Respon Vonis Mati Eks Vikaris GMIT, Keluarga Korban: Ini Keadilan untuk Kami Orang Kecil

Gambar: Kantor Pengadilan Negeri Kalabahi Alor. (Sumber: FB Pengadilan Negeri Kalabahi).
Gambar: Kantor Pengadilan Negeri Kalabahi Alor. (Sumber: FB Pengadilan Negeri Kalabahi).
Kalabahi – Keluarga korban merespon putusan Hakim Pengadilan Negeri Kalabahi Alor yang menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap terdakwa eks Vikaris GMIT Sepriyanto Ayub Snae alias SAS dalam perkara tindak pidana persetubuhan 9 anak di Kabupaten Alor, NTT.
Keluarga mengapresiasi putusan hakim PN Kalabahi dan menyebut vonis ini merupakan keadilan yang selama ini mereka nantikan sebagai orang kecil di desa.
“Kami sangat setuju dengan vonis hakim karena itu yang kami dan anak-anak harapkan dalam kasus ini. Kami orang kecil, ternyata masih ada keadilan untuk kami di negeri ini,” kata FL, salah satu ibunda korban yang diwawancarai tribuanapos.net, Kamis (9/3) di Kalabahi.
FL menerangkan, alasan ia mendukung dan mengapresiasi vonis mati dari hakim karena perbuatan SAS tersebut telah merusak masa depan anaknya. Kini anaknya masih dalam kondisi trauma psikologi yang berat.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/03/09/sepriyanto-ayub-snae-mantan-calon-pendeta-gmit-divonis-hukuman-mati/
“Karena perbuatannya dia (SAS) ini seperti ‘membunuh’ masa depan anak kami. Jadi dia pantas menerima hukuman mati. Saya punya anak masa depan hancur,” lanjut FL dengan nada menangis.
“Anak saya masih trauma berat. Dia syok karena saya tiap hari pantau perkembangannya. Dia pergi sekolah juga maunya jalan sendiri, tidak mau dengan kawannya. Dia malu dengan kawan-kawannya. Setiap hari saya amati dia sangat syok berat dan masih depresi. Saya terus kasih suport dia untuk terus melanjutkan studinya, mengejar mimpinya,” lanjut FL.
FL mengemukakan, gangguan psikologi anaknya ini tidak hanya mempengaruhi kondisi studinya melainkan juga mempengaruhi pergaulannya di lingkungan keluarga dan masyarakat desa.
FL bilang anaknya sampai saat ini masih memilih sendirian di rumah, tidak ingin bergaul dengan rekannya seperti sediakala.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/03/08/jaring-caleg-berintegritas-partai-demokrat-alor-gelar-seleksi-kompetensi-bacaleg/
“Bergaul juga dia jarang keluar keluar rumah, lebih banyak duduk sendiri-sendiri di rumah. Dengan keluarga juga dia lebih banyak di kamar saja. Anak saya benar-benar depresi berat. Saya selalu kasih dia kekuatan setiap hari. Saya takut dia ambil keputusan berhenti sekolah karena dia memang benar-benar menghindar dengan teman-temannya,” ujarnya.
FL kesal karena pendampingan korban oleh tim sikolog dari Dinas P3A Alor dan Gereja GMIT juga sudah berhenti sejak bulan Desember 2022 lalu. FL mengaku belum mengetahui alasannya mengapa proses konseling itu dihentikan oleh Pemda dan Gereja.
“Bantuan pemulihan sikologi anak kami itu sudah tidak ada lagi sejak Desember. Perhatian pemerintah juga tidak ada, dari Sinode GMIT juga tidak ada. Mereka hanya biarkan saja anak jalan sendiri begini,” katanya, kesal.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/03/04/stok-beras-nihil-pemkab-alor-dan-dprd-diminta-evaluasi-kebijakan-sektor-pangan-daerah/
“Harusnya mereka terus mendampingi anak sampai benar-benar pulih karena trauma ini kalau tidak dapat perhatian serius ya anak pasti tidak bisa sembuh, tidak bisa kembali hidup (aktivitas) normal,” ujarnya.
“Kami hanya mohon ada perhatian pemerintah, apalagi Sinode GMIT harus bertanggung jawab dalam pemulihan sikologi anak kami. Jangan kasih tinggal anak kami seperti ini, berlarut-larut dengan situasi trauma yang ada. Harus didampingi,” ujarnya. “Jangan datang seperti datang kasih ‘permen’ terus pulang. Saya minta harus dampingi sampai anak kami benar-benar pulih,” sambung dia.
FL kemudian merespon keputusan Penasehat Hukum yang akan mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Kupang. Ia minta agar hakim PT bisa memperkuat putusan PN Alor yang ada karena itu sudah tepat dan adil bagi keluarga dan masyarakat Alor yang selama ini konsen mendampingi kasus anaknya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/03/04/stok-beras-di-pasaran-alor-ntt-kosong-ahli-pertanian-undana-minta-gubernur-bupati-koordinasi-angkutan-kapal-beras/
“Saya minta hakim Pengadilan Tinggi tetap hukuman yang sama. Hukuman mati itu harus tetap dia (SAS) terima. Karena ini negara hukum jadi dia harus bertanggung jawab terhadap dia punya perbuatan. Saya tetap meminta keadilan untuk anak saya. Putusan Pengadilan (PN Alor) Ini sangat adil bagi kami orang kecil di desa,” katanya.
“Sebagai manusia saya memaafkan dia (SAS) karena kita tidak luput dari dosa tapi hukum mati tetap berjalan, biar ada keadilan dan ada efek jera bagi orang lain supaya jangan terjadi hal-hal yang begini lagi di Alor. Anak-anak Alor semua harus aman, harus bebas dari tindakan kekerasan anak dan perempuan,” ungkapnya.
FL menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Kapolres Alor, Kajari Alor, Ketua PN Alor, Majelis Hakim dan jajarannya serta semua pihak yang telah mendukung proses hukum ini hingga adanya putusan Pengadilan Negeri Alor. Ia doakan semoga para pejabat itu diberi hikmat dan kesehatan dalam mengemban tugas Negara.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/platform-pariwisata-ntt-www-eastnusatenggara-id-terpilih-pemenang-indonesia-website-awards-2022/
Kadis P3A Alor: Senin Kami ke Lokasi Pantau Perkembangan Korban
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Alor Haris Kapukong mengatakan, ia dan timnya akan ke lokasi untuk memantau kondisi perkembangan sikologi korban.
Pemantauan ini disebut Haris sebagai bentuk tindak lanjut dari asesmen sikologi yang dilakukan ahli sikologi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI dan Sinode GMIT beberapa waktu lalu.
“Kita sudah jadwalkan hari Senin kita ke lokasi untuk memantau kondisi perkembangan anak. Ini sebagai bentuk tindak lanjut atau arahan asemen dari ahli sikologi dari Kementerian P3A RI yang ke Alor dan Sinode GMIT,” katanya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/bantah-laporan-anggota-dprd-alor-ke-bk-enny-anggrek-saya-jawab-pki-itu-maksudnya-pikiran-kacau-intimidasi/
Haris menerangkan, pemantauan ini tim akan bertemu orang tua korban untuk berkonsultasi seputar perkembangan anak dari hasil asesmen tim ahli sikologi yang dilakukan beberapa waktu lalu.
Menurutnya, dari hasil pemantauan itu jika ada anak yang belum mengalami perkembangan ke arah sembuh maka Dinas akan berkonsultasi dengan ahli psikolog Kementerian untuk mengambil langkah-langkah konseling lanjutan.
“Nanti kita lihat bagaimana hasil pemantauan kami. Kalau memang butuh konseling lanjutan ya nanti kita koordinasi lanjut untuk tim sikolog bisa ke lokasi lagi untuk konseling. Kalau sudah mengarah ke sembuh ya nanti juga kita konsultasi dengan ahli seperti apa petunjuknya. Nanti Senin kita lihat dulu perkembanganya ya,” ujarnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/lagi-ketua-dprd-alor-non-aktif-enny-anggrek-diadukan-ke-bk-sidang-etik-sudah-digelar/
Haris juga membantah bahwa pemerintah dan Gereja tidak mendampingi pemulihan korban sejak kasus ini mencuak ke public. Haris menyebut, pendampingan selama ini terus berjalan namun tidak intens dilakukan setiap hari, karena itu sesuai tahapan asesmen dari ahli.
“Kami terus pendampingan korban. Hanya metode dan cara asesmen inikan yang paham adalah ahlinya. Jadi rekomendasi mereka dari kementerian kemarin juga bukan setiap hari kita harus di lapangan. Ini juga bentuk bagaimana kita bisa menjaga sikologi korban yang sedang mengarah ke sembuh. Kalau bertemu setiap hari ya kita takutnya korban tidak bisa sembuh. Sepanjang pantauan kami para korban sudah mengarah ke kesembuhan. Kami akan terus pantau perkembangan anak-anak kita,” ujarnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/jaksa-tuntut-eks-vikaris-gmit-sas-hukuman-mati/
Haris mengimau pihak sekolah, pemerintah kecamatan, desa dan masyarakat untuk tetap menjaga kondisi psikologi korban. Ia tidak ingin 9 anak korban kekerasan seksual ini mendapat perlakukan yang tidak adil dalam masyarakat.
“Pihak sekolah kita minta libatkan anak-anak dalam semua kegiatan sekolah, pramuka misalnya supaya mereka tidak merasa sendiri. Pihak kecamatan, desa, masyarakat tolong kita jaga kondisi anak supaya jangan ada deskriminasi dalam pergaulan mereka. Mereka harus diberi hak yang sama baik di sekolah dan di lingkungannya,” harap Kadis Haris.
Selain itu, Haris juga mendukung vonis hakim terhadap terdakwa SAS. Menurutnya vonis itu sudah sesuai rasa keadilan bagi korban dan keluarganya, juga para mahasiswa dan masyarakat yang selama ini intens perhatian masalah ini.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/oknum-pejabat-alor-diadukan-ke-polisi-diduga-perkosa-anak-tirinya/
“Tentu dengan vonis ini kita berharap putusan ini bisa memberikan rasa keadilan untuk korban dan keluarganya. Karena ini putusan maksimal. Ini putusan pertama yang terjadi khususnya dalam kasus kejahatan anak di Alor. Mudah-mudahan ini jadi efek jera bagi orang lain,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Majelis Sinode GMIT Pdt. Dr. Mery Kolimon yang dikonfirmasi media ini belum ingin menanggapi putusan PN Kalabahi terhadap mantan Vikarisnya itu. Menurut Pdt Mery, pihaknya masih menyusun rilis pers untuk disampaikan ke public.
“Ya, kaka, sebentar kami bagikan press release,” kata Pdt Mery di Kupang dihubungi dari Kalabahi.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/dpp-nasdem-benarkan-viktor-laiskodat-tak-maju-pilgub-2024-julie-viktor-laiskodat-itu-gila-ya/
Pdt Mery Kolimon juga belum bisa merespon keluhan keluarga korban soal konseling oleh tim sikolog dari Sinode GMIT yang katanya berhenti di Desember 2022. Menurutnya, ia masih akan cek perkembangan penangan konseling korban oleh timnya.
“Saya cek ya Kaka,” tulis Pdt Mery menjawab wartawan.
Pengadilan Negeri Kalabahi Alor sebelumnya menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap terdakwa SAS dalam perkara persetubuhan 9 anak di Kabupaten Alor.
Vonis hakim dibacakan saat sidang secara virtual pada hari Rabu (8/3) di PN Kalabahi yang dipimpin Majelis Hakim yang diketuai oleh hakim R.M. Suprapto, S.H, dan Anggotanya: Datu Jayaningat dan Yohan.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2023/02/25/sebelum-maju-bupati-alor-nasdem-putuskan-imanuel-e-blegur-maju-caleg-dpr-ri/
Amar putusannya, Majelis menilai perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan 9 anak sesuai unsur pasal 81 ayat 5 UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Selain itu amar putusannya, Majelis juga menilai tidak ada hal yang meringankan terdakwa selama persidangan.
Ketua Tim Penasehat Hukum SAS, Jefta O. Djahasana mengatakan pihaknya akan mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Kupang. Sementara ini pihaknya masih menunggu koordinasi pengambilan salinan putusan hakim untuk dijadikan bahan kajian menyusun memori banding.
“Kita akan banding. Kami diberi waktu 7 hari. Saat ini kami lagi koordinasi untuk ambil salinan putusannya untuk kemudian kami menyusun memori banding,” kata Jefta. (*dm).