Kalabahi –
Sidang praperadilan yang diajukan pemohon tersangka Kepala Dinas Pendidikan Alor (Nonaktif) Alberth Ouwpoly terhadap Kejaksaan Negeri Alor dilanjutkan dengan pembacaan kesimpulan dari pemohon dan termohon.
Jaksa selaku pihak termohon yakin bahwa gugatan pemohon akan ditolak seluruhnya oleh Hakim Tunggal Datu H. Jayadiningrat, SH. Karena menurut mereka penetapan dan penahanan tersangka Alberth Ouwpoly dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi DAK Swakelola T.A 2019 adalah sah menurut hukum.
Kesimpulan termohon dibacakan Tim Jaksa; Zulkarnaen, SH.,MH, De Indra, SH, Rudi Kurniawan, SH.,MH dan Aris Rizki Ramadhon, SH dalam sidang lanjutan yang digelar pada Jumat (28/1/2022) sekitar pukul 15.00 WITA di PN Kalabahi.
Turut hadir penasehat hukum pemohon, Mario A. Lawung, SH.,MH dan Yusak Tausbele, SH.,M.Hum.
Berikut Materi Kesimpulan dari Termohon:
HAL-HAL POKOK DALAM PERKARA INI
I. TANGGAPAN ATAS OBJEK PERMOHONAN PRAPERADILAN
Bahwa terkait Objek Permohonan Praperadilan yang diajukan pemohon untuk diperiksa dalam permohonan ini pada poin B.1.1) dan 2), Pemohon tidak membaca secara cermat dan teliti dikarenakan obyek yang dimohonkan yang ada pada termohon bukanlah Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kalabahi Nomor : Print-4/N.321/Fd.1/11/2021 tanggal 02 November 2021 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kalabahi Nomor : Print-5/N.321/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 melainkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-4/N.321/Fd.1/11/2021 tanggal 02 November 2021 (Bukti T-41) dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-5/N.321/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 (Bukti T-43). Bahwa nomenklatur mengenai penggantian nama Kejaksaan Negeri Kalabahi menjadi kejaksaan Negeri Alor telah diputuskan melalui Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Kep-349/A/JA/05/2016 Tentang Perubahan Nama Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri Tanggal 13 Mei 2016 yaitu untuk wilayah Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur pada nomor 12 menyebutkan dari Kejaksaan Negeri Kalabahi menjadi Kejaksaan Negeri Alor yang berkedudukan di Kalabahi (Bukti T-56).
II. TANGGAPAN ATAS ALASAN-ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN
Bahwa terkait Alasan-Alasan Permohonan Praperadilan yang diajukan pemohon untuk diperiksa dalam permohonan, dapat kami tanggapi pada pokoknya sebagai berikut :
-
Permohonan praperadilan yang diajukan pemohon adalah error in subjecto. Bahwa pemohon dalam mengajukan permohonan Praperadilan, ditujukkan kepada Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia Cq. Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur Cq. Kepala Kejaksaan Negeri Kalabahi, adalah tidak cermat dan tidak teliti bahwa tidak ada Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia melainkan JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA. Begitu juga dengan Kepala Kejaksaan Negeri Kalabahi telah berubah nomenklaturnya menjadi Kejaksaan Negeri Alor berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Kep-349/A/JA/05/2016 Tentang Perubahan Nama Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri Tanggal 13 Mei 2016 yaitu untuk wilayah Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur pada nomor 12 menyebutkan dari Kejaksaan Negeri Kalabahi menjadi Kejaksaan Negeri Alor yang berkedudukan di Kalabahi (Bukti T-56). Oleh karena adanya kesalahan Subjek dalam pihak Praperadilan (error in subject), sehingga beralasan hukum apabila yang mulia hakim yang memeriksa permohonan praperadilan Nomor : 1/Pid.Pra/2022/PN.KLB., menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima.
-
Bahwa mengenai alasan pemohon pada poin 1 sampai dengan poin 15 yang keseluruhannya pada intinya membahas mengenai dua alat bukti yang dijadikan dasar untuk menetapkan Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd., M.Si. sebagai tersangka, dapat kami tanggapi sebagai berikut:
-
Bahwa terhadap pemohon telah dilakukan pemanggilan untuk diperiksa sebagai saksi sebanyak 3 (tiga) kali yaitu berdasarkan Surat panggilan Saksi Nomor: SP-251/N.3.21.4/Fd.1/11/2021 tanggal 08 November 2021 dan bantuan Pemanggilan Saksi Nomor : B-1200/N.3.21/Fd.1/11/2021 tanggal 08 November 2021 (Bukti T-60), Surat Panggilan Saksi Nomor : SP-266/ Tanggal 16 November 2021 dan bantuan Pemanggilan Saksi Nomor : B-1245/N.3.21/Fd.1/11/2021 tanggal 16 November 2021 (Bukti T-33), Surat Pemanggilan Saksi Nomor : SP-318/N.3.21.4/Fd.1/12/2021 tanggal 14 Desember 2021 dan Surat Bantuan Pemanggilan Saksi Nomor : B-1321/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 14 Desember 2021 (Bukti T-38). Setelah Pemohon datang ke Kantor Kejaksaan Negeri Alor kemudian dilakukan pemeriksan sebagai saksi yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Saksi An. ALBERTH NIMROD OUWPOLY, S.Pd. M.Si. tanggal 18 November 2021 yang ditandatangi oleh Pemohon (Bukti T-34) dan Berita Acara Pemeriksaan Saksi An. ALBERTH NIMROD OUWPOLY, S.Pd. M.Si tanggal 16 Desember 2021 yang ditandatangi oleh Pemohon (Bukti T-39). Setelah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi, maka berdasarkan 2 (dua) Alat Bukti yang sah, kemudian pemohon ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: PRINT-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 (Bukti T-42) dan dilanjutkan dengan Pemeriksaan pemohon sebagai tersangka yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Tersangka ALBERTH NIMROD OUWPOLY, S.Pd. M.Si (Bukti T-51) akan tetapi tersangka dalam hal ini pemohon tidak mau menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Tersangka sehingga dibuatkan Berita Acara Penolakan Tanda Tangan dan Dokumen oleh Tersangka An. ALBERTH NIMROD OUWPOLY, S.Pd. M.Si (Bukti T-50).
-
Bahwa untuk menentukan dapat atau tidaknya seseorang ditetapkan sebagai tersangka minimal harus ada 2 (dua) alat bukti yang sah dan sudah diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan yaitu: a. Keterangan saksi; b. Keterangan Ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa.
-
Bahwa berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP tesebut, Termohon dalam melakukan penyidikan Dugaan Penyimpangan Dalam Kegiatan Pembangunan Perpustakaan Sekolah dan Rehabilitasi Sedang Berat Perpustakaan Sekolah, Kegiatan Pembangunan Laboratorium dan Ruang Praktikum Sekolah dan Kegiatan Pengadaan Meubelair Sekolah Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2019 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-4/N.321/Fd.1/11/2021 tanggal 02 November 2021 (Bukti T-41), telah menenemukan 3 (tiga) alat bukti yang sah yaitu Keterangan saksi, Keterangan ahli dan Surat.
-
Bahwa untuk keterangan saksi, Termohon sudah melakukan pemanggilan saksi-saksi sebagaimana terlampir dalam daftar saksi yang diperiksa dalam tahap penyidikan (Bukti T-28) yang telah dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Saksi dalam hal ini untuk keperluan pembuktian kami lampirkan Berita Acara Saksi atas nama Hans Luther Mau Kawa (Bukti T-30), Berita Acara Pemeriksaan Saksi atas nama Zainal A. Nampira (Bukti T-32), Berita Acara Pemeriksaan Saksi atas nama Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd., M.Si. (Bukti T-34), Berita Acara Pemeriksaan Saksi atas nama Khairul Umam, S.T. (Bukti T-36).
-
Bahwa untuk keterangan Ahli, Termohon sudah melakukan pemanggilan Ahli dari Inspektorat Daerah (IRDA) Kab. Alor dan dilakukan pemeriksaan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Ahli (Bukti T-37) dan dilengkapi pula dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Nomor : 18/ID/LHP/KA/PDTT/2021 tanggal 01 Desember 2021 (Bukti T-1).
-
Bahwa untuk alat bukti Surat, Termohon sudah melakukan penggeledahan dan penyitaan dari pihak-pihak yang menguasai barang berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-05/Fd.1/12/2021 tanggal 14 Desember 2021 (Bukti T-57), Berita Acara Penyitaan tanggal 15 Desember 2021 (Bukti T-59), Surat Penetapan Nomor : 104/Pen.Pid/2021/PN Klb tanggal 15 Desember 2021 (Bukti T-58) dan Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Nomor : 18/ID/LHP/KA/PDTT/2021 tanggal 01 Desember 2021 (Bukti T-1).
-
Bahwa berdasarkan penjelasan alat bukti di atas, bahwa Penetapan pemohon Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd., M.Si. sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: PRINT-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 (Bukti T-42), adalah sah menurut hukum. Hal tersebut sejalan dengan dalil permohonan pemohon pada poin 5 yang berbunyi : “Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 21/PUUXII/2014, tanggal 28 Oktober 2014, halaman 98 menyatakan “bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, bukti yang cukup” sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP haruslah ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangka kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia). Hal ini berarti terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya tersebut, tidak diperlukan pemeriksaan calon tersangka. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pemeriksaan tersangka disamping dua alat bukti tersebut adalah untuk tujuan transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang, agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang telah ditemukan oleh penyidik. Dengan demikian, berdasarkan alasan tersebut di atas, seorang penyidik dalam menentukan “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, “bukti yang cukup” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dapat dihindari adanya tindakan sewenang-wenang, terlebih lagi dalam menentukan bukti permulaan yang cukup selalu dipergunakan untuk pintu masuk bagi seorang penyidik dalam menentukan seseorang sebagai tersangka”.
-
3. Bahwa mengenai permohonan Pemohon pada Poin 21 terkait Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan perhitungan kerugian keuangan negara dan menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara sebagai alat bukti permulaan yang membuktikan unsur kerugian keuangan negara dari ketentuan tindak pidana yang disangkakan kepada pemohon, dapat termohon tanggapi sebagai berikut :
-
Bahwa Pemohon melalui kuasa hukumnya tidak memahami arti kerugian negara secara nyata, berdasarkan Penjelasan atas Susunan Lengkap Pasal 32 Ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 yang dimaksud dengan “secara nyata telah ada kerugian keuangan negara” adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk, hal tersebut sejalan dengan pertimbangan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 31/PUU-X/2012 tertanggal 8 Oktober 2012 pada halaman 53 Paragraf ke-2 yang berbunyi “Oleh sebab itu menurut Mahkamah, KPK bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain, bahkan bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jenderal atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dengan itu dari masing-masing instansi pemerintah, bahkan dari pihak-pihak lain (termasuk dari perusahaan), yang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya”.
-
Bahwa berdasarkan Pasal 20 ayat 4 Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang berbunyi “Jika hasil pengawasan aparat intern pemerintah berupa terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan pengembalian kerugian keuangan negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diputuskan dan diterbitkannya hasil pengawasan”. Dari bunyi pasal tersebut dapat dipahami bahwa APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) termasuk didalamnya Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) maupun Inspektorat Jenderal, Inspektorat Utama, maupun Inspektorat-Inspektorat pada Pemerintah Daerah, juga memiliki kewenangan dalam menghitung kerugian negara/kerugian keuangan negara.
-
Bahwa dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon melalui Kuasa Hukumnya dalam alasan-alasan Permohonan Praperadilan poin 21 sampai dengan poin 48 yang pada pokoknya pemohon mendalilkan Kejaksaan tidak berwenang sebagai Penyidik khususnya dalam perkara Tindak Pidana Korupsi dan hanya sebagai Penuntut Umum, dapat termohon tanggapi sebagai berikut:
-
Bahwa Kuasa Hukum Pemohon terlihat tidak pernah memiliki pengalaman mendampingi perkara Tindak Pidana Korupsi yang Penyidiknya adalah Kejaksaan dan tidak pernah membaca, mendengar dan melihat melalui media cetak dan media elektronik Penyidikan Tindak Pidana Korupsi dimana penyidikan dilakukan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri maupun Cabang Kejaksaan Negeri. Diperjelas lagi dalam pidato Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia pada tanggal 9 Desember 2021 “Kepolisian telah melakukan penyidikan sebanyak 1.032 perkara korupsi, pada periode yang sama Kejaksaan juga telah melakukan penyidikan sebanyak 1.486 perkara korupsi”. Menjadi miris apabila Penasehat Hukum berupaya mengabaikan apresiasi kewenangan yang diberikan negara kepada Kejaksaan Republik Indonesia.
-
Bahwa Kewenangan Penyidikan oleh Kejaksaan telah diatur di dalam:
1). Pasal 284 KUHAP dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP dalam BAB VII PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA TERTENTU yaitu Pasal 17 menyebutkan bahwa “Penyidik menurut ketentuan Khusus Acara Pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh Penyidik, JAKSA dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan Perundang-Undangan.
2). Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yaitu Pasal 30 ayat (1) di bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai Tugas dan wewenang huruf d yaitu : melakukan penyidikan terhadap Tindak Pidana tertentu berdasarkan UU dan UU No. 11 Tahun 2021 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI dan dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf D, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yaitu “Kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewenangan sebagaimana diatur misalnya adalah UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Juncto UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3). Putusan Mahkamah Konstitusi No. : 16/PUU-X/2012 dalam Pendapat Mahkamah Paragraf {3.14} menyebutkan “ Mahkamah perlu mengutip beberapa Pertimbangan dalam Putusan MK No. : 28/PUU-V/2007 tanggal 27 Maret 2008 dalam paragraf {3.13.6} antara lain mempertimbangkan, “Dengan demikian kewenangan Polisi sebagai Penyidik Tunggal bukan lahir dari UUD 1945 tetapi Undang-Undang”. Kata “sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya memungkinkan alat penegak Hukum lainnya seperti Kejaksaan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan. Sementara itu Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 menyatakan, “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan Kehakiman diatur dalam UU. Undang-Undang yang diturunkan dari amanat Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 itu antara lain adalah UU Kejaksaan. Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI berbunyi, “Melakukan Penyidikan terhadap Tindak Pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang”.
4). Peraturan Presiden Nomor : 38 Tahun 2010 dalam Pasal 21 (1) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan tugas dan wewenang kejaksaan di bidang tindak pidana khusus. (2) Lingkup bidang tindak pidana khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyelidikan, penyidikan, prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, upaya hukum, pelaksanaan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, eksaminasi serta pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat dan keputusan lepas bersyarat dalam perkara tindak pidana khusus serta tindakan hukum lainnya.
Bahwa dalam asas Hukum Pidana ada asas Lex Specialis derogat legi generalis yaitu aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum umum, berdasarkan asas tersebut jelas bahwa dengan adanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI akan mengesampingkan KUHAP.
Sehingga kewenangan KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI sudah sangat jelas.
– Bahwa Termohon Menanggapi Replik Pemohon sebagai berikut :
Terlebih dahulu Termohon menyatakan tetap pada Jawaban Termohon yang sudah diserahkan dan dibacakan tanggal 24 Januari 2022, serta menyangkal semua pendapat, dalil, tuntutan dan segala sesuatu yang dikemukakan oleh Pemohon, baik dalam surat Permohonan Praperadilan maupun dalam Replik kecuali apa yang secara tegas diakui kebenarannya, dengan alasan sebagai berikut :
-
Bahwa mengenai penyebutan Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia adalah jelas-jelas salah dan tidak dikenal dalam nomenklatur Kejaksaan Republik Indonesia karena Kejaksaan Republik Indonesia Dipimpin oleh seorang Jaksa Agung bukan Kepala Kejaksaan Agung sehingga apabila dikaitkan dengan penyebutan Instansi Kejaksaan Negeri Alor akan mengacu kepada pimpinan tertinggi Kejaksaan Republik Indonesia yaitu Jaksa Agung dan bukan Kepala Kejaksaan Agung. Bahwa didalam instansi Kejaksaan dikenal adanya kepala kejaksaan tetapi hanya untuk Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri, dan berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan dan sejalan pula dengan Asas “een en on delbar” yang memberikan hak penuh sebagai Penuntut Umum Tertinggi dan hak inilah yang didistribusikan oleh Jaksa Agung kepada jajaran dibawahnya yaitu : Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri. Sehingga dengan penyebutan Pemohon yang mencantumkan Kepala Kejaksaan Republik Indonesia menjadikan subjek hukum tersebut tidak dikenal dalam nomenklatur Kejaksaan sehingga pantaslah permohonan Praperadilan tersebut disebut error in subjecto. Sehingga apa yang disampaikan oleh Penasehat Hukum Pemohon didalam Repliknya yang menyatakan mengenai perubahan nama tidak kemudian menjadikan permohonan Pemohon menjadi error in subjecto adalah tidak mendasar dan pantas ditolak.
-
Bahwa Penasehat Hukum Pemohon terlihat sangat inkonsisten karena apabila Penasehat Hukum Pemohon menganggap penyebutan nomenklatur nama instansi kejaksaan adalah benar sebagaimana disebutkan oleh Penasehat Hukum Pemohon sebagaimana didalam permohonan Praperadilan yang telah dibacakan pada persidangan sebelumnya yang menyebutkan Kejaksaan Negeri “Kalabahi” kemudian menjadi Kejaksaan Negeri “Alor” didalam penyebutannya yang dituangkan dalam Replik Praperadilan, dan hal ini menjadi sangat bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh Pemohon didalam Replik Praperadilannya yang seolah-olah membolehkan kesalahan penulisan nama pada dalil-dalil permohonan Pemohon sebelumnya namun telah dirubah sesuai dengan nomenklatur yang Termohon sampaikan didalam Jawaban Praperadilan. Sehingga patut Termohon pertanyakan dimana konsistensi Pemohon.
-
bahwa mengenai dalil Replik Pemohon dalam Pokok Perkara poin 1 sampai dengan poin 7 yang pada intinya Termohon simpulkan mengenai kualitas atau relevansi 2 (dua) alat bukti dengan unsur-unsur tindak pidana yang disangkakan pada Tersangka adalah tidak perlu kami uraikan secara jelas mengenai materi pemeriksaan karena pada tahap penyidikan dan penuntutan tidak dipermasalahkan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti tersebut sebab yang berhak dan berwenang untuk menentukan nilai kekuatan pembuktian dari kedua alat bukti yang ditemukan tersebut, sepenuhnya menjadi kewenangan Hakim dalam proses persidangan pemeriksaan pokok perkara bukan dalam lingkup proses Praperadilan.
-
Bahwa mengenai dalil Replik Pemohon dalam Pokok Perkara poin 8 sampai dengan poin 16 tidak perlu kami tanggapi karena sudah jelas terjawab dalam Jawaban Termohon Praperadilan dan kami menyatakan tetap pada Jawaban Praperadilan yang telah kami bacakan sebelumnya.
II. TANGGAPAN ATAS ALAT BUKTI YANG DIAJUKAN PEMOHON
A. Alat Bukti Surat. Bahwa dari bukti surat (P.1) sampai dengan (P.16) yang Pemohon ajukan dapat Termohon simpulkan sebagai berikut :
-
Bahwa terkait bukti-bukti berupa surat yang diajukan oleh Pemohon tersebut diatas, Pemohon tidak dapat membuktikan keterkaitan bukti-bukti surat tersebut dengan dalil-dalil permohonan yang diajukan Pemohon dan tidak didukung dengan alat bukti lain berupa keterangan saksi maupun ahli sehingga bukti-bukti berupa surat patut diabaikan oleh Yang Mulia Hakim Praperadilan karena tidak memiliki nilai pembuktian.
B. Alat Bukti pendapat Ahli
-
Bahwa pendapat ahli DEDDY R. CH MANAFE,S.H.,M.Hum, yang Pemohon ajukan dapat Termohon simpulkan sebagai berikut :
– Bahwa ahli yang dihadirkan oleh Pemohon memberikan pendapatnya tidak dapat menjelaskan terkait pendapat ahli dengan dalil-dalil permohonan yang diajukan oleh Pemohon sehingga dalil-dalil permohonan tidak memiliki nilai pembuktian berdasarkan ahli yang dihadirkan namun sebaliknya pendapat ahli terkait alat bukti yang relevan dipakai dalam bukti permulaan untuk dijadikan dasar oleh penyidik menetapkan seseorang jadi tersangka yaitu : alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, surat, mupun keterangan ahli hal itu sejalan dengan dalil-dalil dalam jawaban Termohon dimana dalam penetapan tersangka atas nama Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd., M.Si yang pada pokoknya penetapan tersangka tersebut telah berdasarkan 3 alat bukti yaitu : keterangan saksi-saksi, surat, dan ahli.
III. PENJELASAN ATAS ALAT BUKTI YANG DIAJUKAN TERMOHON
A. Alat Bukti Surat
Bahwa dari bukti surat T-1 sampai dengan T-62 yang Termohon ajukan dapat Termohon simpulkan sebagai berikut :
-
Bahwa berdasarkan bukti-bukti surat tersebut diatas telah memiliki nilai pembuktian karena didukung dengan alat bukti lain berupa keterangan saksi atas nama Ardi Putro Wicaksono, S.H. sehingga Yang Mulia Hakim Praperadilan dapat mejadikan pertimbangan dalam putusan yang akan dibuat dan membuktikan Penetapan Tersangka atas nama Pemohon dengan Surat Penetapan Tersangka No. Peint-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 tertanggal 16 Desember 2021 adalah sah menurut hukum.
-
Bahwa berdasarkan bukti-bukti surat tersebut diatas dan didukung oleh keterangan saksi atas nama Ardi Putro Wicaksono, S.H. telah memenuhi nilai-nilai pembuktian sehingga membuktikan bahwa Kejaksaan Negeri Alor memiliki kewenangan yang sah menurut hukum dalam melakukan Penyidikan dalam perkara Dugaan Penyimpangan Dalam Kegiatan Pembangunan Perpustakaan Sekolah dan Rehabilitasi Sedang Berat Perpustakaan Sekolah, Kegiatan Pembangunan Laboratorium dan Ruang Praktikum Sekolah dan Kegiatan Pengadaan Meubelair Sekolah Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2019 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-4/N.321/Fd.1/11/2021 tanggal 02 November 2021.
-
Bahwa berdasarkan bukti-bukti surat tersebut diatas dan didukung oleh keterangan saksi atas nama Ardi Putro Wicaksono, S.H. membuktikan bahwa Inspektorat Daerah Kabupaten Alor memiliki kewenangan yang sah menurut hukum dalam menghitung kerugian negara.
B. Alat Bukti Keterangan Saksi
-
Bahwa Termohon mengajukan Saksi atas nama ARDI PUTRO WICAKSONO,S.H., dapat Termohon simpulkan sebagai berikut :
-
Bahwa Termohon hanya mengajukan satu orang saksi yang bernama ARDI PUTRO WICAKSONO, S.H. yang mengetahui dan terlibat secara langsung sejak tahap penyidikan dimulai pada Kejaksaan Negeri Alor dan didukung dengan bukti-bukti berupa surat yang diajukan oleh Termohon sehingga keterangan saksi tersebut memiliki nilai pembuktian ( Vide Pasal 185 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP ).
-
Bahwa Menurut Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
-
Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010, Mahkamah Konstitusi (“MK”) telah memberikan perluasan makna saksi, yakni tidak hanya orang yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri, tetapi juga setiap orang yang punya pengetahuan yang terkait langsung terjadinya tindak pidana wajib didengar sebagai saksi demi keadilan dan keseimbangan penyidik yang berhadapan dengan tersangka/terdakwa.
-
Bahwa berdasarkan Pasal 168 KUHAP yang berbunyi “Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau, yang bersama-sama sebagai terdakwa,
b. saudara dari terdakwa atau bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
c. suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.”
-
Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Saksi yang Termohon hadirkan dihadapan persidangan adalah Sah menurut Hukum sehingga keberatan yang diajukan oleh Pemohon patut diabaikan karena tidak mempunyai dasar hukum yang jelas.
VI. KESIMPULAN
Bahwa dengan demikian, Permohonan Praperadilan oleh Pemohon tidaklah terbukti, oleh karenanya permohonan Pemohon sudah sepatutnya ditolak.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kami Termohon, memohon kepada Yang Mulia Hakim pada Pengadilan Negeri Kalabahi, yang memeriksa dan mengadili perkara praperadilan ini, berkenan memutuskan sebagai berikut :
-
Menolak Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon untuk seluruhnya;
-
Menyatakan bahwa penetapan pemohon (ALBERTH NIMROD OUWPOLY, S.Pd. M.Si.) sebagai Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-4/N.3.21/Fd.1/11/2021 tanggal 02 November 2021, Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-5/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 dan Surat penetapan Tersangka Nomor : Print-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 atas nama ALBERTH NIMROD OUWPOLY, S.Pd. M.Si adalah Sah dan berdasarkan Hukum.
-
Menyatakan bahwa hasil Penyidikan yang dilakukan Termohon terkait Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Dalam Kegiatan Pembangunan Perpustakaan Sekolah, Kegiatan Rehabilitasi Sedang Berat Perpustakaan Sekolah, Kegiatan Pembangunan Laboratorium dan Ruang Praktikum Sekolah dan Kegiatan Pengadaan Meubelair Sekolah pada Dinas Pendidikan Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2019 adalah Sah dan mempunyai kekuatan Hukum yang mengikat.
-
Menyatakan bahwa Surat Perintah Penahanan (T-2) Nomor : Print-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 dan Surat Perpanjangan Penahanan Nomor : B-1366/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 27 Desember 2021 adalah Sah.
-
Membebankan biaya yang timbul dalam Permohonan Praperadilan kepada Pemohon.