Kalabahi, Tribuanapos.net – Peneliti Thresher Shark Project Indonesia menemukan Hiu Tikus di Perairan laut Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian tersebut terungkap bahwa Hiu Tikus ternyata berada di kedalaman laut Alor kurang lebih 20 meter.
“Di Indonesia Hiu Tikus ini memang tersebar di laut lepas. Nah, uniknya di Alor ini ditemukan di dekat-dekat pantai saja. Dangkal. Kedalamannya sekitar 20 meter saja,” ujar peneliti Thresher Shark Project Indonesia, Rafid Shidqi dan Dewi Sari saat jumpa pers, Rabu (4/9/2019) di Kalabahi.
Rafid menjelaskan, identifikasi keberadaan populasi Hiu Tikus di laut Alor menggunakan teknologi pemantauan melalui satelit (satellite tagging).
Cara kerjanya, ikan Hiu ditangkap menggunakan alat tangkap nelayan, kemudian dipasang alat satellite tagging pada sirip Hiu lalu dilepas.
“Alat ini kita taru di badan Hiu. Nanti kita tahu dia lari ke laut mana. Karena alat itu setelah 6 bulan otomatis terlepas dari badan Hiu dan akan terapung ke permukaan. Saat di permukaan, alat ini akan kirimkan signal ke server induk. Nah, kita tahu ikan itu ada di laut mana,” kata Rafid.
Jalur Hiu Tikus Lewat Selat Pantar
Berdasarkan data satelit tersebut tim peneliti lalu membuat pemetaan jalur migrasi Hiu Tikus di perairan kepulauan Alor. “Ternyata jalurnya melewati selat Pantar menuju ke utara tapi balik lagi ke selatan menuju ke arah selat Pantar lagi. Jadi kita asumsi dia migrasi saja di selat Pantar. Jadi mereka sering lewat Alor,”ungkapnya.
Rafid menyebut perairan Alor ternyata menjadi tempat yang cocok untuk pengembangbiakan Hiu Tikus. Kalau habitatnya dijaga secara baik, bisa jadi Alor jadi tempat special untuk kehidupan Hiu Tikus.
“Orang Alor belum tahu banyak, ternyata di Alor ada Hiu Tikus. Dia main di dangkal-dangkal di laut Pura dan Selat Pantar. Di Indonesia orang tidak tahu Alor punya aset Hiu Tikus,” tutur Rafid.
Tentang keunggulan laut Alor yang membuat Hiu Tikus betah hidup, Rafid mengaku rantai ekosistem dan ekologi makanan di perairan Alor tergolong baik.
“Karena makanannya banyak. Di Alor kan ada fenomena air laut dingin, ikan-ikan pada mati. Nah itu makanannya. Dia makan ikan-ikan halus dan cumi-cumi. Sekarang kan air laut lagi dingin. Kemarin Hiu Tikus dan lumba-lumba banyak terlihat di sana,” pungkasnya.
Produk Aturan Perlindungan Hiu Tikus Belum Bersifat Penuh
Saat ini perlindungan Hiu Tikus dilakukan secara Nasional dalam Peraturan Menteri No. 26 Tahun 2013. Namun peraturan tersebut masih belum sepenuhnya membantu kelestarian populasi Hiu Tikus karena tidak bersifat perlindungan penuh.
Itu sebabnya mayoritas nelayan terutama nelayan di Kabupaten Alor Provinsi NTT masih bebas menangkap Hiu Tikus untuk dikonsumsi di wilayah Alor.
“Nah, penelitian kita ini sebenarnya bertujuan mengajak masyarakat untuk melindungi Hiu Tikus karena populasinya rentan terhadap kepunahan,” ungkap Dewi.
Kendati begitu, pihaknya kesulitan mengajak masyarakat untuk beralih kepada mata pencarian lain sebab Hiu Tikus sudah menjadi mata pencarian tetap nelayan Alor.
“Penelitian ini juga kita mencari tahu sosial ekonomi nelayan. Ketika Hiu Tikus ini dilarang penangkapannya, apa yang bisa kita lakukan untuk masyarakat Alor ini? Karena kan populasinya Hiu Tikus rentan terhadap kepunahan,” katanya.
Dewi memaparkan data hasil penelitiannya menunjukan bahwa populasi penangkapan Hiu Tikus dilakukan oleh nelayan di Desa Lewalu dan Ampera, Kecamatan Alor Barat Laut.
“Data yang tercatat oleh kita, ada 50 ekor Hiu Tikus yang didaratkan oleh nelayan dalam kurun waktu Juli 2018 sampai Mei 2019. Nah, kita tidak bisa salahkan nelayan karena penangkapan Hiu Tikus sudah menjadi tradisi mereka. Kita masih gali informasi apa yang bisa kita lakukan kepada nelayan untuk beralih profesi atau menangkap ikan yang lain. Kita ingin melindungi Hiu Tikus dan juga ingin membantu memberdayakan nelayan menjadi lebih baik,” jelasnya.
Dilarang Tangkap Hiu Tikus
Dewi meminta kepada masyarakat untuk tidak lagi menangkap Hiu Tikus dan melaporkan keberadaan maupun penangkapan Hiu Tikus kepada Thresher Shark Project Indonesia di Jakarta. Tujuannya agar bisa mengumpulkan data populasi Hiu Tikus di Alor secara bersama.
Apabila nelayan tetap menangkap Hiu Tikus maka populasinya dapat punah di masa akan datang. Sebab, Hiu Tikus hanya bisa beranak 2-4 ekor per tahun. Betinanya akan bereproduksi pada usia 10 tahun.
Selain itu, Hiu Tikus juga bisa menjadi aset wisata daerah. Para penyelam dunia tertarik menyelam sambil foto bersama Hiu Tikus karena binatang langkah itu tidak memiliki sifat buas atau menyerang manusia.
“Hiu Tikus ini aset wisata orang Alor yang unik. Semua penyelam pasti ingin foto dan melihatnya. Alor punya segalanya. Ada Dugong, Hiu Tikus, keindahan laut terbaik dunia, ada ikan mati saat air laut dingin, pantai yang keren. Semuanya ada di Alor. Ini aset yang harus dikelola untuk kesejahteraan masyarakat Alor,” tutup Dewi.
“Hiu Tikus ini bisa jadi daya tarik wisata. Di Dunia ini habitat Hiu Tikus di laut dangkal baru ditemukan di Filipina. Di sana sudah jadi atraksi penyelam. Omset wisatanya Rp.130 Miliar/tahun. Nah, di Indonesia, baru Alor yang ketahuan ada Hiu Tikus di laut dangkal. Semua masyarakat Alor harus duduk bersama lindungi aset wisata ini,” pungkas Rafid dan Dewi.
Klik videonya: https://youtu.be/v9O7Rydlzj0
Reporter: Demas Mautuka