Kalabahi – DPRD Alor membantah telah meminta jatah tambahan dana Pokok Pokiran (Pokir) senilai Rp 10 Miliar kepada pemerintah di sidang pembahasan RKUA-PPAS APBD-P tahun 2023, Jumat (8/9).
Pernyataan DPRD ini sekaligus membantah pernyataan Ketua TAPD Soni O. Alelang yang menyebut alasan timnya walkout sidang pembahasan RKUA-PPAS gegara DPRD minta tambahan dana Pokir dan Bimtek yang berlebihan.
“Yang bilang Dewan minta jatah pokir 10 Miliar itu suatu kebihongan besar. Selama pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA), saya tidak mendengar satupun suara anggota Banggar DPRD yang menyebut angka itu. Jadi janganlah buat berita bohong itu. Ada konsekwensinya,” kata Wakil Ketua I DPRD Alor Yulius Mantaon, Senin (18/9) di Kalabahi.
Yulius mengatakan, ia cukup terkejut melihat Tim Anggaran Pemerintah Daerah walkout (meninggalkan raung sidang). Menurutnya hal itu tidak sepatutnya terjadi karena perbedaan pendapat antara Anggota Banggar dan TAPD itu dianggapnya masih dalam taraf wajar, dinamika biasa.
“Saya cukup kaget juga karena masih dalam dinamika persidangan. Kadang terjadi di daerah lain Anggota DPRD atau DPR yang walkout karena tidak menerima atau menolak RAPBD atau RAPBN yang diajukan oleh Pemda atau Pemerintah. Jadi Pemda atau pemerintah seolah-olah examinandus atau promofendus dalam konteks kemitrasejajaran sesuai regulasi kita,” ujarnya.
Mantan Ketua DPD Partai NasDem Alor itu mengatakan, yang dibahas di rapat Banggar dan TAPD itu berkaitan dengan KUA-PPAS Rancangan APBDP tahun 2023 yang disampaikan Pemda ke DPRD. Ia menyesali karena waktu penyampaian juga sudah cukup pendek dan kekurangan bukti pendukung sehingga pembahasan jadwal persidangan pada 31 Agustus 2023 cukup alot dan merupakan fenomena baru baginya yang sudah 9 tahun di DPRD Alor.
“Menurut berita di medsos, ada Kabupaten tertentu menolak RAPBDP yang diajukan Pemdanya. Tetapi kami DPRD Alor berusaha untuk tidak pernah menggunakan hak untuk menolak RAPBDP yang terlambat disampaikan Pemda tetapi berkorban waktu siang dan malam untuk membahasnya sehingga Alor selalu menduduki ranking teratas di Provinsi NTT,” jelasnya.
Yulius mengaku kisruh DPRD dan TAPD itu sudah berakhir sehingga DPRD sudah menjadwalkan ulang rapat lanjutan pembahasan KUA-PPAS dengan mengabaikan insiden yang terjadi kemarin.
“Peristiwa ini mungkin merupakan peristiwa pertama di NKRI. Kalau Anggota DPRD di daerah lain atau DPR sudah kadang terjadi,” katanya.
“Kami sudah baik. Kami, baik DPRD dan Pemda punya kesadaran bersama tidak hanya mitra sejajar tetapi lebih dari itu yaitu sebagai orang bersaudara yang duduk di lembaga Pemerintahan Daerah Kabupaten Alor,” tutup Yulius.
Sidang paripurna pembahasan RKUA-PPAS antara TAPD dan Banggar berlanjut pada Senin 18 September sekitar pukul 11.30 di gedung DPRD.
Sekda Alor Soni O. Alelang mengatakan, aksi walkout yang dilakukan timnya kemarin hanyalah dinamika biasa. Ia berharap sidang ini dapat berjalan dengan lancar hingga selesai sesuai jadwal pada tanggal 30 September 2023, selanjutnya agenda asistensi di Provinsi.
Sebelumnya diberitakan, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Alor wolkout sidang pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (R-APBD-P) tahun 2023 di Badan Anggaran (Banggar) DPRD, Jumat (8/9).
Alasan TAPD walkout sidang itu gara-gara Banggar minta ‘upeti’ dana Bimbingan Teknis (Bimtek), Studi Banding dan dana aspirasi pokok pikiran atau yang lazim disebut Pokir hingga mencapai Rp 10 Miliar sehingga berujung TAPD walkout karena tak sanggup penuhi permintaan Dewan.
Ketua TAPD Soni O. Alelang mengatakan, timnya meninggalkan ruang sidang Banggar karena Anggota Banggar DPRD ngotot meminta jatah tambahan anggaran yang berlebihan di tengah keterbatasan keuangan daerah akibat adanya refocusing sesuai petunjuk dari Kementerian Keuangan RI. (*dm).