AYO GERAKKAN KONSEP “PROSUMEN”
MANA TAHU PANDEMI MASIH BERKEPANJANGAN
Oleh: Dr HANDRAWAN NADESUL
Kehilangan pekerjaan, kehilangan penghasilan, persediaan cadangan makanan habis, krisis pangan bisa bermasalah besar. Apa solusi? “Prosumen.”
Dulu waktu banyak daerah kekurangan gizi, pemerintah memilih kebijakan proyek makanan tambahan, di sekolah dan di posyandu.
Kita tahu, pemberian makanan tambahan hanya insidental sekali sebulan. Masalah kekurangan gizi tidak mungkin diselesaikan hanya insidental, karena harus terapi rutin setiap hari. Kebijakan proyek ratusan milliar rupiah tetap saja jalan, hasilnya tidak berbuah. Angka kekurangan gizi masyarakat tetap tinggi.
Saya pernah menulis opini di Kompas waktu itumengkritisi kalau proyek itu pemborosan dan tidak menyelesaikan masalah. Bahwa untuk kondisi Indonesia, dengan tingkat pendidikan yang rata-rata belum tinggi, dan yang kekurangan gizi dominasi strata bawah, pilihan paling tepat mengadopsi konsep “Prosumen”.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/04/18/foto-foto-hoax-pasien-01-covid-19-ntt-yang-beredar-di-jagat-maya/
Konsep ini ditawarkan oleh futurolog Alfin Toffler dalam bukunya lebih 40 tahun lampau. Yakni dengan cara masyarakat dibekali kemampuan untuk menyediakan kebutuhan hariannya secara mandiri tak bergantung pemerintah. Bagaimana caranya?
Buat proyek pemberian bibit ternak unggas, belut, ikan dan tanaman sayur mayur, serta buah untuk ditanam dan dibudidaya di pekarangan rumah. Kita tahu umumnya di perdesaan mereka punya lahan menganggur yang lumayan luas. Di lahan pekarangan itu mereka disuluh bagaimana cara beternak belut, lele, atau ikan selain beternak itik atau ayam. Disuluh pula menanam sayur mayur, bisa pula secara hidroponik, serta buah yang rajin berbuah, antara lain pepaya jambu, pisang.
Dari belut dan lele dimanfaatkan protein hewani untuk makan sekeluarga, dari itik dan ayam diambil telurnya untuk memenuhi kecukup protein khsusnya anak, dan dari sayur mayur dan buah untuk kecukupan vitamin serta serat. Mereka tinggal membeli garam, beras, sabun serta odol untuk sehari-hari.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/04/19/meski-covid-19-pemkab-alor-tetap-gelar-ujian-sekolah/
Itulah realisasi konsep prosumen yang dimaksudkan. Dengan demikian tidak harus bergantung kepada pasokan pemerintah, atau harus membeli ketika daya beli keluarga semakin merosot.
Modal memberikan bibit itik atau ayam, bibit belut dan lele, bibit sayur mayur dan pohon buah pepaya, total cukup Rp 500 ribu/keluarga, untuk bertahan hidup lebih lama tanpa bergantung pihak lain.
Bisa jadi produksi dari budidaya dan bertanam sayur serta buah hasilnya melebihi kebutuhan harian keluarga, sehingga dari menjual kelebihan hasil bisa dikembangkan untuk menanam padi, ubi, singkong, jagung, dengan demikian makanan pokok pun tidak perlu membeli.
Saya pikir ini realistis ketika kita tidak bisa memprediksi pasti kapan ketika dari kondisi tidak bisa berpenghasilan untuk sekadar memenuhi hidup sehari-hari saja ini akan berkahir. Donasi dan uluran tangan pemerintah pasti ada batasnya. Semoga ini jalannya. Salam sehat. (*).
*Dr. Handrawan Nadesul adalah dokter yang kini konsen menulis buku kesehatan termasuk buku covid-19. Ia tinggal di Jakarta.