DPD PDIP Provinsi NTT merespon keputusan Badan Kehormatan yang memberhentikan Ketua DPC PDIP Alor Enny Anggrek dari jabatan Ketua DPRD Kabupaten Alor karena terbukti melanggar kode etik.
PDIP menyebut, akan mengambil langkah-langkah strategis secara hukum dan politik untuk menyikapi pemberhentian satu-satunya kader perempuan yang baru pertama menjabat Ketua DPRD Alor itu.
Wakil Ketua DPD Bidang Pemenangan Pemilu PDIP NTT Cen Abubakar menjelaskan, partainya intens mengikuti perkembangan politik kasus Enny Anggrek yang berujung pemberhentiannya oleh BK.
Cen menegaskan, PDIP sejauh ini belum perlu mengambil opsi mengganti Enny Anggrek dari jabatan Ketua DPRD Alor karena jenis pelanggarannya tidak termasuk kategori pelanggaran etik yang berat.
Menurutnya, kasus ini bermula dari rapat koordinasi pemberantasan korupsi terintegrasi bersama Wakil Ketua KPK Alex Marwata pada tanggal 18-19 Oktober 2022 di Kupang.
Cen menerangkan, seharusnya kasus itu tidak perlu diadukan dan diproses di BK karena kehadiran Enny Anggrek itu berdasarkan undangan KPK.
Undangan itu, KPK mengundang seluruh pimpinan daerah, Bupati dan Ketua DPRD untuk melakukan rapat dengar pendapat pemberantasan korupsi terintegrasi di Provinsi NTT.
“Sifat dari undangan itu adalah segera. Dari hal dan sifat, artinya penting untuk mengikuti rapat dengar pendapat tersebut. Itu tidak perlu dipermasalahkan karena sudah sesuai tupoksinya sebagai anggota DPRD sesuai ketentuan Undang-undang,” kata Cen, Selasa (29/11) dihubungi di Jakarta.
Selain itu, dia menjelaskan, kehadiran Ketua DPRD Alor dalam rapat dengar pendapat umum bersama KPK tentunya tidak terlepas dari Tupoksi Anggota dan Pimpinan DPRD yaitu pengawasan.
Cen juga menyesalkan proses peradilan di BK yang berujung pemberhentian Enny Anggrek dari jabatan Ketua DPRD tanpa disertai bukti-bukti pelanggaran etik yang berat.
Ia lalu mempertanyakan BK yang tidak memeriksa atau mendengarkan keterangan KPK sebagai pihak penyelenggara acara namun sepihak langsung menjatuhkan sanksi etik kategori berat pada Enny Anggrek.
“Ini harus clear karena kehadiran ibu Enny Anggrek di situ adalah atas undangan KPK, bukan atas kemauan Enny Anggrek selaku Ketua DPRD Alor,” ujarnya.
Cen kemudian mempertanyakan, apakah ada keterangan dari KPK bahwa dalam forum tersebut tidak termasuk dalam agenda termasuk apa yang disampaikan Enny selaku Ketua DPRD Alor. Ia menyebut seharusnya BK meminta keterangan KPK soal itu, sebelum mengeluarkan putusannya.
“Tidak bisa BK mengambil keterangan para pihak 16 Anggota DPRD Alor saja yang disebutkan dalam pemeriksaan BK. Apakah keterangan para pihak itu mereka hadir dalam forum KPK itu? Ini juga harus clear dulu,” jelasnya.
Cen mengatakan, kalau ternyata di kemudian hari apa yang disampaikan Enny dalam forum RDP pemberantasan korupsi terintegrasi bersama KPK itu terbukti secara hukum benar maka ia meminta 16 Anggota DPRD dan BK juga harus diproses secara etik dan pidana.
“Kalau terbukti itu benar bagaimana, coba. Logikanya harus kita balik, 16 Anggota DPRD Alor yang melakukan pelaporan dan 3 Anggota DPRD sebagai BK mesti diberhentikan dari keanggotaan Dewan dan diproses secara pidana. Kami juga akan meminta KPK menyelidiki kasus itu yang disampaikan ibu Enny Anggrek,” tegasnya.
Cen mempertanyakan juga soal profesionalitas dan obyektivitas BK dalam mengadili kasus Enny Anggrek. Sebab kalau mau berhentikan Enny Anggrek maka harus sesuai prosedur dan regulasi yang jelas.
“Dari segi berita acara, sebagai orang hukum dan orang partai saya hanya bertanya, apakah pihak KPK itu dilibatkan tidak dalam pemeriksaan ini,” ujarnya.
“Ini ibarat begini, ketika ada pesta, ada tamu undangan yang keracunan makanan yang disediakan dan memakan korban. Apakah polisi akan memeriksa tamu atau memeriksa pemilik pesta? Ini logika. Jelas yang diperiksa itu adalah pemilik pesata. Karena yang menggelar acara ini adalah KPK, bukan pemerintah kabupaten atau provinsi maka BK harus ada keterangan KPK,” lanjut dia.
Untuk itu, kata Cen, DPD PDIP dalam waktu segera akan surati KPK meminta penjelasan apakah turut serta diperiksa oleh BK Alor untuk membuktikan kebenaran bahwa kegiatan tersebut, Enny telah melanggar kode etik berat.
“Kita juga akan mendorong apa yang telah disampaikan dalam forum itu dan meminta KPK harus menindaklanjuti melalui diproses hukum, benar atau tidak (dua proyek yang diadukan Enny Anggrek),” katanya.
Cen juga meminta KPK memberikan penjelasan bahwa RDP pemberantasan korupsi terintegrasi tersebut tidak menjadi bagian daripada persoalan yang dilaporkan Enny Anggrek sebagai bagian dari Tupoksinya.
“Ini KPK harus berikan penjelasan jelas dari segi agenda undangan terhadap Ketua DPRD Alor atas nama Enny Anggrek karena ini sangat erat kaitannya dengan pemberian sanksi,” jelasnya.
Cen menambahkan, mestinya BK itu jeli dalam mengadili perkara Enny Anggrek. Karena menurutnya seluruh pembuktian tentang pelanggaran berat yang dilakukan Enny Anggrek, tidak dapat dibuktikan sesuai salinan putusannya.
“Laporan (dugaan korupsi dua proyek ke Waket KPK) ini kan ada sejumlah pihak yang terganggu. Kalau merasa terganggu ya harus dibuktikan dengan hukum. Berdasarkan keputusan hukum inkrah itu yang menjadi dasar BK mengambil sikap ada proses etik yang harus dijalankan,” terangnya.
“Saya melihat bawah BK sudah melampaui kewenangan yang dimiliki. Dan BK patut diduga sedang memuaskan ‘napsu’ para pihak yang tidak suka terhadap Enny Anggrek. Kita harus sampaikan ini ke rakyat, ini loh proses politik apakah karena ada ‘napsu’ dan arogansi atau karena apa,” ujar Cen penuh tanya.
Ia pun mempertanyakan kinerja BK yang tidak pernah memberikan surat peringatan terhadap Enny Anggrek namun langsung memberhentikannya dari jabatan Ketua DPRD.
“Apa klasifikasi pelanggaran itu besar betul sehingga dianggap melanggar etika? Lalu BK ini memutuskan berdasarkan keterangan para pihak yang bukan tamu dan bukan penyelenggara acara juga? Mestinya yang diperiksa itu para penyelenggara acara karena dia ada saat rapat dengar pendapat koordinasi pencegahan korupsi terintegrasi,” ujarnya.
Cen juga menegaskan PDIP belum bisa mengambil sikap terhadap pemberhentian Enny dari jabatan Ketua DPRD Alor.
Ia pun belum memastikan soal apakah akan menolak keputusan BK atau menerima dan mengganti posisi Enny Anggrek dari Jabatan Ketua DPRD dengan anggota F-PDIP yang lain.
Sebab menurutnya kasus Enny ini sama sekali tidak melanggar kode etik DPRD sehingga PDIP belum memandang perlu untuk mengganti posisinya dari jabatan Ketua DPRD Alor, meski sudah ada putusan BK.
“Karena ini adalah proses kebijakan yang secara tidak langsung itu berhubungan dengan keputusan lembaga administrasi negara maka yang akan kami lakukan adalah, sebelum kami lakukan dan bersikap terhadap keputusan BK DPRD Alor, kami akan bersurat kepada KPK,” katanya.
“Karena KPK ini mengundang orang dan timbul masalah. Apakah KPK sudah diperiksa BK sebelum palu ini dijatuhkan ke Ibu Enny? Ini penting. Kami juga akan meminta KPK apakah forum itu tidak layak untuk menyampaikan persoalan yang disampaikan oleh Enny Anggrek,” lanjut Cen.
BK DPRD Alor sebelumnya mengumumkan pemberian sanksi pemberhentian Enny Anggrek dari jabatan Ketua DPRD Alor pada Selasa (29/11) di rapat paripurna DPRD.
BK menilai Enny terbukti melanggar ketentuan pasal-pasal dalam TATIB dan Kode Etik DPRD karena mengadukan pemerintah daerah ke Wakil Ketua KPK itu menyalahi tupoksinya.
Paripurna itu BK juga merekomendasikan kepada pimpinan DPRD untuk meneruskan keputusannya itu kepada PDIP untuk ditindaklanjuti putusannya.
Wakil Ketua DPRD Alor Sulaiman Singh mengatakan, DPRD sudah melayangkan surat keputusan BK itu kepada Ketua DPC PDIP Kabupaten Alor. Sulaiman berharap PDIP dapat menindaklanjuti suratnya sesuai ketentuan yang ada.
“Karena keputusan sudah disampaikan dalam paripurna, maka adalah kewajiban pimpinan DPRD untuk meneruskan keputusan tersebut kepada pihak terkait,” kata Sulaiman, Rabu (30/11) dihubungi di Kupang. (*dm).