Kejaksaan Negeri Alor kembali menetapkan 5 tersangka baru kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) di Dinas Pendidikan tahun anggaran 2019. Total tersangka kini menjadi 7 orang.
“Betul (tahan 5 orang). (Total) sudah 7 orang,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Alor Abdul Muis Ali, S.H., M.H, melalui Kepala Seksi Pidana Khusus, Ari Wicaksono, Selasa (20/9) di Kalabahi.
Kelima tersangka itu di antaranya konsultan dan kontraktor yang melakukan pekerjaan proyek DAK Pendidikan tahun anggaran 2019.
Mereka masing-masing antara lain: DM berperan sebagai konsultan, sementara DK, KD, GS, JH berperan sebagai penyedia. Mereka kini ditahan di Lapas Kelas IIB Kalabahi.
Kasie Pidsus Kejari Alor Ari Wicaksono, menerangkan dua dari tujuh tersangka kasus dugaan korupsi DAK Pendidikan Alor tahun 2019 sedang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Kupang.
Kedua terdakwa itu masing-masing; Alberth N. Ouwpoly selaku kuasa pengguna anggaran atau KPA dan Khairul Umam selaku menjabat PPK. Keduanya dituntut 4,6 tahun penjara.
“PPK dan KPA tuntut 4,6 tahun,” ujarnya.
Menurut Jaksa Ari, PPK dan KPA akan menjalani sidang minggu ini dengan agenda pembelaan. Timnya sedang mempersiapkan berkas-berkas untuk berangkat ke Kupang menghadiri sidang minggu ini.
Jaksa sebelumnya menetapkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor Alberth N. Ouwpoly dan PPK Khairul Umam tersangka kasus dugaan korupsi DAK Pendidikan Alor tahun 2019. Proyek DAK itu senilai 27 Miliar, namun saat itu tim Jaksa menggandeng Irda masih menghitung total kerugian yang pasti.
Setelah menjalani pemeriksaan intensif pada Desember 2021, Alberth dan Khairul langsung ditahan penyidik kejaksaan di Rutan Kelas IIB Kalabahi.
Tidak terima penetapan tersangka, PH Alberth N. Ouwpoly, Mario Lawung, SH.,M.H mempradilankan Jaksa pada 31 Januari 2022.
Namun hakim tunggal, Datu Hanggar Jayaningrat, SH, MH memutus perkara menolak seluruh gugatan pemohon Alberth Ouwpoly. Sidang pun dilanjutkan di Pengadilan Tipikor Kupang.
Penasehat Hukum tersangka Goliat Saiputa, Lomboan Djahamou, SH menjelaskan, ia menolak penetapan tersangka kliennya.
Alasannya, kliennya bukan pihak yang membuat kontrak pekerjaan dengan PPK, melainkan Kepala Sekolah, dalam proyek pekerjaan Perpustakaan SMP Negeri Marataing tahun 2019 senilai Rp 150 juta.
“Seharusnya semua kepala sekolah yang kerja proyek bermasalah ini ditangkap, bukan klien saya. Kepala sekolah yang membuat kontrak dengan PPK. Masa orang lain yang bikin kontrak kerja, orang lain yang tersangka? Ini Jaksa salah tangkap dan salah tetapkan tersangka,” kata Lomboan ketika jumpa pers saat dampingi pemeriksaan kliennya, Senin (19/9) di kantor Kejaksaan, kompleks Nusa Kenari.
Selain itu, Lomboan juga memprotes penetapan tersangka kliennya dengan alasan hukum bahwa semua pekerjaan yang dikerjakan oleh kliennya itu sudah selesai dan tidak ada masalah. Hal itu dibuktikan dengan hasil pemeriksaan tim PHO.
“Hasil pemeriksaan PHO dan audit Irda kan tidak ada masalah. Terus dasar apa klien saya dijadikan tersangka? Klien saya harus bebas demi hukum,” jelas Lomboan sambil meminta Jaksa periksa dan menetapkan tim PHO sebagai tersangka juga.
Lomboan juga akan mempertimbangkan upaya hukum praperadilan kepada kliennya. “Kami akan pertimbangkan semua itu,” katanya.
Usai jalani pemeriksaan selama hampir 3 jam, tersangka Goliat Saiputa ditahan di Rutan Kelas IIB Kalabahi. Goliat menjadi tersangka terakhir yang ditahan, setelah sebelumnya Jaksa tahan 4 tersangka pada pekan lalu. (*dm).