Kunker, DPRD Alor Temui Masalah Antrian Obat di RSUD

Ketua dan Anggota Fraksi Persatuan Nurani DPRD Alor sedang berdialog dengan Kepala Farmasi Fera Moll, Kamis (9/1) di Ruang Farmasi RSUD Kalabahi.
Ketua dan Anggota Fraksi Persatuan Nurani DPRD Alor sedang berdialog dengan Kepala Farmasi Fera Moll, Kamis (9/1) di Ruang Farmasi RSUD Kalabahi.

Kalabahi –

Fraksi Persatuan Nurani DPRD Kabupaten Alor Propinsi NTT kunjungan kerja (Kunker) ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kalabahi, Kamis (9/1/2020). Kunjungan kerja tersebut ditemukan masih ada keluarga pasien mengantri pengambilan obat berjam-jam di loket Instalasi Farmasi.

“Kami menemukan masalah antrian obat-obatan di Instalasi Farmasi RSUD. Ternyata yang menjadi masalah adalah kita kekurangan tenaga teknis dan tenaga Apoteker. Itu masalahnya,” kata Ketua Fraksi Persatuan Nurani, Ibrahim Nampira, di sela Kunkernya, Kamis (9/1) di RSUD Kalabahi.

Kunker, Ketua Fraksi Ibrahim Nampira, Sekretaris Fraksi Dony M. Mooy, Anggota Fraksi Ernes Mokoni, Cornelis Sarata dan Yusak Olang kemudian berdialog dengan Kepala Instalasi Farmasi Fera Moll, didampingi stafnya, Ester Magang dan Ribrina Kelendonu.

Kurang Tenaga Hambat Pelayanan Obat

Dialog, Kepala Instalasi Farmasi Fera Moll mengaku pihaknya memang kekurangan tenaga Apoteker dan tenaga teknis selama ini, sehingga menghambat kelancaran pelayanan obat-obatan di rumah sakit pelat merah itu.

Fera menyebutkan, saat ini tenaga Farmasi di RSUD berjumlah 30 orang, terdiri dari: 4 tenaga administrasi, 4 tenaga Apoteker dan 22 orang tenaga teknis.

Jumlah tenaga tersebut kata Fera dibagi tugas shif pagi, siang dan malam. Ia mengaku jumlah tenaga itu masih tergolong jauh dari standar yang ditetapkan Undang-undang Kesehatan maupun peraturan kesehatan terkait.

“Kami masih kurang tenaga Apoteker 4 orang dan tenaga teknis 6 orang. Itu kendala kami. Karena kami di sini bekerja ada sihif pagi, siang dan malam. Jadi masih kurang tenaga,” kata Fera di hadapan Anggota DPRD Alor.

Selain kekurangan tenaga, Fera juga mengeluhkan honor tenaga Apoteker yang tergolong kecil. Upah yang diberikan pemerintah daerah hanya Rp 600 ribu/bulan/tenaga Apoteker. Hal itu menurut Fera tidak cukup dengan beban kerja anak buahnya.

“Tenaga kami di sini rata-rata honorer. Gaji mereka tidak cukup. Hanya Rp 600 ribu/bulan. Padahal mereka melayani shif pagi, siang dan malam,” ujar Fera menjawab pertanyaan Anggota DPRD Ernes Mokoni, Yusak Olang dan Cornelis Sarata.

Naikan Insentif

Manajemen Farmasi meminta para Anggota DPRD memperjuangkan penambahan tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis serta menaikan sedikit insentif honorer.

“Gaji Apoteker itu standarnya Rp 2.500.000/bulan. Kalau sekarang kan hanya Rp 600 ribu. Ini sama sekali tidak cukup. Kalau bisa dinaikan sedikit,” staf Apoteker Ribrina Kelendonu menambahkan, sambil mengaku saat ini Apoteker tidak mengalami masalah ketersedian stok obat-obatan.

Bila masalah kekurangan tenaga tersebut mampu diatasi pemerintah daerah maka Kepala Farmasi memastikan pelayanan obat-obatan tidak akan mengalami antrian di kemudian hari.

Menjawab hal itu, Ketua Fraksi Ibrahim Nampira mengatakan, DPRD akan menggelar Rapat Kerja bersama pemerintah, membahas masalah antrian obat di RSUD Kalabahi.

Ibrahim yakin usai Rapat Kerja nanti, pemerintah dan DPRD akan menyanggupi penambahan tenaga Apoteker di RSUD untuk membantu kelancaran pelayanan obata-obatan.

“Semua masalah dari Farmasi kami serap dan catat dengan baik. Nanti kami koordinasi dengan teman-teman di Komisi menggelar Rapat Kerja membahasa masalah ini. Kita harap ya bisa ada penambahan tenaga Apoteker dan tenaga teknis,” pungkasnya.

DPRD Perjuangkan Insentif

Senada, Sekretaris Fraksi Dony M. Mooy mengaku, pihaknya akan konsen memperjuangan kesejahteraan tenaga kesehatan khususnya tenaga Apoteker dalam Rapat-rapat di DPRD.

Dony mengakui, insentif tenaga kesehatan tergolong kecil karena kemampuan keuangan daerah sangat terbatas. Oleh karenanya politisi PSI itu akan membahas masalah itu bersama pemerintah, genjot PAD membiayai insentif tenaga kesehatan.

“Kalau saya sih insentif mereka (Tenaga Apoteker) ini dinaikan Rp 1.5 juta/bulan. Kita tidak bisa paksakan juga karena APBD kecil. 20% untuk pendidikan, 10% Kesehatan, 45% DAU kita yang hampir 600 M lebih pakai bayar gaji PNS. Sisanya hampir 25% saja kita pakai bangun daerah. Kecil sekali. Kalau PAD kita digenjot maka saya yakin gaji tenaga kesehatan bisa kita usul naikan semua,” pungkas eks Ketua KNPI Alor itu.

Dony juga mengaku saat ini DPRD dan pemerintah sudah ketuk palu menaikan anggaran untuk BPJS Daerah sebesar 24 Miliar. Kebijakan politik anggaran kesehatan itu baru dinaikan cukup fantastis di tahun ini dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Bekas ketua GMKI Kalabahi itu mengatakan, kenaikan anggaran BPJS Daerah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Dony meminta masyarakat yang tergolong kurang mampu, segera mengurus BPJS di kantor BPJS Alor.

“Syaratnya, bawa KTP dan Kartu Keluarga saja. Saya turun ke masyarakat saya sering pesan ke Kepala Desa dan Camat supaya identifikasi masyarakat kecil dan membantu mengurus KTP dan KK untuk daftar ke kantor BPJS Daerah. Di Kalunan baru-baru saya urus sendiri masyarakat punya BPJS. Biaya bulanan gratis. Tidak ada bayar-bayar. Kalau ada kartu BPJS Daerah, masyarakat kecil berobat gratis,” tutur Dony Mooy sambil berdiaolog dengan salah satu pasien di RSUD.

Alor Kurang Stok Darah

Sementara Anggota DPRD Ernes Mokoni, Cornelis Sarata dan Yusak Olang juga memantau langsung ruangan Transfusi Darah di RSUD Kalabahi. Menurut mereka, masalah ketersediaan darah menjadi persoalan publik yang ramai mendapat keluhan dan sering tercuak di media sosial.

“Stok darah ini hampir setiap hari ada keluhan dari masyarakat. Orang ramai posting di status facebook minta darah. Makanya kita datang cek, apa masalahnya. Kalau memang ada kekurangan tenaga transfusi darah atau kekurangan tabung darah ya pemerintah bisa isi. PNS atau honorer yang bidang transfusi darah itu akan kami bicarakan di Komisi supaya pemerintah bisa tarik masuk RSUD,” kata Ernes, Cornelis dan Yusak.

Namun sayang, Kunker di ruang Tranfusi Darah itu para Anggota DPRD tidak sempat menemui Kepala Transfusi Darah.

Ketua dan Anggota Fraksi Persatuan Nurani kemudian memantau ruang Sal Kelas I, II dan III. Mereka memeriksa MCK, tempat tidur pasien, alat kesehatan serta berkonsultasi dengan pasien dan dokter. (*dm).