Kalabahi, Tribuanapos.net – Membuka sekolah baru tentu bukan pekerjaan mudah. Apalagi sekolah itu dibuka tanpa biaya dan letaknya pun berada di pegunungan, jauh dari akses perkotaan.
Meskipun banyak rintangan, Eliseba Lengmani dan empat rekannya nekat mencetus niatnya membuka sekolah baru di desanya. Desa Mataru Selatan.
Desa itu terletak di Pegunungan Kecamatan Mataru Kabupaten Alor Propinsi NTT. Wilayah yang berbatasan laut dengan negara tetangga RDTL.
Eliseba berkisah, awalnya niat mendirikan sekolah dasar baru, muncul darinya dan empat rekannya. Mereka adalah; Paulina Padalani, Terince Makanbiki, Betel Manimau dan Asalina Gomang.
Sekolah itu dibuka atas motivasi bahwa anak-anak desanya sulit mendapatkan akses pendidikan yang layak. Tak ada ruang belajar dan pengajar maupun fasilitas pembelajaran.
Melihat kondisi anak-anak desa yang kian bertambah, kelima perempuan Alor tersebut berniat mengkomunikasikan masalahnya kepada orang tua murid. Para orang tua lalu bersepakat memberi kepercayaan kepada mereka berlima membuka sekolah baru. Namanya SD Melati Kilakawada.
27 Juli SD Melati Kilakawada Didirikan
Tepat tanggal 27 Juli 2018, SD Melati Kilakawada resmi didirikan. Tak ada biaya operasional sekolah, tak ada honor maupun tak ada gedung baru seperti gedung SD umumnya. Mereka lantas membuat pondok sederhana untuk dijadikan proses KBM, membaca dan menulis.
“Kami lima orang buka sekolah mulai dari tanggal 27 Juli 2018,” katanya dikutip canel youtube Geser Alor, Minggu (3/11/2019).
Lantas darimana gurunya? Siapa yang mengajar? Eliseba menyebut guru yang diperbantukan mengajar adalah dia dan keempat rekannya. Mereka mendidik anak-anak mengenai cara mengenal huruf, membaca dan menulis, awalnya.
Kelima guru tersebut mengajar tanpa dibiayai alias sukarela. Begitu seterusnya hingga memasuki akhir tahun 2019 ini.
“Sukarela. Seribu rupiah pun tidak. Tidak ada sampai sekarang (3/11),”kata Eliseba.
Setahun lamanya KBM berlangsung. Anak-anak diajarkan pendidikan dasar, membaca dan menulis juga karakter kepribadian, meski dengan fasilitas swadaya yang terbatas, seadanya.
Kendati pengabdian secara sukarela, tidak mengurungkan niat kelima guru Komite tersebut berhenti mengajar.
Diknas Angkat Plt
Januari 2019, Diknas mengangkat seorang Plt Kepala Sekolah. Plt kemudian bersama kelima pahlawan tanpa tanda jasa, menjalankan KBM di sekolah. Sekolah itupun statusnya kemudian dinegerikan.
“Kemarin kami dirikan sekolah itu hanya dengan kami guru komite, ini yang kami berjalan sampai dengan Januari 2019. Kemudian baru penetapan Plt di sini,” katanya.
Setelah menjalankan KBM, jelang beberapa bulan, Dinas Pendidikan menempatkan dua tenaga guru PNS untuk diperbantukan di sekolah itu.
Meskipun tiga orang guru PNS ditugaskan di sekolah tersebut, namun mereka tidak sepenuhnya berada di lokasi. Walau demikian, proses KBM tetap dijalankan kelima perempuan pencetus sekolah itu.
“Sekalipun tiga pegawai negeri ini tidak ada tapi kami lima orang tetap masih jalani (proses KBM),” katanya.
Kondisi SD Melati Kilakawada Memprihatinan
Video youtube Geser Alor berdurasi 2 menit 48 detik, terlihat kondisi gedung SD Melati Kilakawada dibangun berlantai tanah, berdinding bambu dan beratap bambu pula.
Meja dan kursi belajar semuanya terbuat dari kayu. Sangat sederhana. Ada papan tulis menempel di dinding kelas yang masih terlihat tulisan kapur. Pada atap bambu, bocor.
Musim hujan, kelima guru relawan meminta para muridnya membawa payung gunung dari rumah masing-masing. Tujuannya, memakai payung tersebut saat KBM bila hujan datang. Kisah ini mirip film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata di Belitung Timur.
Tidak Ada Bahan Ajar
Terkait bahan ajar KBM, Eliseba bilang, bahan ajar yang digunakan di kelas, tidak ada. Ia lalu terharu dan menangis. Walaupun konsisi sekolah yang memprihatinkan, namun semangat anak muridnya belajar untuk mengejar cita-citanya, luar bisa hebat.
“Buku panduan untuk guru, kami pakai ajar yang masih kurang. Bukan kurang tapi memang tidak ada,” pungkas Eliseba sambil meneteskan air matanya. Rupanya dia terharu mengingat sulitnya masa perjuangan dia dan rekan-rekannya mencerdaskan anak-anak bangsa di pegunungan Alor.
Bahan ajar yang dipakainyapun dibantu dari SD Negeri Fuikang dan SD Negeri Rumalelang.
Walapun sekolah dengan penuh keterbatasan, komitmen kelima perempuan Alor untuk mengabdi mencerdaskan anak bangsa di desanya terus dilakukan. Mereka tetap fokus mengabdi dengan harapan bahwa anak-anak bisa membaca dan menulis hingga suatu saat nanti menjadi pemimpin di daerah ini.
“Kami lima orang berkomitmen, sekalipun pegawai negeri datang itu karena tugas. Tugas negara mereka ada di sini. Tapi kita, bagaimana kita punya anak-anak bisa mengenal, bisa baca, bisa tulis. Itu kami berupaya untuk berada di sini ajar kami punya ana-ana,” tutup Eliseba sambil membersihkan air matanya.
Geser Alor memosting kondisi SD Negeri Melati Kilakawada pada tanggal 3 November 2019. Postingan tersebut viral di dunia maya. Sejumlah netizen prihatin dan mengharapkan sekolah tersebut mendapat perhatian pemerintah.
Kadis Geram Postingan Geser
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor, Alberth N. Ouwpoly, M.Si, kecewa atas postingan Geser Alor di chanel youtube-nya yang bertuliskan judul; ‘Rintihan Anak Negeri di Kab. Alor-NTT. Alberth meminta masalah itu diurus Geser Alor.
“Suruh sj Geser urus. trims,” tulis Alberth via inbox saat dimintai tanggapan terkait perhatiannya pada sekolah itu.
Kadisdik mengatakan, sudah terjun langsung melihat kondisi SD Negeri Melati Kilakawada baru-baru ini. Ia menghimbau Geser Alor jangan membuat postingan sensasi murahan untuk mencari empati dan dukungan orang.
“Sy bln lalu ada di itu sekolah. tanya sj itu ibu gr (guru Eliseba) n geser. jgn (jangan) buat sensasi murahan ut cari empati n dukungan org. trims,” kata Kadisdik Alberth.
Akademisi Untrib, Alboin Selly, S.Pd.,M.Pd, meminta pemerintah dan DPRD beri perhatian serius kepada SD Melati Kilakawada. Sebab sekolah tersebut kini benar-benar membutuhkan bantuan.
“Saya kira pemerintah perlu beri perhatian khusus pada SD Melati Kilakawada. Mereka sangat butuh perhatian itu,” katanya.
Alboin menyoroti sistem perekrutan tenaga kontrak daerah yang dilakukan pemerintah daerah saat ini. Baginya, pengangkatan dan penempatan tenaga guru kontrak belum berdasarkan analisis jabatan dan kebutuhan. Itu sebabnya sejumlah sekolah di pedesaan masih kekurangan guru dan sulit mendapat akses pendidikan yang layak.
“SK pengangkatan guru honorer harus dilakukan berdasarkan kebutuhan sekolah. Analisisnya harus ada, dan perlu ada standar-standarnya. Bila perlu seleksi guru honor, libatkan kampus-kampus. Kalau tidak ya guru hanya menumpuk di kota saja,” tutup Alboin. (*dm).