Kalabahi –
Pemkab Alor dan DPRD sepakat akan mengontrak dua dokter spesialis anak untuk penanganan wabah demam berdarah dengue atau DBD di Kabupaten Alor, Propinsi NTT.
Kesepakatan politik tersebut dituangkan dalam rekomendasi Rapat Kerja Komisi III DPRD, Dinas Kesehatan dan RSUD, Jumat (7/2/2020) di Kalabahi.
“Rapat Kerja tadi, disepakati ada penambahan dua dokter anak. Nanti Dinas Kesehatan minta satu (dokter) dari propinsi, satunya lagi dikontrak. Jadi butuh dua dokter kita kontrak untuk bantu (tangani KLB DBD Alor),” kata Ketua DPRD Alor Enny Anggrek, Jumat (7/2) di Kalabahi.
Menurutnya saat ini RSUD Kalabahi hanya memiliki satu dokter spesialis anak. Hal itu sedikit menyulitkan proses penanganan 103 pasien anak terjangkit DBD di rumah sakit itu.
Enny meminta Dinas Kesehatan dan RSUD segera membuat telaah staf kepada Bupati Alor Drs. Amon Djobo untuk menindaklanjuti rekomendasi politik, Rapat Kerja.
Kajian Usulan Dokter
Ketua DPRD menyarankan OPD teknis kesehatan membuat telaah staf yang rasional, utamanya terkait skema pembiayaan kontrak dokter spesialis, harus mempertimbangkan aspek kemampuan keuangan daerah.
Politisi PDIP itu pun menghimbau kepada para dokter yang akan bersedia dikontrak pemerintah, untuk memahami kondisi Alor yang kini sedang berduka atas misibah wabah DBD yang merenggut 2 korban jiwa.
Dirinya yakin masih ada dokter spesialis anak berhati mulia yang akan bersedia dikontrak membantu melayani penanganan wabah KLB DBD di Kabupaten Alor.
“Saya yakin masih ada dokter berhati mulia yang ingin melayani kita di Alor,” katanya.
Selain itu, Enny mengatakan, Rapat Kerja, Dinas Kesehatan Alor juga akan meminta bantuan dokter ahli dan tim medis Dinas Kesehatan Propinsi NTT untuk diperbantukan menangani kasus DBD Alor.
Terpisah, Direktur RSUD dr. Ketut mengakui pihaknya kekurangan dokter anak dalam penanganan kasus DBD. Ia sudah menyampaikan persoalan tersebut dalam Rapat Kerja bersama Komisi III.
Menurut dr. Ketut, rekomendasi Rapat Kerja disepakati bahwa pemerintah akan mengontrak dua dokter anak dan menarik beberapa dokter dari puskesmas untuk diperbantukan di RSUD, menangani kasus DBD.
“Kita butuh dua dokter anak ya. Itu yang dibahas tadi dengan DPRD. Nanti tindak lanjutnya seperti apa, kita lihat ya. Kalau kontrak ya tentu kita biayanya. Selain kontrak, akan mutasi dokter dari puskesmas untuk bantu kita (RSUD). Kita doakan masyarakat Alor jangan sakit lagi ya,” ujar dr. Ketut seusai Rapat Kerja di DPRD bahas KLB DBD.
Dinkes Kehabisa Obat Abate
Ketua DPRD menyebut hasil Rapat Kerja terungkap bahwa saat ini Dinas Kesehatan Alor kehabisan Obat Abate. Abate disebutnya, merupakan obat yang berfungsi membasmi nyamuk pembawa virus DBD, yakni Aedes Aegypti.
Cara kerja Abate adalah dengan menghambat kinerja enzim pada nyamuk yang berperan dalam pembentukan sel saraf dari larva atau jentik serangga tersebut.
Hasilnya, jentik nyamuk tidak dapat berkembang bahkan langsung mati sesaat setelah menelan atau kontak dengan bubuk Abate yang ditaburkan pada habitat mereka, yakni genangan air.
Tak hanya membunuh, Abate juga memiliki efek residu yang bekerja untuk menghalau kembalinya nyamuk atau serangga selama beberapa minggu setelah pemakaian.
Hasil Rapat Kerja, Ketua DPRD mengaku, saat ini Dinas Kesehatan sedang pengadaan obat Abate. Dipastikan beberapa hari ke depan, obat tersebut akan tiba di Alor dan langsung dibagikan petugas ke warga.
“Obat Abate habis, tapi minggu depan sudah ada,” ungkap Ketua PDIP Alor itu.
Bila pembagian obat oleh petugas, Enny meminta warga menerima obat Abate untuk dipergunakan di bak air, kamar mandi, guna membasmi nyamuk beserta telur dan larvanya.
Enny pun menghimbau kepada orangtua, intens memperhatikan kesehatan anak di rumah. Apabila anak diduga terserang demam berdarah maka diminta segera memeriksanya di RSUD maupun di puskesmas terdekat.
“Mohon perhatian orang tua untuk menggosok anak dengan minyak telon, tawon, nona mas jika anak-anak keluar rumah, ke sekolah atau beraktivitas di luar rumah. Dan jika anak-anak panas segera memeriksa ke dokter atau puskesmas terdekat agar dapat diketahui apakah DBD atau tidak,” ujarnya.
Dinkes Kehabisan Bahan Bakar
Selain kekurangan obat Abate, Enny menyebut, Dinas Kesehatan Alor juga kehabisan bahan bakar untuk alat fogging. “Untuk semprot mulai dilakukan tapi bahan bakar habis sehingga Senin sudah bisa dilanjutkan,” lanjut dia.
Hasil Rapat Kerja juga disepakati, pemerintah perlu membentuk Pokja khusus penanganan KLB DBD. Pokja tersebut kata Enny, strukturnya akan dibentuk sampai ke tingkat kecamatan dan desa/lurah. Tugasnya, menangani masalah-masalah DBD secara terpadu dan komprehensif.
“Nanti dibuat Pokja supaya koordinasi dan pelaksanaannya lebih gampang. Dananya disiapkan (pemerintah),” tutur Enny Anggrek.
Ia menambahkan, informasi yang diperolehnya, saat ini Kementrian Kesehatan akan membantu puluhan ribu kelambu untuk dibagikan kepada masyarakat. Enny berharap bantuan tersebut dipergunakan sebaiknya untuk membantu mengatasi kasus KLB di Alor.
Usai Rapat Kerja, sekira pukul 12.00 siang, Enny Anggrek berkunjung ke RSUD Kalabahi, memantau kondisi pasien DBD, fasilitas tidur, pelayanan medis dan obat-obatan. Ia mendapat keluhan dari keluarga pasien bahwa, RSUD lambat menangani obat-obatan pasien DBD.
Kasus DBD mulai mewabah di seluruh wilayah Kabupaten Alor Propinsi NTT sejak pekan lalu. Pemerintah pun resmi menetapkan kasus DBD dalam status kejadian luar biasa atau KLB.
Penetapan status KLB DBD tersebut dilakukan Kadinkes Alor dr. Maya Blegur, menyusul tren jumlah pasien terjangkit DBD terus bertambah menjadi 113 orang. Data itu, dua pasien di antaranya dinyatakan meninggal dunia. (*dm).