Ketua Komisi III DPRD Alor Minta Pengusaha Perhatikan Upah dan BPJS Tenaga Kerja

Ketua Komisi III DPRD Alor Dony M. Mooy. (Foto: doc tribuanapos.net).
Ketua Komisi III DPRD Alor Dony M. Mooy. (Foto: doc tribuanapos.net).
Kalabahi – Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Alor Dony M. Mooy meminta pengusaha memperhatikan upah dan BPJS Tenaga Kerja. Hal itu dosoroti Dony karena beban kerja pekerja cukup tinggi namun masih ada pengusaha yang belum penuhi hak-hak pekerjanya.
“Di Alor ini data yang kami peroleh dan keluhan tenagaka kerja bahwa ternyata masih ada pengusaha yang belum membayar hak-hak pekerja sesuai standar UMP NTT yang ada padahal jam kerja mereka sangat tinggi,” kata Dony Mooy, Sabtu (18/2) di Kalabahi.
Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kabupaten Alor ini menerangkan, pemerintah Provinsi sudah menetapkan UMP NTT tahun 2023 sebesar Rp 2,123,994 dari semula tahun 2022 Rp 1,975,000 atau naik 7,4%. Penetapan UMP ini mulai berlaku tanggal 1 Januari 2023.
“UMP NTT sudah berlaku tanggal 1 Januari kemarin sehingga ini harus menjadi perhatian para pengusaha di Kabupaten Alor,” ujarnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/45-bacaleg-pkb-alor-ikut-seleksi-uji-kelayakan-dan-kepatutan/
Selain UMP, Dony Mooy juga meminta pengusaha memperhatikan, BPJS Tenaga Kerja dan BPJS Kesehatan. Sebab kedua BPJS tersebut menjadi hak pekerja dan sangat membantu memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan kepada pekerja.
“BPJS Tenaga Kerja dan BPJS Kesehatan itu menjadi hak pekerja. Jadi semua yang menjadi pekerja itu perusahaan wajib mengurus BPJSnya. Kasihan masih ada pekerja yang mengeluh belum ada BPJS sama sekali padahal mereka sudah lama bekerja,” katanya.
Dony Mooy lalu meminta Dinas Nakertrans Kabupaten Alor mengawasi penerapan UMP dan BPJS bagi seluruh tenaga kerja di Alor. Sebab peran pengawasan Disnaker sangat menentukan basib dan masa depan pekerja di Kabupaten Alor.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/bupati-alor-marah-besar-dituduh-merusak-lingkungan/
“Kita minta Disnaker harus intens mengawasi pengusaha yang belum menerapkan UMP dan BPJS bagi tenaga kita. Karena itu tugas mereka. Kalau pengusaha yang nakal ya harus memberikan sanksi sesuai ketentuan yang ada,” tegas Mantan Ketua KNPI Alor itu.
200 Pengusaha Alor Sudah Terapkan UMP
Jhon Th. L Mabileti, Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT menyebut, sebanyak 200 pengusaha dari total 260 di Kabupaten Alor yang sudah menerapkan upah pekerja sesuai standar UMP NTT tahun 2023. Sementara 60 pengusaha belum bisa menerapkan UMP dengan berbagai kendala.
“Kita Alor dari 260 pengusaha ini ada 200 pengusaha yang sudah membayar hak-hak pekerja sesuai standar UMP NTT tahun 2023,” kata Jhon kepada wartawan di Kalabahi.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/11/dprd-hormati-surat-gubernur-ntt-yang-belum-bisa-terbitkan-sk-pemberhentian-ketua-dprd-alor/
“Sementara 60 pengusaha belum membayar upah sesuai UMP karena kendalanya ada pada pekerja itu sendiri yang bekerja tidak tetap atau hanya sementara waktu saja sudah berhenti pergi merantau atau pulang kampung. Jadi mereka ini ikut saudara atau temannya kerja di Toko hanya sementara saja. Kalau sudah dapat tiket na sudah keluar merantau atau ada yang pulang kampung,” ujarnya.
Jhon menjelaskan, penerapan UMP ini sesuai amanat ketentuan UU Cipta Kerja yang disahkan Presiden melalui Perpu. Ketentuan upah juga diatur dalam UU 13 tentang Ketanagakerjaan yang menghendaki semua badan usaha harus menerapkan UMP.
“Sekarang UU Cipta Kerja dan PP 35, ada spesifikasi upah berdasarkan jenis usaha. Untuk usaha kecil menengah mikro itu tergantung kesepakatan upah antara pekerja dan pemberi kerja. Tidak ada standar minimum tapi pakai kesepakatan bersama antara pengusaha dan pekerja,” ujarnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/11/rocky-winaryo-ajak-wisatawan-kunjungi-destinasi-wisata-alor/
“Kalau usaha yang menengah ke atas itu tetap pakai standar UMP yang ditetapkan oleh Gubernur NTT. Jadi itu suatu kewajiban kepada pengusaha untuk membayar upah pekerjanya sesuai UMP,” lanjut Jhon yang selama ini berdinas di kantor Disnakertrans Alor.
Jhon merinci bahwa penerapan UMP di Alor ini sudah berlaku bagi pengusaha menengah dan besar.
“Kalau toko-toko besar itu semaunya sudah berjalan. Ada Toko Sinar Surya, Apotik-Apotik semua, PT Ombay, Karya Baru, SPBU Karkameng, SPBU Air Kenari, dan pengusaha besar lain itu selama ini masih pakai standar UMP. Pengusaha yang toko-toko besar itu rata-rata sudah terapkan UMP. Toko yang baru sedang itu yang belum semuanya,” katanya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/07/begini-kata-kpu-alor-soal-pemekaran-dapil/
Selain penerapan upah, Jhon juga menyebut bahwa para pengusaha menengah ke atas juga selama ini sudah menerapkan jaminan sosial tenaga kerja atau Jamsostek: BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Dari total 260 perusahaan di Alor, 115 di antaranya sudah menerapkan program Jamsostek (BPJS Tenaga Kerja dan BPJS kesehatan).
“Untuk Jamsostek itu ada 115 pengusaha yang sudah menerapkan program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Pekerja yang sudah lama bekerja itu rata-rata upahnya sudah UMP dan sudah masuk BPJS Tenaga Kerja dan BPJS Kesehatan,” ungkapnya.
Menurutnya, kendala yang dihadapi pekerja sehingga belum bisa terdaftar mengikuti program Jamsostek tersebut karena rata-rata pekerja belum ada identitas seperti KTP dan Kartu Keluarga sebagai syarat utama daftar Jamsostek.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/01/07/ppp-siap-usung-abdul-madjied-nampira-bertarung-di-pilkada-alor-2024/
“Kendalanya banyak seperti tidak ada KTP dan KK. Ada yang mereka sudah terikat perkawinan tapi belum menikah dan belum tercatat di Dukcapil sehingga pengurusan kartu keluarga juga belum ada. Karena daftar mau urus BPJS ya harus ada KK. Kalau yang belum kawin juga harus ada kartu keluarga dari orang tua. Banyak pengusaha yang tidak punya waktu dan kewenangan mengurus identitas KTP dan KK pekerja. Itu jadi kendala pekerja belum bisa ada program Jamsostek,” ujarnya.
Jhon mengatakan pihaknya tetap mendorong pengusaha untuk membayar upah pekerja sesuai UMP dan membantu pekerja mengurus adiministrasi Jamsosteknya sehingga mereka bisa tertolong jika, sakit, mengalami kecelakaan kerja atau meninggal dunia.
“Kita terus lakukan negosiasi supaya berkas mereka bisa diselesaikan. Kami juga negosiasi kalau yang belum sesuai UMP maka pengusaha bisa bayar upah mereka yang sewajarnya yaitu di kisaran minimal 1 juta dan harus ada Jamsosteknya. Dan itu ada pengusaha yang memperhatikan itu. Kita akan terus melakukan pengawasan di lapagan,” katanya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/01/warga-desa-ampera-alor-amankan-seorang-pria-tidak-dikenal-polisi-klarifikasi-pria-itu-bukan-pelaku-penculikan-anak/
Jhon mengakui Dinas Nakertrans Alor belum bisa menetapkan Upah Minimum Kabupaten atau UMK sendiri karena dianggap sangat memberatkan pengusaha.
“Di NTT hanya Kota Kupang yang pakai UMK. Kalau yang lain masih UMP. UMK dia harus lebih besar 25% dari UMP. Makanya kita di kabupaten kita pakai UMP juga pengusaha banyak keberatan, jadi tidak bisa kita pakai UMK Kabupaten. Mungkin ke depan bisa,” jelasnya.
Jhon juga mengimbau kepada pekerja di kabupaten Alor jika mengalami masalah pemutusan hubungan  tenaga kerja atau PHK sepihak dapat mengadukan ke Dinas Naskertrans Alor untuk diselesaikan melalui jalur mediasi sehingga hak-haknya bisa terpenuhi.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/03/respon-kisruh-pp-gmki-senior-gmki-cabang-kupang-serukan-perdamaian-ut-omnes-unum-sint/
“Kemudian kalau ada masalah Jamsostek BPJS Tenaga Kerja dan BPJS Kesehatan atau pekerja yang sudah meninggal dunia atau kecelakaan kerja yang tidak bisa terbayarkan maka bisa juga mengadukan ke Disnaker Alor untuk kita selesaikan,” tutup Jhon.
Sementara, Ketua KADIN Alor Denny Lalitan meminta pemerintah dan DPRD menganggarkan program pelatihan bagi pekerja di Kabupaten Alor. Program itu penting untuk meningkatkan kapasitas pekerja sebelum direkrut masuk bekerja di perusahaan.
“Tuntut kenaikan upah juga silahkan, asalah oputput pekerja yang dihasilkan itu bisa produktif. Jangan yang kerja satu hari, terus tidak hadir sehari. Ini tidak adil. Jadi pemerintah harus programkan program pelatihan untuk meningkatkan kapasitas kerja pekerja,” ujarnya. (*dm).