6 Ibu Asal Alor NTT Praktek Rakit Listrik Tenaga Surya di India

Susana Maima, Ariance Manilang dan Agustina Maifani dari Alor bersama Serli Sanam dari TTS saat berada di India. (Sumber: Wadah Foundation).
Susana Maima, Ariance Manilang dan Agustina Maifani dari Alor bersama Serli Sanam dari TTS saat berada di India. (Sumber: Wadah Foundation).

Kalabahi, –

Enam orang ibu asal Kabupaten Alor Propinsi NTT, mengikuti program pelatihan merakit listrik tenaga surya (LTS) di negara India. Keberangkatan keenam warga Alor tersebut atas kerja sama Yayasan Wadah Foundation region NTB, Bali dan NTT pada tahun 2018 dengan pemerintah India. Sekarang mereka sudah kembali ke tanah air dan merakit ratusan unit LTS di desanya.

Keberangkatan enam perempuan inspiratif Alor itu dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama tiga orang diberangkatkan pada Jumat (22/3/2018) menuju India. Mereka didampingi Sekretaris Yayasan Wadah, Paula Landowero.

Rombongan yang terdiri dari 3 mama yaitu, mama Susana Maima dan mama Ariance Manilang. Keduanya dari Desa Talwai Kecamatan Lembur. Kemudian ada mama Agustina Maufani dari Desa Tasi, Kecamatan Lembur Kabupaten Alor.

Ketiga peserta tersebut bergabung dengan mama Serli Sanam dari Desa Koa, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, berangkat ke India.

Keempat mama itu mendapat kepercayaan dari masyarakatnya dan Wadah Foundation untuk mengikuti pelatihan merakit LTS, di Barefoot College, Tilonia, Rajashtan, India.

Sedangkan kloter kedua, peserta dari Alor yang mengikuti program LTS di India yakni, mama Lenora Maibila dan mama Meriana Mailana. Keduanya dari Desa Talwai. Lalu ada mama Sarah Kamesa asal Desa Tasi Kecamatan Lembur Kabupaten Alor. Mereka diberangkatkan pada bulan September tahun 2018.

6 Bulan Latihan Rakit Listrik

Keenam peserta tersebut mengikuti program pelatihan selama 6 bulan di India. Program tersebut terlaksana atas dukungan dari Barefoot College, Kedutaan Besar India di Indonesia dan Yayasan Wadah Titian Harapan (Wadah) Indonesia.

Hingga Maret 2018, Wadah telah berhasil mengirim tiga rombongan “Mama Terang” untuk belajar merakit LTS di India. Rombongan pertama dan kedua sudah kembali ke tanah air dengan membawa terang ke desa mereka masing-masing.

Susana Maima, salah satu peserta Desa Talwai mengatakan, dirinya tidak menyangka bisa pergi ke India dan belajar merakit Listrik Tenaga Surya (LTS). Bagi dia, ini mujizat Tuhan dalam hidupnya.

“Saya tidak menyangka semua ini terjadi. Ini mujizat Tuhan dalam hidup saya,” katanya, saat dihubungi tribuanapos.net di Desa Talwai, Kecamatan Lembur, Selasa (10/12/2019).

Wanita berusia 46 tahun itu berkisah, awalnya ia diajak Florencio Mario Vieira dan Ibu Maria Chirstina dan rekan-rekan tim dari Wadah Foundation Korwil III. Saat itu sekitar bulan Februari 2018, tim Wadah Foundation datang berkunjung survey bersama Anggota DPRD NTT Gabriel Beri Binna di Desanya.

Kedatangan tim Wadah bersama Gabriel Beri Binna ke Alor, mengajak Susana dan lima rekannya pergi ke India mengikuti pelatihan LTS. Saat itu Susana dan rekan-rekannya masih berberat hati untuk pergi ke India.

Tidak Berbekal Pendidikan

Hal yang mereka khawatirkan adalah, mereka tidak mempunyai bekal pendidikan listrik yang layak, serta sama sekali tidak memiliki kemampuan bahasa Inggris.

“Kami hidup di kampung, tidak pernah ke kota tetapi waktu itu diajak Wadah dan pak Gabriel Binna untuk pergi ke India rakit listrik. Awalnya saya ragu. Kami tidak sekolah listrik dan tidak tahu Bahasa Inggris, bagaimana kami bisa keluar negeri?” ujarnya.

Susana lalu diberi keyakinan oleh Wadah dan Gabriel bahwa meski tidak berbekal ilmu pengetahuan elektro dan Bahasa Inggris, mereka bisa ke luar negeri untuk belajar LTS.

“Akhirnya kami putuskan berangkat ke India. Waktu itu bulan Maret tahun 2018, kami tiga orang berangkat sama ibu Serli Sanam dari TTS. Kami kloter ketiga,” jelasnya.

Saat berangkat dan tiba di Kota Kupang, tim Wadah mulai melakukan pelatihan pengenalan warna dalam Bahasa Inggris kepada Susana dan peserta lainnya. Tujuannya, ibu-ibu itu bisa mengenal warna kabel dalam merakit LTS saat tiba di India nanti.

Kursus mengenal warna dalam Bahasa Inggris pun berlangsung beberapa minggu di Kupang. Susana dan rekan-rekannya tinggal di Rumah Gabriel Beri Binna selama kursus berlangsung.

“Kami tinggal di rumah pak Gabriel dan tekun ikut kursus pengenalan warna dari Wadah. Kami baru tetapi kami terus tekun belajar sampai kami bisa tahu semua warna dalam Bahasa Inggris,” terang dia.

Berangkat ke India

Selesai kursus, Susana dan rekan-rekannya difasilitasi Wadah mengurus Paspor ke India. Setelah kantongi Paspor, tiba di bandara El Tari, mereka sempat kesulitan berangkat. Para petugas mencegatnya karena diduga mereka adalah calon TKW Ilegal. Namun Wadah berhasil menunjukan kelengkapan dokumen, mereka lolos masuk ke ruang tunggu Bandara.

Tepat tanggal 22 Maret 2018, tim Susana diberangkatkan ke Ibu Kota negara India. Kemudian, mereka diantar menuju lokasi pelatihan di Barefoot College, Tilonia, Rajashtan, India.

“Waktu pertama tiba di India, saya takut dan gugup tapi kami terus didampingi menuju lokasi pelatihan. Saya hanya berdoa saja dan mengucap syukur,” pungkasnya.

Susana berkisah, hari pertama pelatihan LTS di India, ia dan rekan-rekannya belajar mengenal dasar-dasar warna kabel dan pengenalan alat dan bahan LTS. Materinya berlangsung selama beberapa bulan dibarengi praktek. Fasilitator pelatihannya dari India dan dari negara lain. Peserta juga berasal dari berbagai negara.

Tim Susana dibagi dalam beberapa kelompok atau grup diskusi dan bergabung bersama peserta dari negara lain.

Bahasa Inggris Jadi Tantangan Pelatihan

Bagi Susana, hal tersulit dalam materi pelatihan adalah kemampuan Bahasa Inggris. Susana mengaku, meskipun Bahasa Inggrisnya sulit namun mereka dibantu penerjemah dari faslitator pelatihan.

“Bahasa Inggris itu hal paling sulit yang kami alami selama di India. Tetapi kami dibantu penerjemah orang Bule. Dia baik sekali. Dia terjemahkan materi dalam bahasa Indonesia kepada kami. Pelan-pelan kami terus dibimbing,” lanjut dia.

Setelah materi, Susana dan rekan-rekannya mulai diarahkan merakit LTS. Sistem pembelajarannya mereka diberikan alat dan bahan LTS, kemudian disuruh merakit LTS. Bila dalam praktek tersebut ada kesulitan maka peserta berkonsultasi dengan fasilitator.

“Setelah materi, kami langsung praktek. Praktek itu mereka kasih kabel dan elemen listrik baru kita pasang sendiri. Pelan-pelan kami kerja (racik) masing-masing akhirnya semua menyala. Puji Tuhan. Saya terharu,” ungkapnya.

Selama enam bulan Susana dan rekan-rekannya hidup di India. Bagi dia, India kota yang nyaman dan asik. Tak berbekal ilmu elektro, tinggal di kampung Talwai Tasi, tak kenal Bahasa Inggris, dituding TKW Ilegal, namun Tuhan mengangkat mereka menjadi orang yang bisa merakit LTS. Itulah kisah paling berharga yang Susana cs alami dalam hidupnya. Ia tidak menyangka bisa ada di India.

“Saya berterima kasih kepada Wadah, kepada pak Gabriel Beri Bina, keluarga saya dan semua yang mendukung kami. Ini pengalaman yang saya tidak pernah lupa dalam hidup saya. Seperti mimpi. Terima kasih Tuhan,” pungkasnya.

Mama Terang

Korwil III Wadah Foundation Florencio Mario Vieira menjelaskan, Wadah hanya fokus menjaring mama-mama di Desa terpencil yang tidak berlistrik untuk diberangkatkan ke India ikut pelatihan LTS. Tujuannya, setelah pelatihan, mereka pulang dan merakit listrik untuk kebutuhan desanya. Program tersebut dinamai “Mama Terang.”

“Kenapa kami hanya fokus di mama-mama karena mama-mama ini sudah menikah dan hidup tetap di desa. Kami tidak mau ambil orang muda. Kalau yang muda kan kalau mereka menikah, ada kemungkinan mereka keluar ikut suami ke kota lain. Kalau begitu, program kami mubasir nanti. Itu alasan kami pilih mama-mama saja dalam program Mama Terang,” katanya.

Syarat berangkat ke India kata Mario, cukup sederhana. Syaratnya adalah, mama-mama bisa tenun dan bisa mengenal warna. Itu syarat utama Wadah merekrut mama-mama ke India, merakit LTS. Sebab, kalau orang bisa tenun, dia tentu akan bisa tenun (merakit) listrik. Syarat lainnya, peserta mampu mengenal semua jenis warna dengan baik.

“Syaratnya mereka bisa tenun. Kalau orang bisa tenun, mereka mudah merangkai kabel-kabel listrik. Benang yang begitu halus saja mereka bisa anyam jadi kain. Itu berarti kabel yang besar juga mereka bisa anyam menjadi listrik. Itu tujuan Wadah ambil dan fokus pada mama-mama,” ujarnya.

Program, Prioritas Ibu di Desa 

Mario menambahkan, syarat lainnya yaitu, mama-mama yang hidup di desa terpencil yang tidak memiliki akses listrik sama sekali. Tujuannya, setelah mereka diberi pelatihan dan dapat ilmu di India, pulang dan wajib merakit listrik di desanya untuk menerangi semua rumah warga.

“Di NTT termasuk Alor kami hanya fokus rekrut mama-mama dari desa terpencil yang tidak ada listrik. Tujuannya, kalau mereka pulang dari India, merekalah yang racik listrik sendiri di desanya,” tutur Mario.

Ia menyebut, saat ini kedatangannya ke Desa Tasi dan Desa Talwai di Alor hanya untuk memastikan 6 mama-mama itu mampu meracik 305 unit LTS untuk menerangi dua desa tersebut.

Alat dan bahan 305 unit LTS yang akan dipasang di kedua desa juga sudah tiba di Desa Tasi dan Talwai. Selasa, (10/12) pagi, Mario dan tim Wadah bersama Gabriel Beri Binna berangkat ke dua desa tersebut untuk menyaksikan perakitan LTS oleh enam mama-mama.

“Kami ke Alor mau pastikan 305 unit LTS harus terpasang di rumah masyarakat. Nanti enam mama-mama itu yang pasang. Kami akan bermalam di Desa Talwai,” lanjut Mario.

Tahun 2013 Wadah Foundation Hadir di NTT

Korwil Mario menjelaskan, Wadah Foundation hadir di NTT sejak tahun 2013. Saat ini program Wadah untuk LTS telah tersebar di beberapa wilayah tanpa listrik di pulau Timor, Flores (Sika) dan Alor, Propinsi NTT. Tahun depan Wadah akan hadir di lima desa di Kabupaten Nagekeo dan beberapa desa di pulau Timor.

Wadah Foundation, lanjut Mario, juga sudah membentuk Bengkel Wadah di semua desa yang ada eks pesertanya dari India. Para emak-emak yang pulang dari India tersebut akan menjadi anggota bengkel yang akan aktif bertugas merakit, mengawasi dan memeperbaiki kerusakan LTS di desanya.

“Bengkel ini akan berfungsi meracik LTS dan mengawasinya. Kan banyak proyek PLTS mubasir di mana-mana. Itu karena tenaga teknisnya dari luar daerah. Nah, kita ini siapkan SDM-nya baru turunkan projeck. Kita mau bengkel ini menjadi bengkel bersama yang meracik dan mengawasi LTS sendiri di desanya. Kita harap Mama Terang ini bisa dimanfaatkan juga oleh desa lain. Kalau ada desa lain yang butuh, ya silahkan koordinasi dengan Bengkel Wadah terdekat untuk diberi pelatihan dan pemasangan LTS. Tujuan Wadah sungguh mulia membantu orang-orang desa sekaligus mengangkat martabat perempuan Alor,” pungkasnya.

Mario pun berharap program tersebut dapat didukung pemerintah desa maupun pemerintah daerah setempat agar seluruh desa-desa yang kesulitan listrik dapat terlayani.

“Kami minta terima kasih kepada pak Gabriel Binna, Kepala Desa Tasi dan Talwai dan semua tim yang membantu dalam proses ini. Kita harap ada dana desa atau ada perhatian dari Pemda untuk pengembangan listrik di Alor. Fasilitator Bengkel Wadah sudah ada di Desa Tasi dan Talwai. Mari manfaatkan mereka untuk bangun Alor. Kita harap orang Alor, semua harus nikmati listrik,” tutup Mario.

Gabriel Binna: Terima Kasih Duta Besar Indonesia di India

Sementara Anggota DPRD NTT Gabriel Beri Binna mengucapkan terima kasih kepada Duta Besar Pemerintah Indonesia di India dan Duta Besar India di Indonesia. Kemudian, Kementrian Luar Negeri dan Kementrian terkait dan Pemprov NTT yang sudah mendukung keberangkan warga NTT termasuk warga Alor ke India. Ia berharap kerja sama tersebut dapat ditingkatkan di kemudian hari.

Gabriel terkejut, ternyata ada enam warga kampung dari Alor yang diberangkatkan Wadah ke India. Ia sebut, ini bukan hanya sekedar mimpi, namun ini sesuatu yang nyata terjadi di luar dugaan kita semua.

“Ini sesuatu yang terjadi tidak biasa di NTT, apalagi Alor. Semua ini terjadi di luar dugaan kita semua. Tentu ini karya kecil yang punya manfaat besar bagi kemajuan Alor dan NTT umumnya. Terima kasih Wadah Foundation,” tutur eks Waket DPRD NTT itu.

Menurutnya, karya besar peserta eks India dari perkampungan terpencil, terluar dan terbelakang di Propinsi NTT ini bisa bermanfaat dan diberdayakan untuk menerangi semua desa-desa yang kesulitan listrik di NTT. Gabriel juga mengingatkan agar program Wadah ini tidak dibenturkan dengan kepentingan politik daerah.

“Saya berharap dua desa ini menjadi contoh di Alor. Dua desa harus menjadi tempat belajar bagi desa lain. Program ini sangat bermanfaat, mari kita manfaatkan peluang ini secara bersama. Saya minta program ini tidak boleh dibenturkan dengan pemerintah. Apa yang dilakukan pemerintah kita dukung,” pungkasnya.

Kades Tasi Obet Kamesa dan Kades Talwai Yahya Padamai, mengucapkan terima kasih kepada Wadah Foundation dan Anggota DPRD Gabriel Beri Binna. Mereka bersyukur, sejak Indonesia merdeka, listrik baru saja masuk desanya melalui Yayasan Wadah.

“Kami bersyukur listrik sudah ada. Kami akan suport dengan Dana Desa di tahun mendatang. Saya pastikan semua warga saya harus punya listrik dari Wadah,” kata Kades Tasi Obet Kamesa didampingi Kades Talwai. (*dm).