Kalabahi – Hakim Pengadilan Negeri Alor Provinsi NTT menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Sepriyanto Ayub Snae alias SAS karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap 9 anak.
Mantan Calon Pendeta atau Vikaris GMIT itu divonis mati pada sidang yang digelar secara virtual antara hakim di PN Alor dengan terdakwa dan penasehat hukumnya dari Lapas Kelas IIB Kalabahi, Rabu 8 Maret 2023.
Sidang terdakwa SAS itu dipimpin Hakim Ketua, R.M. Suprapto, S.H bersama Hakim Anggota: Datu Jayaningat dan Yohan.
Juru Bicara PN Alor, Ratri Pamundhita, SH mengatakan, Hakim PN Alor benar mengadili, menjatuhkan vonis pidana mati terhadap terdakwa SAS karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan anak 9 orang.
Menurutnya, karena vonis hakim itu pidana mati maka tidak ada hal yang meringankan bagi terdakwa dalam putusan hakim.
“Karena pidana mati sehingga putusannya tidak ada yang meringankan terdakwa namun yang memberatkan saja,” kata Ratri ketika jumpa pers dengan para wartawan usai sidang di PN Alor.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Alor Abdul Muis Ali melalui Juru Bicara Kejaksaan, Zakaria Sulistiono membenarkan, vonis hukuman mati terhadap terdakwa SAS.
“Iya betul (hakim vonis mati terhadap terdakwa SAS),” kata Zakaria dikonfirmasi wartawan di Kalabahi. Vonis ini sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum atau JPU.
Jaksa Zakaria sebelumnya mengatakan bahwa JPU telah menuntut pidana mati terhadap terdakwa SAS yang digelar pekan lalu. Pertimbangannya JPU menuntut hukuman maksimal demikian karena tidak ada hal yang meringankan terdakwa berdasarkan fakta persidangan.
Selain itu perbuatan terdakwa memenuhi unsur pasal 81 ayat 5 UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Ketua Tim Penasehat Hukum SAS, Jefta O. Djahasana mengatakan, pihaknya akan mempelajari salinan putusan hakim untuk mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Kupang.
“Kami akan banding karena itu hak hukum terdakwa. Ini masih koordinasi ambil salinannya dulu di PN baru kami susun memori banding. Kami diberi waktu 7 hari untuk mengajukan banding,” ujarnya, sambil mengatakan akan berkonsultasi lebih lanjut dengan keluarga SAS mengenai banding itu.
Vonis hakim ini mengejutkan warga Alor karena menjadi vonis pidana mati pertama dalam sejarah penegakan hukum pidana di Kabupaten Alor.
Selain itu, vonis ini juga menjadi yang pertama terberat dalam kasus tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dan anak di kabupaten Alor sejak Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak itu disahkan pemerintah dan DPR. (*dm).