Kader Karbitan: Ancaman Terhadap Soliditas Partai dalam Pemilihan Kepala Daerah

Alboin Selly, M.Pd
Alboin Selly, M.Pd
Oleh: Alboin Selly, Ketua Projo Alor
Fenomena kader partai yang tidak tunduk terhadap keputusan partai kerap kali disebut oleh masyarakat sebagai “mesin yang pergi, tapi orang-orang tidak ikut keputusan partai.” Situasi ini menggambarkan ketidakpatuhan kader terhadap garis komando politik yang telah ditetapkan, dan dalam banyak kasus, kader yang berperilaku demikian dianggap sebagai “kader karbitan,” produk gagal yang dihasilkan oleh partai politik. Kader-kader seperti ini bukan hanya merugikan partai, tetapi juga melemahkan tujuan besar partai yang seharusnya berjuang untuk kesejahteraan rakyat.
Partai politik dibentuk dengan ideologi dan gagasan besar untuk menciptakan perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat. Ketika kader-kader yang dilahirkan oleh partai tidak sejalan dengan visi tersebut, maka partai harus melakukan evaluasi dan memproduksi ulang kader-kadernya agar lebih sinkron dengan visi besar partai. Kader yang tidak mendukung calon yang telah diusung partai menyebabkan perpecahan internal yang signifikan. Perpecahan ini bukan hanya mempengaruhi moral internal partai, tetapi juga menurunkan soliditas mesin politik partai.
Tanpa soliditas, partai akan kesulitan memobilisasi dukungan dan menjalankan strategi kampanye yang efektif. Partai yang terpecah akan kehilangan daya tariknya di mata pemilih, yang menginginkan kestabilan dan kejelasan visi dari calon yang diusung. Selain itu, soliditas yang rapuh juga membuka peluang bagi lawan politik untuk memanfaatkan celah tersebut, sehingga memperbesar kemungkinan kekalahan partai di Pilkada.
Untuk mencegah hal ini, partai harus fokus pada konsolidasi internal dan memastikan bahwa setiap kader memiliki pemahaman yang jelas mengenai tanggung jawabnya terhadap partai dan masyarakat. Dengan begitu, visi besar partai untuk mensejahterakan rakyat dapat terwujud tanpa terhambat oleh perpecahan internal.
Selain itu, partai harus lebih selektif dalam memproduksi kader-kadernya. Kader yang terpilih haruslah individu yang tidak hanya memahami visi dan misi partai, tetapi juga memiliki loyalitas yang kuat terhadap keputusan politik yang diambil oleh partai. Dalam situasi politik yang dinamis seperti Pilkada, kesetiaan kader kepada partai merupakan faktor kunci yang akan menentukan keberhasilan atau kegagalan calon yang diusung.
Ketika kader tidak sejalan dengan arah partai, mereka cenderung bergerak atas kepentingan pribadi atau kelompok tertentu yang berseberangan dengan tujuan besar partai. Hal ini sering kali menimbulkan friksi di akar rumput, di mana para pendukung partai menjadi bingung dan terpecah karena mendapatkan pesan yang bertolak belakang. Situasi seperti ini jelas sangat merugikan partai, yang seharusnya mampu tampil sebagai entitas politik yang solid dan bersatu dalam menyokong kandidatnya.
Bahkan, ketidakpatuhan kader partai terhadap keputusan internal bisa merusak citra partai di mata publik. Pemilih akan memandang partai tersebut sebagai organisasi yang tidak mampu mengelola kadernya dengan baik, yang pada akhirnya menciptakan persepsi negatif terhadap calon yang diusung. Sebuah partai yang kuat adalah partai yang mampu menunjukkan persatuan dalam barisan, tanpa adanya suara sumbang dari dalam yang merusak momentum kampanye.
Untuk mengatasi masalah ini, partai harus segera melakukan introspeksi dan mereformasi sistem kaderisasi. Kaderisasi yang baik akan menghasilkan individu-individu yang tidak hanya tangguh secara intelektual, tetapi juga setia pada ideologi partai. Pelatihan dan pendidikan politik yang berkelanjutan harus diberikan kepada para kader agar mereka memahami betapa pentingnya mengikuti garis partai demi kepentingan yang lebih besar, yaitu kesejahteraan rakyat.
Langkah lain yang harus dilakukan partai adalah menegakkan disiplin internal dengan lebih tegas. Kader-kader yang tidak mengikuti keputusan partai harus diberikan sanksi yang jelas, baik berupa teguran hingga pencabutan keanggotaan jika diperlukan. Ini adalah bentuk ketegasan yang diperlukan agar kader-kader lain dapat memahami konsekuensi dari ketidakpatuhan. Hanya dengan begitu, partai dapat menjaga soliditasnya dan terus bergerak maju dengan kekuatan penuh dalam setiap kontestasi politik.
Soliditas partai bukan hanya soal memenangkan satu kontestasi politik, tetapi juga tentang menjaga keberlanjutan perjuangan ideologi dan visi besar yang telah dibangun partai. Ketika semua elemen partai bergerak bersama dengan satu visi dan misi yang jelas, peluang untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada publik akan semakin terbuka lebar. (*).