Kalabahi – Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) mengakui belum memberi perhatian serius pada ratusan sekolahnya yang diterlantarkan selama ini di Kabupaten Alor, Provinsi NTT.
Ketua Majelis Sinode GMIT Pdt. Dr. Mery Kolimon melalui Ketua Klasis Alor Barat Daya (ABAD) Pdt. Doni Sarlito Duka,S.Th mengatakan, gereja secara kelembagaan harus mengakui belum mengurus ratusan sekolah Kristen di Tribuana, Alor.
“Kita perlu mengakui, dan gereja harus mengakui bahwa memang selama beberapa waktu-waktu kemarin itu sekolah-sekolah GMIT, sekolah Kristen secara khusus di kabupaten Alor sama sekali tidak diperhatikan oleh gereja,” katanya.
“Saya harus mengakui itu sebagai gereja,” lanjut Pdt. Doni ketika sambutan di acara launching re-branding kebijakan pendidikan GMIT oleh Yapenkris Pingdoling Alor, Senin (10/7/ di Aula Gereja Pola, Kalabahi. Pernyataan Pdt. Doni ini sontak membuat suasana acara gembira itu hening sejenak di tengah ratusan peserta dan undangan yang hadir.
Pdt. Doni menegaskan bahwa ratusan sekolah GMIT yang berada di bawah asuhan Yayasan Pingdoling dan Yayasan Tominuku di kabupaten Alor ini adalah semuanya milik Gereja GMIT. Oleh sebab itu sudah sepatutnya gereja harus memberi perhatian serius.
“Kita punya sekolah GMIT tetapi tidak ada perhatian dari gereja. Nanti setelah beberapa tahun terakhir ini ada beberapa peristiwa (sekolah GMIT dinegerikan) yang terjadi baru kita mulai sadar bahwa sebenarnya pendidikan GMIT di kabupaten Alor ini harus diperhatikan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Pdt. Doni mengatakan, memang masalah pendidikan di Tribuana ini sudah dibahas melalui berbagai kesempatan di persidangan Majelis Sinode, Majelis Klasis bahkan persidangan Majelis Jemaat.
Untuk itu, perhatian ini mulai disadari Gereja dan karena kesadaran itulah maka Yapenkris yang dulunya satu tetapi Sinode GMIT berusaha mengambil keputusan memecahkan menjadi dua Yapenkris di Kabupaten Alor dengan tujuan mendorong efektifitas dan efisiensi perhatian pada sekolah GMIT.
Melalui kesempatan ini Pdt. Doni menyampaikan apresiasi dan terima kasih banyak kepada pemerintah kabupaten Alor karena selama ini pemerintah sangat-sangat memperhatikan pendidikan GMIT.
“Untuk itu tidak ada yang perlu tersinggung kalau saya omong begitu bahwa selama ini pemerintah yang urus. Saya sendiri yang omong tidak merasa tersinggung juga. Kami harus menyampaikan terima kasih kepada pemerintah kabupaten Alor,” ujarnya sambil tersenyum melirik Bupati Alor Amon Djobo yang duduk di depannya, disambut applaus.
Apresiasi itu Pdt. Doni sampaikan kepada pemerintah kabupaten Alor karena melalui tenaga-tenaga yang ditempatkan oleh pemerintah membuat sekolah-sekolah GMIT di kabupaten Alor ini masih ada sampai saat ini.
Selain itu, Pdt. Doni juga menyinggung ancaman sekolah-sekolah GMIT yang terancam dinegerikan, dan juga ancaman kebijakan pemerintah pusat yang akan menarik semua guru ASN dari sekolah swasta.
“Memang ada beberapa pemikiran yang sudah berubah dan sempat ada beberapa peristiwa yang terjadi yang tidak enak akan status sekolah (dinegerikan) dan lain-lain ini tentu menjadi pelajaran bagi kita untuk kita bangkit dan kita harus menyatakan bahwa kita harus siap untuk menghidupkan kembali sekolah-sekolah GMIT,” katanya.
Pdt. Doni meminta pemerintah pusat agar dapat mendukung keberlanjutan sekolah GMIT dan mengkaji ulang penerapan kebijakan menarik guru PNS dari sekolah GMIT.
Ia juga meminta pemerintah pusat tidak menghentikan kebijakan daerah untuk mengangkat guru kontrak daerah yang sementara mengajar di sekolah GMIT, karena keberadaan guru kontrak daerah ini sangat menolong keberlanjutan 47 sekolah GMIT yang bernaung di Yayasan Pingdoling dan 57 sekolah GMIT di Yayasan Tominuku.
Karena itu ia berharap hubungan kerja sama, sebagai mitra antara pemerintah dan gereja harus tetap dijalin untuk menyiapkan generasi pemimpin di kabupaten Alor.
Pdt. Doni kemudian meminta jemaat dan semua pihak mendukung keberlanjutan sekolah GMIT karena hadirnya sekolah GMIT ini punya sejarah panjang yang sangat berkontribusi besar bagi pekabaran injil dan berkontribusi pada kemajuan generasi gereja, bangsa dan negara.
“Kita tidak bisa menyangkal juga waktu sebelum pendidikan negeri dan inpres ini ada, pendidikan GMIT dahulu ada dan juga pernah menyiapkan kader-kader yang berjasa bagi bangsa dan daerah ini. Saya yakin banyak orang tua yang sementara ada di jabatan-jabatan penting baik di Alor maupun di tempat lain adalah tamatan dari sekolah-sekolah GMIT,” kata Pdt. Doni sambil tersenyum melirik Bupati Amon Djobo yang juga adalah alumni SD GMIT Reta, Pulau Pura, tahun 1978.
Selain apresiasi pada daerah, atas nama Majelis Sinode GMIT Pdt. Doni juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Kepala-kepala sekolah, guru-guru dan tenaga kependidikan yang selama ini mengabdikan diri di sekolah GMIT.
“Gereja tidak bisa kasih apa-apa tapi gereja hanya bisa menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus. Semoga upahmu besar di surga. Terima kasih,” kata Pdt. Doni disambut kata amin oleh ratusan guru dan kepala sekolah yang hadir sambil memberi applaus.
Sinode GMIT Apresiasi Yapenkris Pingdoling
Pdt. Doni Duka menyampaikan syukur kepada Tuhan oleh karena kebaikan Tuhan, atas izin daripada Tuhan, kegiatan launching re-branding kebijakan pendidikan GMIT, pelatihan guru dan workshop yang digagas Yapenkris Pingdoling ini boleh dapat berjalan lancar.
“Atas nama Majelis Sinode GMIT kami menyampaikan proficiat kepada Yapenkris Pingdoling Alor yang dalam segala keterbatasan punya rencana besar dengan para kepala sekolah dan guru-guru untuk melakukan kegiatan launching re-branding kebijakan pendidikan di sekolah GMIT hari ini,” katanya.
“Kegiatan launching ini saya pikir merupakan satu batu loncatan untuk menunjukkan kepada dunia ini secara khusus di Alor bahwa Yayasan yang dipercayakan untuk mengurus sekolah-sekolah GMIT ini memang telah siap untuk melaksanakan tugas tanggung jawabnya,” lanjut dia.
Pdt. Doni optimistis bahwa kegiatan launching re-branding kebijakan pendidikan GMIT hari ini akan ada kebijakan-kebijakan ikutan yang akan diambil Gereja dan Yayasan dalam mendukung keberlanjutan sekolah GMIT di Tribuana Alor.
“Kebijakan-kebijakan itu kita berharap menjadi pedoman untuk bagaimana kita mengelola sekolah-sekolah GMIT di kabupaten Alor ke arah lebih baik,” ungkapnya.
“Kita juga terus meminta dukungan dari pemerintah daerah. Bukan dengan kegiatan ini pemerintah bilang oh ini sekolah-sekolah GMIT Yapenkris sudah ambil jadi,” katanya sambil tersenyum. “Kita berharap supaya hubungan kita gereja dengan pemerintah itu akan ada terus untuk perjuangan yang besar, bagaimana membentuk, bagaimana menyiapkan kader-kader kabupaten Alor ini ke depan,” tutup Pdt. Doni.
Sebelumnya diberitakan, Yayasan Pingdoling Alor melaunching re-branding kebijakan pendidikan untuk sekolah-sekolah GMIT di Kabupaten Alor, NTT. Ada 10 item kebijakan yang diubah.
Acara penekanan tombol launching re-branding pendidikan GMIT ini dilakukan Gubernur NTT melalui Asisten II Ganef Wurgiyanto, dihadiri Bupati Alor Amon Djobo, Ketua BPP GMIT Pdt. Jahja A. Milu, Ketua Yapenkris Pingdoling Dr. Fredik A. Kande, para KMK dan Pendeta, serta Kasek dan guru sekolah GMIT. (*dm).