Jaksa Tuntut Eks Vikaris GMIT SAS Hukuman Mati

Kasie Intel Kejaksaan Negeri Alor, Zakaria Sulistiono. (Foto: doc tribuanapos.net).
Kasie Intel Kejaksaan Negeri Alor, Zakaria Sulistiono. (Foto: doc tribuanapos.net).
Kalabahi – Jaksa Penuntut Umum atau JPU Kejaksaan Negeri Alor menuntut hukuman mati terhadap eks Vikaris atau calon pendeta GMIT inisial SAS, terduga pelaku pemerkosaan 9 anak di Kabupaten Alor.
Tuntutan jaksa itu didasari atas fakta persidangan yang mana terduga pelaku dinilai memenuhi unsur sebagaimana dakwaan Pasal 81 ayat 5 Jo pasal 76D Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 Jo Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Iya betul (Jaksa tuntut SAS hukuman mati),” kata Kepala Kejaksaan Negeri Alor Abdul Muis Ali melalui Kasie Intel Zakaria Sulistiono, dihubungi, Rabu (22/2) di Kalabahi.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/nasdem-benarkan-viktor-laiskodat-tak-maju-pilgub-2024-julie-viktor-laiskodat-itu-gila-ya/
Zakaria mengatakan, pembacaan tuntutan JPU itu disampaikan pada Rabu 22 Februari 2023 dalam sidang perkara pidana atas nama inisial SAS (mantan vikaris) dengan agenda pembacaan tuntutan.
“Dalam tuntutannya JPU membuktikan terdakwa telah melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, yang menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang,” ujar Zakaria melalui rilisnya.
Menurutnya, perbuatan terdakwa dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis sebagaimana dakwaan jaksa, pidana mati.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/sebelum-maju-bupati-alor-nasdem-putuskan-imanuel-e-blegur-maju-caleg-dpr-ri/
“Dalam amar tuntutannya Jaksa penuntut umum membacakan Tuntutan pidana mati kepada terdakwa inisial SAS (mantan vikaris),” katanya.
Zakaria menerangkan, hal-hal yang memberatkan terdakwa yang menjadi pertimbangan JPU dalam menuntut hukuman mati kepada terdakwa SAS adalah:
Pertama; perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya perlindungan terhadap anak dan bertentangan dengan nilai-nilai agama, kesopanan dan kesusilaan.
Kedua; perbuatan terdakwa membuat anak korban trauma, dibully dalam pergaulannya dan merusak masa depan anak korban.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/kunker-ke-smk-negeri-1-kalabahi-julie-laiskodat-minta-siswa-promosi-pariwisata/
Ketiga: perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
“Keempat: terdakwa adalah seorang Vikaris/ Calon Pendeta yang dianggap suci oleh masyarakat, sehingga atas perbuatannya telah mencoreng nama baik Vikaris dari Gereja,” kata Jaksa Zakaria.
Kelima; korban terdakwa berjumlah 9 orang anak. Keenam; terdakwa tidak sepenuhnya jujur dalam memberikan keterangan di persidangan.
“Sementara hal yang meringankan tidak ada,” ujarnya.
Sidang akan dilanjutkan hari Rabu tanggal 1 Maret 2023 dengan agenda pembacaan pembelaan atau pledoi dari terdakwa atau penasehat hukum terdakwa.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/julie-sutrisno-laiskodat-resmikan-budidaya-ikan-lele-sistim-bioflok-di-desa-lendola-alor/
PH SAS Siap Bantah Tuntutan JPU di Pledoi
Tim Kuasa Hukum SAS menghormati tuntutan JPU yang menuntut hukuman mati terhadap terdakwa SAS dalam sidang Rabu pagi di PN Alor.
Ketua Tim Penasehat Yefta O. Djahasana mengatakan, pihaknya sudah mempelajari materi tuntutan JPU dan akan siap membatahnya dalam sidang tanggal 1 Maret dengan agenda pembacaan pledoi.
“Kita hormati tuntutan JPU karena itu ranah mereka, tetapi ada beberapa unsur yang didakwakan sesuai pasal 81 ayat 5 itu kami keberatan. Nanti kita tanggapi di pledoi pada sidang berikut. Kalau jaksa mau menanggapi pledoi kami ya nanti di replik. Setelah itu kami duplik,” ujar Yefta dihubungi di Kalabahi.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/untrib-kalabahi-buka-pendaftaran-mahasiswa-baru-tahun-akademik-2023-berikut-syaratnya/
Yefta menerangkan, satu hal yang membuat tim hukumnya keberatan terhadap tuntutan JPU sesuai pasal 81 ayat 5 adalah tidak semua hal dari 6 unsur terpenuhi namun sayangnya JPU tidak membeberkan itu dalam persidangan tentang hal yang meringankan terdakwa.
“Unsur korban lebih dari satu itu benar. Unsur depresi itu awalnya ia, tapi perkembangan persidangan pengakuan korban di persidangan itu bahwa mereka sudah tidak takut atau depresi atau gangguan jiwa dalam memberikan keterangan saksi di persidangan. Kemudian korban juga tidak ada penyakit menular seksual,” ujarnya.
“Jadi ada enam unsur dalam pasal 81 ayat 5 itu tidak semua terpenuhi namun sayang itu tidak termuat dalam materi tuntutan JPU. Kami akan uraikan semua dalam pledoi nanti,” lanjut Yefta.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/dr-detji-nuban-kuliah-beri-kuliah-umum-restorative-justice-dan-polisi-virtual-di-untrib/
Yefta lagi-lagi menghormati tuntutan JPU dan optimistis bahwa kliennya tidak akan dihukum mati karena semua keputusan hukum sepenuhnya menjadi kewenangan hakim PN Alor dengan tentu juga akan memperhatikan pledoi dari Penasehat Hukum terdakwa.
“Intinya semua akan mengacu pada keputusan hakim. Jadi yang jelas tahapan sidang masih jalan sampai kepada putusan pengadilan tingkat pertama, masih ada banding, kasasi dan lain-lain. Kita akan ikuti semua proses hukum ini dengan baik karena itu hak hukum klien kami,” katanya. (*dm).