Kalabahi –
Puskesmas Mebung Kecamatan Alor Tengah Utara (ATU), Kabupaten Alor, NTT dituding menolak melakukan tindakan perawatan medis kepada pasien dalam keadaan darurat. Penolakan tersebut dilakukan manajemen Puskesmas, lantaran pasien tidak dilayani selama berjam-jam di ruang rawat inap.
“Saya ditolak dilayani di Puskesmas Mebung,” kata pasien Jafet Lapuilana kepada wartawan, Sabtu, (4/1/2020) di Kalabahi.
Jafet menjelaskan, hari Sabtu (4/1) sekitar pukul 06.30 pagi, ia datang ke Puskesmas Mebung dengan masuk merawat luka benjolan yang berada di perutnya. Luka itu sudah membengkak dan sakit sepanjang malam.
Ketika tiba di Puskesmas, petugas medis memintanya masuk di ruang rawat inap menunggu dokter melakukan observasi atau pengecekan penyakitnya. Jafet kemudian masuk dan berbaring di tempat tidur.
Tempat Tidur Pasien Kotor
Sebelum berbaring, Jafet melihat tempat tidur pasien dalam keadaan kotor dan tidak ada sprei. Ia lalu meminta petugas membersihkan tempat tidur dan memasang sprei. Namun permintaan itu tidak diindahkan petugas. Jafet malah disuruh tidur di tempat tidur tanpa sprei dan membuka bajunya.
“Masuk di ruang rawat inap, perawat suruh saya tidur. Saya lihat loh ini tempat tidur kotor, tidak ada sprei lagi jadi saya minta kalau bisa pasang sprei dulu tapi mereka tidak pasang. Saya disuruh tidur saja sambil tunggu dokter,” katanya sambil meperlihatkan lukanya pada wartawan.
Menunggu beberapa jam kemudian, dokter tak kunjung datang memeriksa lukanya. Jafet lalu bangun, meminta rujukan kepada petugas untuk dirujuk ke RSUD Kalabahi. Rujukan pun tidak diberikan kepada Jafet. Ia kesal dan meninggalkan gedung Puskesmas Mebung.
“Terus terang saya sangat kecewa. Kalau mau bayar kan saya bisa bayar. Kenapa saya ditolak dan tidak mendapat perawatan medis yang layak? Kalau pelayanan begini saya anggap tidak mendukung program Bupati; Alor Sehat,” kesal Jafet yang juga warga Desa Nurben itu.
Pasien Masuk Puskesmas Mebung Pagi Hari
Kepala Puskesmas Mebung Dematrius Marpada membenarkan ada pasien bernama Jafet Lapuilana yang masuk ke Puskesmas Mebung Sabtu pagi namun tidak dirawat. Ia mengatakan, dirinya sempat mendapat keluhan SMS dari pasien Jafet.
Setelah mendapat keluhan Jafet, Dematrius mengaku ia langsung menelpon Kepala Rawat Inap, mengecek kebenaran informasi tersebut. Kata Kapus, menurut informasi dari Kepala Rawat Inap, pasien Jafet memang masuk Puskesmas sekitar pukul 06.30 pagi namun pada saat dokter ingin melakukan tindakan medis, Jafet malah tidak mau menunjukan lukanya.
“Benar jam 8.49 pak Jafet SMS saya. Dia kecewa terhadap petugas rawat inap. Saya langsung telepon tanya Kepala Rawat Inap; dia (Jafet) ada luka ko tidak berobat? Kepala bilang, dia arahkan ketemu dokter. Dokter tanya, lukanya yang mana? Nah, Jafet bilang, ibu tidak perlu lihat lukanya,” ujarnya.
Kapus menambahkan, tak menunjukan lukanya kepada dokter, Jafet lantaran meminta surat rujukan ke RSUD Kalabahi. Akan tetapi dokter disebut Kapus, tidak memberikan surat rujukan dengan alasan pasien belum diobservasi atau diperiksa.
“Tidak mau kasih tunjuk luka tapi dia (Jafet) minta dokter, ibu hanya kasih rujukan ke RSUD saja. Ibu dokter kan tidak lihat sakitnya, keluhannya apa, masa mau kasih rujukan? Kan dokter perlu periksa dulu baru kalau penyakitnya parah dan tidak bisa dilayani ya baru dikasih rujukan ke RSUD. Jadi ibu Kepala Rawat Inap bilang tidak ada aturan (pasien belum diperiksa dikasih surat rujukan) begitu,” ungkap Kapus.
“Apa benar pasien Jafet dibiarkan tidur sambil buka baju di ruang rawat inap tanpa ada tindakan medis selama beberapa jam?” tanya wartawan.
Mengecek Kebenaran
“Info itu saya baru dengar. Nanti besok saya cek di Puskesmas,” jawab Kapus.
Kapus juga membantah pihaknya menolak pasien Jafet dalam kondisi darurat. Ia menyebut, selama tiga tahun dia bertugas di Puskesmas Mebung, belum pernah menolak pasien.
“Puskesmas tidak pernah tolak Pasien. Selama tiga tahun saya pimpin Puskesmas, saya tidak pernah tolak pasien. Misinya kami semua itu, kami melayani siapapun yang masuk Puskesmas,” tutur dia.
Dematrius memastikan, apabila dalam kasus tersebut, petugas medis dianggap melanggar SOP pelayanan kesehatan kepada pasien maka pihaknya akan mengambil langkah menegur bawahannya.
Puskesmas Mebung Kekurangan Tenaga
Ia pun menyebutkan, petugas medis yang piket malam di Puskesmas hanya berjumlah tiga orang saja. Hal itu kemungkinan berpengaruh pada pelayanan medis yang tidak maksimal di Puskesmas Mebung.
“Piket tiga orang saja, mungkin petugas lebih perhatikan pasien yang lain yang lebih mengancam nyawa. Nanti saya cek,” pungkasnya sambil mengaku siap bertanggungjawab masalah itu apabila dipanggil Kadis Kesehatan Alor dr. Maya Blegur.
Diketahui, Pasal 32 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pasien yang dalam keadaan darurat serta wajib memberikan pelayanan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Ada sanksi pidana bagi rumah sakit yang tidak segera menolong pasien yang sedang dalam keadaan gawat darurat.
Berdasarkan Pasal 190 ayat (1) dan (2) UU Kesehatan, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Dalam hal perbuatan tersebut mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (*dm).