Merawat Politik Dalam Budaya Alor

Ir. Ansgerius Takalapeta
Ir. Ansgerius Takalapeta
MERAWAT POLITIK DALAM BUDAYA ALOR
Oleh: Ir. Ansgerius Takalapeta
(Materi Pengantar dialog bersama peserta Seminar Politik dan Kerukunan yang diselenggarakan oleh DPC GAMKI Kabupaten Alor pada Sabtu, 21 September 2024).
CATATAN AWAL
Pertama: Saya menyatakan salut atas prakarsa GAMKI Alor menyelenggarakan Kegiatan Seminar dengan tema “Merawat Toleransi dan Kerukunan di Pilkada Alor 2024”. Pada tempatnya pula, saya menyampaikan terima kasih atas kesempatan berpartisipasi dengan topik “Merawat Politik Dalam Budaya Alor”. Kegiatan yang melibatkan berbagai elemen pemuda dan masyarakat, didasari atas pencermatan GAMKI Alor terhadap pengalaman sejarah Pemilihan Kepala Daerah di berbagai daerah termasuk Alor, di mana selalu ada potensi munculnya gesekan dan ketegangan sosial yang dipicu oleh isu-isu sensitif seperti politik identitas, money politic dan black campaign.
Kedua: Di Kabupaten Alor ada 13 kelompok ethnolinguistik (Stokhof, 1975), atau 17 rumpun bahasa (Grimes dkk, 1997) yang menggambarkan tingginya keragaman budaya daerah. Ada aliansi-aliansi tradisional yang dibangun dan terpelihara hingga saat ini. Ada dua budaya tenun tradisional yaitu tenun ikat dan tenun songket yang terus berkembang hingga kini. Demikian pula lagu daerah etnis dan lego-lego sebagai tarian tradisonal masal yang memiliki banyak versi pada setiap etnis, serta ragam budaya lainnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2024/09/18/komunitas-pelita-alor-beri-bantuan-diakonia-di-gmit-kolam-lelmang-klasis-mataru/
POLITIK DALAM BUDAYA ALOR
Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles). Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan publik pemerintahan dan negara; politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Budaya adalah cara hidup yang diwariskan dan dibagikan oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup norma, nilai, kepercayaan, adat istiadat, kesenian dan pengetahuan.
Budaya dan politik saling berkaitan satu sama lain. Budaya suatu bangsa mempengaruhi sikap dalam berpolitik. Budaya mempengaruhi kondisi masyarakat sehari-hari, sedangkan politik mengatur sifat dan bentuk budaya serta memiliki fungsi untuk meningkatkan dan mengubahnya. (https://Brainly.co.id).
Sejak dahulu, masyarakat Alor selalu terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan politik melalui berbagai bentuk budaya seperti bahasa dan dialek, pakaian adat, seni dan tari, lagu tradisional, rumah adat, upacara adat dan lainnya. Banyak ungkapan budaya dalam syair lagu maupun kata bijak tentang harapan terhadap kerjasama, kepemimpinan dan pemerintahan yang bijaksana yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan merekatkan hubungan sosial budaya dan lingkungan dalam suasana harmoni. Spirit budaya dan kearifan lokal yang penuh makna tentang persatuan, persaudaraan, kekeluargaan, gotong royong, moral, cinta tanah air, kepemimpinan, politik dan pemerintahan yang adalah nilai-nilai kehidupan bersama pada waktu lalu, kemudian menjadi panduan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Merawat politik dalam budaya Alor, ada baiknya kita menghayati beberapa ungkapan budaya yang bermakna politik dalam arti usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles), sebagai berikut:
  1. Taramiti Tominuku. Semboyan dan syair lagu ini berasal dari budaya sebagian besar wilayah pulau Alor yakni suku Abui. Semboyan dan syair lagu ini bermakna walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu (harfiah : berbeda tempat tinggal, namun satu hati). Dengan ungkapan ini mengingatkan dan mengajak semua pihak di Alor untuk bersatu hati membangun negeri dan kampung halaman. Dalam periode pemerintahan daerah tahun 1999- 2009 kata bijak ini dipopulerkan kepada publik menjadi semboyan dan salam/sapaan daerah.
  2. Adangbang Airnu, Ailbang tou, Pulbang Itito (Adang 10 Kampung, Alurung 3 Kampung, Pura 7 Kampung). Aliansi tradisional kawasan “Kepala Burung” ini, dikenal dengan kesepakatan adat “10-3-7”, menjadi spirit kebersamaan dalam menata penghidupan. Ada yang bertani/berladang, ada yang menenun/pengrajin dan ada yang mencari ikan/nelayan dan kemudian berbagi secara barter pada pasar-pasar tradisional atau kunjungan sahabat. Dalam syair lego-lego antara lain masyarakat adat mendendangkan Kuli Mati-Mati Haki Tivang Levo yang memperagakan semangat kerja keras, pantang menyerah dalam membangun kampung halaman serta mengajak keluarga diaspora, agar jika berhasil di rantauan, jangan lupa kampung halaman. Dari Pura masyarakat menaruh harapan untuk Tenang Eli Mule Noa yaitu, hidup bersaudara, bekerja bersama/gotongroyong, dan menikmati hasil kerja bersama. Demikian pula ungkapan adat Taruama tana kotong jaga tana kotong, Bungabali tana leing jaga tana leing, menjadi semboyan bagi aliansi tradisional Taruama-Bungabali yang menggambarkan peran bersama menjaga persatuan dan keutuhan wilayah.
  3. Lewo Piring Sina, Tana Mako Jawa adalah ungkapan syair lagu dari Baranusa Pantar. Syair lagu ini menyiratkan adanya impian dan idaman atas sebuah negeri yang indah, seindah piring keramik Cina dan mangkok porselin Jawa. Lebih dari itu ada pesan leluhur sepanjang masa untuk mencapai negeri idaman Lewo Piring Sina, Tana Mako Jawa sebagai perlambang kemakmuran dan kesejahteraan. Ada juga dendang lagu Raja Mauboli yang berkisah tentang seorang raja yang selalu dekat dengan rakyat, dan berusaha keras menyejahterakan.
  4. Ajakan untuk membangun kampung halaman didendangkan melalui lagu Simane (Kampung Kita) oleh warga etnis Kamang (sebagian wilayah Kecamatan Alor Selatan, Alor Timur Laut, dan Lembur). Lagu ini pula menggugah setiap orang dengan pertanyaan apa yang dapat dibuat untuk kebaikan kampung.
  5. Bagi warga Alor Barat Daya dan Mataru dengan dendang lagu Bunga Melang Kiki yang riang, mereka menyampaikan ungkapan harapan kepada generasi muda penerus untuk menghayati, menjaga, merawat dan melestarikan budaya.
  6. Pesan kepemimpinan dari Kolana, Alor Timur terungkap dalam syair lego-lego Waibeke seli geipo patamuru boli, anakoda kangkang sa, kuli seli gei. Waibeke (nama perahu raja Kolana) akan berlayar tapi ada gelombang angin timur yang kalau nakoda hati-hati pasti berlayar dengan baik. Dalam syair ini mengandaikan pemimpin ibarat nakoda yang mengemudikan biduk di tengah badai dan topan, dengan keberanian dan kecakapan mengarungi lautan yang didukung oleh keluhuran budi dan kearifan jiwa maka akan selamat dalam pelayaran. Pesan moral bagi pemimpin juga disampaikan lewat ungkapan bahasa adat Gepai boliba eta gepai sa, medi boliba ete medi gei (kalau kamu berbuat tidak baik, maka akan menuai yang tidak patut), yang bermakna siapa berbuat jahat akan menerima akibat buruknya. Dalam kaitan dengan isu-isu sensitif dalam Pilkada berupa politik identitas, money politic dan black campaign serta praktik KKN maka kalimat bijak ini menjadi bermakna. Demikianlah beberapa ungkapan pesan, harapan, cita-cita, kearifan, semangat kebersamaan dan spirit kepemimpinan yang dapat kita temui dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Alor sejak dulu hingga kini terutama di perdesaan.
Ir. Ansgerius Takalapeta (tengah), memaparkan materi Merawat Politik Dalam Budaya Alor, pada Seminar Poltik dan Kerukunan GAMKI Cabang Alor, Sabtu (21/9) di GMIT Ismail Ilawe Desa Alila Timur, Kabola.
Ir. Ansgerius Takalapeta (tengah), memaparkan materi Merawat Politik Dalam Budaya Alor, pada Seminar Poltik dan Kerukunan GAMKI Cabang Alor, Sabtu (21/9) di GMIT Ismail Ilawe Desa Alila Timur, Kabola.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2024/09/18/gmit-diaspora-padakika-alor-sosialisasi-human-trafficking-dan-pelatihan-pembuatan-produk-hukum-gereja/
Dari syair-syair lagu tradisional dan kata-kata bijak, kita menangkap kerinduan masyarakat terhadap seorang figur pemimpin yang berintegritas, bertanggung jawab membangun semangat kebersamaan dan tidak tercela, harus selalu dekat dengan rakyat, mau mendengarkan dan mau berkorban demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Spirit Taramiti Tominuku dan pesan budaya lainnya merupakan nilai-nilai yang perlu terus dihayati dan dilestarikan. Para pemimpin (formal) adalah penjaga nilai, tapi kehadirannya selalu silih berganti sesuai periode tugas. Karena itu diharapkan tokoh masyarakat pada lingkungannya hendaklah berperan sebagai penjaga nilai-nilai, mewarisi dan mewariskan nilai-nilai budaya luhur kepada generasi berikut.
CATATAN PENUTUP 
  1. Merawat dan mengelola politik dalam keragaman budaya Alor, seperti layaknya kita masuk ke lingkaran lego-lego yang sedang berlangsung: minta masuk lingkaran dengan sopan santun dan ramah, bergandengan tangan, menyesuaikan gerak tangan dan irama langkah, menyimak pemimpin mengangkat pantun dan berbalas pantun beramai-ramai, terus bergerak dinamis dalam semboyan Taramiti Tominuku.
  2. Belajar dari pengalaman Pilkada masa lalu yang kurang kondusif dan upaya perbaikan kini, kiranya dapat menjamin Pilkada 2024 yang damai, adil dan demokratis. Sehubungan dengan orientasi pemuda selalu ke masa depan yang lebih baik maka seminar ini telah memastikan bahwa pemuda (GAMKI) terus belajar melihat ke depan dari masa lalu. Dan jika kita berhasil merawat toleransi dan kerukunan dalam Pilkada 2024 dan mencapai sukses, damai, adil dan demokratis maka sebagai warga Alor kita dapat berbangga untuk menyatakan “Ini ALOR”: Adatnya Lestari, Orangnya Rukun.
  3. Dalam menyikapi masa depan, John M. Richardson, Jr menyatakan bahwa ada tiga jenis orang, yaitu: (1) mereka yang membiarkannya terjadi; (2) mereka yang membuatnya terjadi, dan (3) mereka yang bingung atas apa yang terjadi. Masing-masing pribadi bisa menilai diri sendiri, di mana posisimu dalam menindaklanjuti hasil seminar ini dalam merawat toleransi dan kerukunan di Pilkada.
  4. Pada akhirnya merawat politik dalam budaya bermuara pada konsep Trisakti Bung Karno, yaitu “Berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam budaya sendiri.
GMIT Ismail Ilawe, 21 September 2024. Salam Taramiti Tominuku.