Kalabahi –
Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kalabahi, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sementara kepada 52 orang tenaga stafnya.
Kebijakan pemberhentian tersebut dilakukan setelah Tim Akreditasi Kemenkes RI menemukan kelimapuluh dua orang itu ternyata belum memiliki kartu registrasi tenaga kesehatan.
“Yang diberhentikan sementara itu jumlahnya 52 orang. Perawat bidan 44 orang. Tenaga kesehatan lain 8 orang. Pemberhentian tanggal 6 Januari (2020) kemarin,” kata Kepala Unit Informasi Pengaduan dan Humas RSUD, Nova Nely Namo, A.Md kep.,SH, Selasa (14/1) di Kalabahi.
Nova menjelaskan, keputusan pemberhentian dilakukan Manajemen RSUD, setelah Tim Akreditasi Kemenkes RI melakukan survey di rumah sakit, waktu lalu.
Hasil survey Tim Akreditasi ternyata terdapat 52 orang tenaga kesehatan yang dikontrak melalui SK Bupati Alor Drs. Amon Djobo semuanya belum mengantongi Surat Tanda Registrasi atau STR. Ada juga yang belum diperpanjang STR-nya.
Rekomendasi Tim Akreditasi
Tim Akreditasi lalu merekomendasikan kepada Manajemen RSUD, pemberhentian segera 52 orang tenaga kesehatan. Rekomendasi Tim Akreditasi kata Nova, RSUD hanya boleh mempekerjakan tenaga yang memiliki kartu STR kesehatan.
“Mereka tidak ada Surat Tanda Registrasi. Ada yang belum diperpanjang. Jadi Tim Akreditasi rekomendasi pemberhentian sementara sambil mereka mengurus STR. STR itu semacam Sim di kesehatan jadi wajib mereka urus,” katanya.
Menurut Nova, survey Akreditasi biasanya dilakukan Tim Akreditasi secara berkala selama tiga atau empat tahun untuk menilai kelayakan mutu pelayanan di RSUD Kalabahi.
Akreditasi sendiri merupakan suatu Badan yang ditunjuk Kementrian Kesehatan RI untuk melakukan survey menilai mutu pelayanan di semua Falkes termasuk RSUD di seluruh Indonesia.
Apabila dalam prakteknya, tenaga RSUD tidak memiliki kartu STR maka hal itu melanggar ketentuan peraturan kesehatan dan berpengaruh pada mutu pelayanan di RSUD Kalabahi.
Ia menerangkan, dasar hukum kepemilikan SRT oleh tenaga kesehatan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 83 Tahun 2019 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
“Survey Akreditasi itu menilai mutu RSUD. Salah satu syaratnya, tenaga wajib memiliki STR. Pasal 2 ayat (1) PMK 83 Tahun 2019, mewajibkan setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR. Kalau dia tidak memiliki STR dalam prakteknya ada kejadian kelalaian maka nanti RSUD yang disalahkan,” jelas Nova.
Manajemen RSUD meminta 53 stafnya yang diberhentikan agar segera mengurus kartu STR pada organisasi profesi masing-masing. STR tersebut akan dikeluarkan Majelis Tinggi Kesehatan Indonesia (MTKI), setelah diusulkan organisasi profesi masing-masing.
Manajemen RSUD lanjut Nova, selama kurun waktu tiga tahun ini sudah mengingatkan 52 stafnya itu untuk mengurus STR. Namun himbaun tersebut belum dilakukan staf hingga Tim Akreditasi menemukan sendiri.
Urus Kartu STR
Dia menambahkan, bila nanti 52 orang staf tersebut sudah mengurus dan mengantongi kartu STR maka Manajemen RSUD akan mempekerjakan mereka kembali.
Keputusan RSUD mengeluarkan surat PHK sementara kepada 52 stafnya itu agar mereka fokus mengurus STR. Nova juga mengungkapkan, Manajemen RSUD sudah melaporkan masalah PHK sementara 52 staf kepada Bupati Alor.
“Rumah Sakit sudah laporkan temuan tidak ada STR staf kepada Bupati Alor. RSUD juga sudah mengeluarkan surat PHK sementara tertanggal 6 Januari 2020. Tanggal 6 itu batas toleransi dari November 2019 yang kita berikan. Tenaga diharapkan fokus mengurus STR-nya. Bagi yang sudah ada STR sudah boleh masuk kerja,” terang Nova.
Dirinya menyebut, Manajemen RSUD mengakui PHK 52 stafnya itu sedikit mengganggu pelayanan di RSUD. Akan tetapi pihak RSUD sudah mengantisipasi kekosongan tenaga tersebut dengan diperbantukan tenaga di bagian pelayanan.
“Bagian pelayanan kita perbantukan. Sudah diantisipasi. Memang tenaga RSUD sebenarnya ada kelebihan. Tapi (kekurangan PHK sementara ini) kita usahakan, kita jalan. Tidak ada pelayanan yang terganggu,” pungkas Kepala Humas, Nova, sambil menghimbau 52 staf segera urus STR secepatnya. (*dm).