harus diperlihatkan kepada mereka.
“DPA itu yang bertanggung jawab penuh adalah Kuasa Pengguna Angggaran yaitu Sekwan. Regulasinya diatur bahwa tidak ada kewajiban untuk Sekwan buka itu DPA di hadapan Ketua atau Pimpinan DPRD. DPA itu urusan kewenangan ada di Sekwan, bukan di Pimpinan DPRD,” ucapnya.
“Urusan kewenangan Sekwan itu antara lain urusan personalia semua pegawai yang ada di situ, kemudian urusan material, logistik, semua peralatan, aset, rumah dinas pimpinan DPRD, keuangan termasuk di dalamnya ada DPA itu. Kemudian ada juga tata usaha, administrasi surat menyurat dan lain-lain. Semua itu menjadi urusan kewenangan Sekwan,” ujarnya.
“Jadi tidak bisa pihak lain atau pihak di luar itu mau masuk mencampur adukkan urusan-urusan yang menjadi kewenangan Sekwan. Itu sudah terlalu jauh, apalagi menyoalkan DPA. Sekwan mau kasih lihat ko tidak ko tidak ada urusan di situ. Dia tidak seharusnya memperlihatkan atau mempresentasikan DPA itu kepada pimpinan atau Anggota DPRD. Dia wajib melakukan dan mempertanggungjawabkan itu kepada Bupati selaku atasannya. Begitu,” Soni menjelaskan.
Sekda juga menyingung bahwa penyusunan DPA Sekwan sudah dibahas dan finalisasi di mitra Komisi I DPRD. Selanjutnya DPA itupun sudah dibahas juga di tingkat Badan Anggaran (Banggar), dan di Banggar juga Ketua Enny Anggrek dan dua Wakil Ketua DPRD, Sulaiman Singh dan Yulius Mantaon yang mempimpin rapat Banggar. Itu sebabnya menurut Sekda, DPA di Setwan tidak harus dipersoalkan, karena nantinya juga dalam pelaksanaan, pengawasan dan pertangungjawaban semuanya akan disampaikan ke DPRD dalam rapat dan/atau sidang paripurna.
Soni Alelang juga menjelaskan posisi struktur tugas antara Pimpinan DPRD dan Sekwan. Ia berpendapat bahwa Pimpinan DPRD dan Sekwan dalam menjalankan tugasnya hanya dalam konteks saling koordinasi saja dan bukan dalam konteks garis komando antara atasan dan bawahan.
“Hanya saja soal DPA ini sifatnya tidak wajib Sekwan menunjukkan atau memperlihatkan itu kepada Pimpinan DPRD karena Pimpinan DPRD bukan atasan langsung Sekwan atau bukan kuasa pengguna anggaran. Sekwan hanya bertanggung jawab pada Bupati selaku atasannya dan selaku Pengguna Angggaran. Jadi Sekwan tidak ada melampaui kewenangan di situ. Ini harus dipahami sehingga isu-isu ini tidak menimbulkan persepsi miring di masyarakat,” tutur Sekda Soni.
Hal ketiga yang dibantah Sekda adalah, Ketua DPRD menyoalkan Sekwan pergi ambil SK PAW Anggota DPRD Alor Marzuki Kalake di Biro Tatapem Setda Provinsi NTT.
Soni menjelaskan, Ketua DPRD tidak seharusnya pergi mengambil SK Gubernur soal PAW Anggota DPRD Marzuki Kalake di Biro Tatapem Setda Provinsi. Karena itu bukan merupakan bagian dari tugasnya.
Ia mengatakan, tugas mengambil SK Gubernur itu merupakan tugas Bupati melalui Bagian Tatapem Setda Alor. Sebab, koordinasi dan pengambilan SK Gubernur masih menjadi kewenangan pemerintah daerah atau Bupati Alor.
“Siapa yang suruh dia (Ketua DPRD) pergi ambil SK Gubernur? Dia tidak punya kapasitas untuk pergi ambil itu barang. Itu porsi kewenangan Bupati yang pelaksanaan kewenangannya ada di OPD bagian Tata Pemerintahan Sekda Alor. Tatapem yang memproses itu semua sampai pada pengambilan SK di Biro Tatapem Pemprov. Selanjutnya SK itu kalau sudah datang, nanti diproses ke DPRD untuk dilakukan pelantikan Antar Waktu Anggota DPRD. Terus ketua DPRD mau pigi ambil SK itu untuk apa? Ambil SK itu bukan tugas Ketua DPRD, bukan dia punya tugas itu tapi itu tugas Bupati, tugas Tatapem sini,” kesal Sekda.
“Bagian Tatapem Setda Alor sudah utus satu orang Kasubag dan satu orang staf untuk pergi ambil SK di Biro Tatapem Setda Provinsi. Surat tugas ada ini. Jelas ini. Bahkan SK ini mereka Tatapem sudah bawa pulang Alor dua hari kemudian baru Ketua DPRD pigi minta SK lagi di sana (Biro Tatapem Pemprov). Siapa yang suruh pigi ambil? Apa ini bukan melampaui kewenangan seorang Ketua DPRD?” tanya Soni beraut wajah kesal.
Kata Soni, prosedur PAW Anggota DPRD itu usulan dari Partai ke DPRD. Selanjutnya dari DPRD diteruskan ke KPUD. Setelah diproses di KPUD, dinyatakan berkasnya lengkap maka berkas akan dikembalikan lagi kepada pimpinan DPRD.
Pimpinan DPRD melanjutkan berkas usulan PAW tersebut kepada Bupati Alor. Selanjutnya Bupati Alor melanjutkan proses administrasinya ke Gubernur NTT untuk diproses SK PAW Anggota DPRD Alor.
Setelah SK Gubernur sudah terbit maka Gubernur kemudian melanjutkan ke Bupati Alor. Bupati Alor melanjutkan ke Pimpinan DPRD untuk selanjutnya diproses pelantikan PAW di gedung DPRD.
“Semua proses itu ada jalan di ranah pemerintah. Kita proses semuanya sampai ada pelantikan kemarin dan tidak ada masalah. Kita pemerintah ada kerja, bukan tidak kerja. Jadi kalau Ketua DPRD pigi ambil SK PAW di Provinsi sana ini seolah-olah kita pemerintah tidak kerja. Ini yang kami sesali,” lagi-lagi Sekda kesal.
“Kalau perjalanan Ketua DPRD ke Kupang hanya mau ambil SK PAW maka patut dipertanyakan, apakah sudah sesuai tupksi dia atau tidak. Karena itu (biaya perjalanan dinas) bisa jadi temuan BPK,” sambung Sekda.
Soni membantah pernyataan Ketua DPRD yang mengatakan bahwa Sekwan bersama stafnya juga melakukan perjalan dinas ke Kupang hanya untuk ambil SK PAW di Biro Tatapem Pemprov.
Menurut dia, perjalanan dinas Sekwan ke Biro Tatapem Provinsi itu hanya ingin berkonsultasi mengenai pembayaran gaji Anggota DPRD PAW Maruzki Kalake dan penghentian pembayaran gaji Anggota DPRD alm Haji Likur.
“Saya jelaskan bahwa Sekwan itu bersama dua orang dari Tatapem Setda Alor pergi ke Kupang di Biro Tatapem itu ada dua tugas yang berbeda di situ. Sekwan dalam surat tugasnya melakukan konsultasi ke Biro Tatapem Pemprov mengenai gaji Anggota DPRD Alor yang akan di PAW maupun yang sudah meninggal,” katanya.
“Sekwan konsultasi oh ini kalau pelantikan di tanggal sekian, bagaimana dengan proses administrasi pembayaran gajinya? Apakah gaji itu dibayarkan terhitung sejak tanggal pelantikan atau dibayar sesuai tanggal SK Gubernur? Kemudian yang sudah meninggal bagaimana dengan pembayaran gajinya, kapan harus dibayar dan kapan harus dihentikan,”jelasnya.
“Ini yang Sekwan pergi konsultasikan itu supaya dalam proses pembayaran gaji nanti semua bisa sesuai aturan yang ada. Kalau tidak nanti BPK audit ya ada temuan, siapa yang mau bertanggung jawab? Kita kerja dalam aturan sehingga semua harus jelas sesuai aturan. Itu tujuan Sekwan ke Biro Tatapem konsultasi masalah itu. Dia bukan mau pergi ambil SK PAW. Yang ambil SK PAW ya dua orang dari Tatapem Alor itu, sementara Sekwan konsultasi masalah pembayaran gaji. Ada dua porsi tugas yang berbeda di situ,” kata Sekwan sambil menunjukan surat tugas Sekwan, Kabag Tatapem dan stafnya yang ke Kupang.
“Terus itu Ketua DPRD pigi ambil SK untuk apa? Mau pergi ambil tembusan SK untuk Ketua DPRD Alor sekalipun nanti itu diproses di Tatapem (Alor) sini. Kewenangannya nanti Tatapem yang proses semua surat tembusannya. Nah ini pembohong publik, (karena) orang lain yang punya kerja, dia bilang dia punya kerja. Dia ini apa, Ketua atau dia staf di Tatapem (Alor)?” kesal Sekda.
“Jadi alasan ini juga membuat kami tidak bisa tindaklanjuti proses pergantian Daud Dolpaly sebagai Sekwan sesuai permohonan Ketua DPRD,” lanjut Sekda sambil menegaskan tidak akan mutasi Daud dari posisi Sekwan.
Soni Alelang juga mengkritik surat Ketua DPRD ke Bupati yang dianggapnya tidak diparaf secara berjenjang. Ia katakan, kalau surat tidak diparaf secara berjenjang maka biasanya itu surat bersifat rahasia, asalkan ada tulis sifatnya rahasia. Akan tetapi kalau surat bukan rahasia maka harus diparaf secara berjenjang.
“Nah surat Ketua DPRD ini tidak masuk dalam surat rahasia jadi seharusnya itu diparaf secara berjenjang,” kritik Soni.
Hal lain yang direspon Sekda Alor adalah mengenai perjalanan Dinas Sekwan yang dianggap lebih banyak ketimbang pimpinan DPRD.
“Saya kira kalau untuk perjalanan Dinas itu bukan soal banyak sedikit tetapi itu tergantung soal urusan dan kewenangan. Kalau urusannya misalnya Sekwan yang harus pergi ya harus Sekwan. Kecuali yang bersangkutan berhalangan ya bisa dilimpahkan ke salah satu Kabag atau bawahannya. Kalau itu dalam urusan kewenangan Ketua DPRD ya Ketua pigi urus to. Tapi itu tadi, Ketua DPRD pigi ambil surat (SK PAW Anggota DPRD Alor) di Biro Tatapem Gubernur ya itu bukan kewenangannya,” ujarnya menegaskan.
Sementara itu, tuduhan Ketua DPRD bahwa Sekwan Daud dituduh tidak menjalankan tugasnya secara baik termasuk tidak menghadiri sidang-sidang DPRD, Sekda berpendapat bahwa tugas pemerintahan Sekwan sudah dibagi dalam tugas para Kabag dan stafnya.
“Tugas Sekwan itu sudah dibagi ke bawahannya, sudah bagi ke para Kabag dan pegawai di situ. Jadi kalau Sekwan ada tugas keluar, tugas lain atau berhalangan maka ada Kabag persidangan ada di situ mewakili Sekwan. Tugas-tugas pemerintahan itu sudah dibagi semua. Jadi tidak ada ketidakhadiran Sekwan di situ dan pelayanan persidangan-persidangan DPRD tetap ada jalan sebagaimana mestinya ko,” ungkapnya.
Ia mengatakan, kalau misalnya Sekwan tidak menjalankan tugas secara baik maka yang berhak menilai kinerjanya itu ada tim penilai pemerintah daerah yang diketuai oleh Sekda. Kemudian yang berhak menilai Sekwan adalah juga atasannya langsung yaitu Bupati.
“Jadi akan lebih tepatnya surat Ketua DPRD itu sifatnya berupa masukan, saran-saran saja, untuk kita tindaklanjuti. Bukan surat itu seolah-olah langsung memvonis orang bahwa dia bersalah dan harus ada penarikan segala macam. Sekwan bukan kambing jadi kita pigi tarik. Karena tarik ini lebih tepat dipakai dalam istilah hewan. Di pemerintahan tidak ada istilah tarik menarik,” kata Sekda sambil kembali menegaskan tidak akan menanggapi surat Ketua DPRD.
Sebelumnya diberitakan, Ketua DPRD Alor Enny Anggrek menyurati Bupati Alor Amon Djobo meminta menarik Daud Dolpaly dari jabatan Sekretaris Dewan. Surat itu dilayangkan Enny karena ia menganggap Daud tidak lagi mempunyai kinerja baik dalam mendukung dan memperlancar tugas-tugas kedewanan di Sekretariat DPRD. (*dm).