Guru Besar Universitas Indonesia Akui Mutasi ASN di Alor Langgar UU

Guru Besar Universitas Indonesia Fakultas Hukum Prof. Dr. Anna Erliyana, SH.,M.H saat bersaksi di Pengadilan TUN Jakarta Selasa, (17/9).
Guru Besar Universitas Indonesia Fakultas Hukum Prof. Dr. Anna Erliyana, SH.,M.H saat bersaksi di Pengadilan TUN Jakarta Selasa, (17/9).

Kalabahi, Tribuanapos.net – Guru Besar Universitas Indonesia Fakultas Hukum Prof. Dr. Anna Erliyana, SH.,M.H, bersaksi sebagai ahli di Sidang Gugatan Sengketa Pilkada Alor Selasa, (17/9/2019) di Pengadilan TUN Jakarta.

Dalam keterangannya, Prof. Dr. Anna mengakui bahwa mutasi 1.381 ASN oleh Calon Bupati petahana Drs. Amon Djobo jelas melanggar ketentuan pasal 71 UU No.10 Tahun 2016. Karena sebagian ASN/Pejabat dimutasi tanpa mengantongi izin Menteri Dalam Negeri.

“Mutasi enam bulan sebelum penetapan calon (petahana), itu melanggar Undang-undang,” kata Prof. Anna menjawab pertanyaan penggugat, Imanuel Blegur.

Prof. Anna menjelaskan, ketentuan pasal 71 UU No.10/2016 tetap berlaku, meskipun pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Alor (petahana) Drs. Amon Djobo – Imran Duru, S.Pd dimajukan ke tanggal 17 Maret 2019 dari jadwal semula yang ditetapkan Mendagri tanggal 9 September 2019.

“Istilah yang akan dilantik itu sebenarnya sudah melanggar (ketentuan mutasi) yang enam bulan tadi, karena ada kaitannya sehingga baru-baru dilantik,” ungkapnya.

Imanuel Blegur bertanya: “Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Alor petahana dilakukan di tanggal 17 Maret 2019 dan Rekomendasi Bawaslu RI juga dikeluarkan tanggal 17 Maret 2019. Nah, apakah dengan petahana dilantik maka sanksi yang direkomendasikan oleh pasal 71 ayat (5), dengan sendirinya gugur atau masih berlaku?”

Ahli Hukum Prof. Anna berpendapat : “Pasal itu masih tetap berlaku. Karena yang bisa mencabut itu ya Undang-undang lagi atau keputusan Mahkamah Konstitusi. Bukan karena upacara seremonial (pelantikan Bupati/Wakil Bupati Alor petahana oleh Gubernur NTT) lalu membatalkan pasal itu. Nda bisa,” jawabnya.

“Saya ulangi, apakah setelah pelantikan petahana, sanksi pasal 71 ayat (5) masih tetap berlaku?” tanya Imanuel Blegur sedikit bernada tegas.

Pasal 71 UU No.10 Tahun 2016 Masih Tetap Berlaku

Prof. Anna kembali menegaskan bahwa pasal 71 ayat (5) masih tetap berlaku. “Tetap, selagi UU itu belum dicabut atau berdasarkan judicial review keputusan MK, bukan acara seremonial (pelantikan calon petahana),” kata Prof. Anna.

Imanuel Blegur mempertanyakan lagi soal butir tiga dari rekomendasi Bawaslu yang diberikan ke Mendagri untuk ditindaklanjuti. Butir tersebut menyebutkan bahwa; Diserahkan kepada Kementrian Dalam Negeri untuk menindaklanjutinya.

“Apakah Mendagri memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu RI?” Imanuel Blegur bertanya.

Jawab Ahli Hukum Prof. Anna: “Ia. Itu rangkaian (pasal) 71 ayat (5). Efek dari tindak mutasi pejabat dia kena pasal 71 ayat 1, 2 sampai 5 merupakan pelanggaran.”

Imanuel Blegur juga meminta pendapat Ahli tentang kewenangan Mendagri membatalkan keputusan TUN-nya setelah SK-nya mengangkat Bupati/Wakil Bupati Alor petahan terbukti langgar pasal 71.

Prof. Anna menjelaskan, seharusnya Mendagri membatalkan keputusanTUN-nya agar sengketa Pilkada itu tidak berlanjut hingga ke Pengadilan TUN Jakarta.

“Kalau itu dilakukan lebih bagus supaya itu tidak jadi kasus di sini (sidang TUN Jakarta),” jawab Prof. Anna sembari tertawa polos di hadapan Majelis Hakim.

Diketahui, Calon Bupati Alor Dr. Imanuel E. Blegur menggugat Keputusan TUN Mendagri Tjahjo Kumolo mengangkat Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Alor (Petahana) Amon Djobo – Imran Duru di Pengadilan TUN Jakarta.

Sebab, Imanuel Blegur menilai putusan TUN Mendagri mengangkat kedua calon petahana itu cacat hukum karena melanggar ketentuan pasal 71 UU No.10/2016 sesuai rekomendasi KASN dan Bawaslu RI.

Reporter: Demas Mautuka