Enny Anggrek membatantah seluruh keterangan Wakil Ketua II DPRD Alor Sulaiman Singh yang menyebut ada pengaduan 10 Anggota DPRD terhadap dirinya ke Badan Kehormatan atau BK atas dugaan pelanggaran kode etik. Enny diadukan karena diduga menyebut kata PKI dalam grup WhatsApp DPRD Alor yang dianggap melanggar kode etik.
Menurut Enny, pernyataannya yang mengomentari kata KPI itu dilontarkan di grup WA DPRD itu dengan maksud PKI adalah ‘Pikiran Kacau Intimidasi.’
“Saya jawab PKI itu maksudnya Pikiran Kacau Intimidasi,” kata Enny membantah keterangan Sulaiman Singh yang menyebut kata PKI itu duga melanggar kode etik sehingga membuat 10 Anggota DPRD Alor mengadukannya di BK tanggal 13 Februari 2023.
Enny Anggrek menjelaskan, awalnya ia membaca komentar Ketua BK Marthen Blegur dan sejumlah Anggota DPRD di grup WhatsApp DPRD yang mengirimkan kata-kata dan emoji menghina dirinya. Itu sebabnya ia meresponnya dengan mengomentari kata PKI yang artinya; ‘Pikiran Kacau Intimidasi.’
“Saya manusia normal bukan boneka jadi diam saja. Ada kirim (emoji) video porno pakai bikini, foto perempuan buncit bikini semua dorang ada di kasih masuk di grup. Itu Marthen Blegur dan Anggota lain. Saya tahu itu mereka menyindir saya. Ada kata Taiwan putih itu maksudnya apa. Jelas itu rasis karena saya sendiri dan mama Naboys yang badan (besar) begitu di DPRD. Jadi saya komentar PKI itu maksudnya oh ini mereka Pikiran Kacau Intimidasi, artinya pikirannya mereka sudah kacau jadi mulai intimidasi saya,” ujarnya.
“Terserah dorang mau bilang PKI itu (artinya) Partai Komunis Indonesia ya sihlah itu hak mereka di situ. Saya tidak ada urusan dengan itu,” lanjut Enny.
Ketua DPC PDIP itu menerangkan bahwa keterangan tersebut sudah ia klarifikasi di Badan Kehormatan tanggal 13 Februari 2023 di kantor DPRD Alor.
Menurut Enny, ada tiga hal dalam pengaduan 10 Anggota DPRD Alor yang ditujukan kepadanya di Badan Kehormatan. Ketiga hal itu antara lain;
Pertama: kata PKI. Kedua: pernyataannya yang menyebut Jadwal palsu, Paripurna Palsu dan Peraturan DPRD No 3 dan 4 tentang kode etik dan tata beracara palsu. Ketiga: tentang tuduhan ketidakhadirannya dalam rapat paripurna selama 6 kali.
Sidang BK dipimpin Ketua BK Marthen Luther Blegur dan Anggotanya, Zabdi Magangsau dan Hans Tonu Lema.
Enny menjelaskan, saat membuka sidang ia kemudian interupsi Ketua BK, menanyakan materi aduan dari 10 Anggota DPRD kepadanya karena materi itu tidak dilampirkan dalam surat panggilan klarifikasi yang dikirim kepadanya. Akhirnya Ketua BK memberikan materi tersebut dan sidang dilanjutkan.
“Jadi saya interupsi meminta materi itu baru kita boleh lanjutkan sidang karena saya sebagai terlapor harus tahu dulu dong materinya, akhirnya diberikan,” ujarnya.
Setelah itu, Enny meminta Ketua BK, Anggota dan Sekwan untuk bernatzar di depan Alkitab sebelum melanjutkan sidang karena kebetulan mereka semua beragama Kristen. Natzar itu bermasud supaya sidang ini berjalan seturut kehendak Tuhan agar benar-benar ada kebenaran dan keadialan.
“Saya tanya Pak Ketua agama apa, semua diam, oh iya saya ambil kesimpulan kita semua dengan Sekwan Kristen. Jadi saya bawa Alkitab di meja. Saya bilang, saya menjadi Ketua DPRD ini karena sumpah jabatan, dan kita semua ini dilantik dengan sumpah Alkitab sehingga kita semua bisa berperkara dengan Tuhan saja. Kita bernatzar supaya kebenaran dan keadilan bisa terbukti di lembaga DPRD ini,” katanya.
Hal lain yang disoalkan Enny dalam sidang kode etik di BK adalah tentang surat pemanggilannya yang tidak tertulis jelas disertai jabatannya sebagai Ketua DPRD Alor, melainkan hanya tertera namanya saja.
Ia mengatakan, seharusnya undangan yang diteken Ketua BK itu menulis juga tentang jabatannya karena ia masih aktif sebagai Ketua DPRD Alor karena belum ada SK pemberhentian dari Gubernur NTT, meskipun sudah diberhentikan oleh BK.
“Surat panggilan klarifikasi ini kemarin (waktu panggilan sidang kode etik pertama di tahun 2022) itu ditulis Enny Anggrek, SH dalam kurun Ketua DPRD Alor. Sekarang ini hanya Enny Anggrek, SH saja. Sehingga saya membawa surat keputusan Gubernur saya tunjukan supaya BK kalau mau panggil saya lagi maka suratnya tetap Ketua DPRD Alor,” ujarnya.
“Ini konspirasi sengaja mau lengserkan saya dari Anggota DPRD lagi. Sudah kasih berhenti saya dari Ketua DPRD dengan cara-cara palsu semua, sekarang mau kasih berhenti saya sebagai Anggota DPRD dengan masalah yang tidak jelas,” tegas Enny, geram pada BK.
Ketua BK kemudian melanjutkan sidang kode etik. Sidang etik itu, Enny lagi-lagi menjelaskan alasannya mengomentari kata PKI di grup WhatsApp DPRD Alor. Ia menegaskan bahwa maksud kata PKI itu artinya: ‘Pikiran Kacau Intimidasi’, bukan bermaksud menyebut Partai Komunis Indonesia.
“Saya jawab PKI itu maksudnya Pikiran Kacau Intimasi. Artinya saya dihina, difitnah dengan gambar dan video (emoji) porno di grup DPRD dengan kata-kata perempuan gemuk buncit, Taiwan. Ini kan suatu pernyataan rasis yang mereka sampaikan dalam grup. Maka saya jawab otak PKI. Artinya ‘Pikiran Kacau dan Intimidasi’. Saya bukan boneka jadi dihujat na saya diam. Dorang sendiri yang anggap itu Partai Komunis Indonesia. Itu terserah mereka,” tegasnya.
Sementara itu aduan tentang jadwal palsu, paripurna palsu dan peraturan DPRD Nomor 3 tentang Kode Etik palsu dan peraturan DPRD Nomor 4 tentang Tataberacara palsu yang diadukan 10 Anggota DPRD kepadanya di BK itu akan Enny ajawab dalam sidang klarifikasi berikutnya.
Selain itu, aduan tentang ia tidak mengikuti sidang paripurna DPRD sebanyak enam kali secara berturut-turut juga akan ia klarifikasi pada sidang BK berikutnya. Enny memberikan catatan tegas bahwa ia akan memberikan semua keterangan klarifikasi itu apabila BK memanggilnya dengan status jabatan sebagai Ketua DPRD Alor yang masih aktif.
Selain laporan kata PKI, 10 Anggota DPRD Alor juga mengadukan Enny Anggrek di BK atas pernyataannya yang menyebut jadwal dan paripurna palsu yang digunakan BK DPRD Alor untuk memberhentikannya dari jabatan Ketua DPRD Alor saat paripurna tanggal 29 November 2022.
Enny mengatakan, ia akan memberikan klarifkasi itu di BK jika dipanggil dalam status sebagai Ketua DPRD Alor. Namun sebelum memberikan keterangan di BK, Enny sedikit memberikan gambaran kepada media ini soal pernyataannya yang menyebut Jadwal dan Paripurna palsu.
Menurutnya, jadwal dan paripurna palsu itu terjadi pada tanggal 11 Oktober 2022 ditanda tangani oleh Yulius Mantaon dan tanggal 1 November 2022 ditanda tangani oleh Sulaiman Singh SH, sehingga melahirkan paripurna tanggal 29 November 2022 tentang pemberhentian Ketua DPRD.
“Itu palsu semua karena tidak sesuai dengan jadwal Banmus No 6 tanggal 30 September tahun 2022 tentang kinerja DPRD bulan Oktober, November dan Desember. Itu semua melanggar Peraturan DPRD No 2 tahun 2019 tentang Tatib pasal 51 ayat 2 tentang perubahan jadwal harus diubah dalam rapat paripurna yang sudah disahkan oleh Banmus. Begitu pula pasal 99 Tatib ayat 3 tentang rapat paripurna itu harus diselenggarakan berdasarkan jadwal rapat yang telah ditetapkan Banmus,” jelasnya.
“Mereka buat paripurna palsu itu karena mereka mengskenariokan semua diluar jadwal yang ditetapkan Banmus dengan istilah keputusan paripurna internal. Itu cara komplotan jahat karena Pemda belum memberikan dokumen APBD tahun anggaran 2023 sehingga mereka Anggota DPRD secara bersama-sama berkomplotan membuat paripurna palsu ini. Pemerintah harus ikut jadwal Banmus yang ada, bukan mereka Anggota DPRD ini bersekongkol di DPRD bikin jadwal lain. Karena tanggal 29 November itu jadwalnya asisten ke kantor Gubernur, bukan paripurna Pemberhentian Ketua DPRD. Jadi semua itu palsu dan tidak sah,” tegasnya membantah pernyataan Sulaiman Singh yang menyebut paripurna itu sah.
Selain itu, Enny Anggrek juga membantah soal laporan ke BK yang menuduhnya tidak ikut rapat paripurna sebanyak 6 kali. Menurutnya tuduhan itu pembohongan public yang dilakukan oleh 10 Anggota sebagai pengadu karena mereka menggunakan jadwal paripurna internal yang palsu.
“Saya hadir setiap hari kerja di kantor ko tapi mereka bersekongkol tidak kasih undangan ke saya. Kalau ada paripurna maka sesuai pasal 99 Tatib ayat 3 kalau mau paripurna maka harus mengundang pimpinan DPRD atau anggota untuk hadir di rapat. Sementara undangan ke saya tidak ada. Jadi itu pembohongan,” katanya kesal.
“Saya ikut (sidang) Paripurna juga mereka usir saya pakai (aparat) Pol PP. Paripurna keempat juga saya masuk tapi tidak kasih saya tanda tangan daftar hadir. Saya minta daftar hadir juga mereka tidak kasih saya tanda tangan. Dan Paripurna keempat itu mereka tutup pintu semua. Paripurna kelima saya hadir di ruangan tetapi mereka tidak kasih saya daftar hadir,” kesal Enny.
“10 orang itu mereka orang beragama semua. Jangan mengotori amanah rakyat di Lembaga Dewan yang terhormat ini. Ngeri e. Dorang buat semua palsu-palsu baru lawan saya sendirian,” lanjut dia.
Enny kembali menegaskan bahawa semua keterangannya itu akan ia berikan saat didang di BK nanti pekan depan namun dengan cacatan BK harus memanggil dengan tertera jabatannya sebagai Ketua DPRD Alor. Jika panggilan itu masih tetap tertera hanya namanya saja maka ia akan lapor ke Polisi untuk diproses secara pidana.
“Untuk jadwal dan paripurna palsu itu semua akan saya jawab di rapat klarifikasi berikut. Tapi harus panggil saya sebagai Ketua DPRD Alor. Kalau tidak panggil Ketua DPRD sesuai surat Gubernur maka saya akan lapor mereka ke Polisi,” tegasnya.
Politisi PDIP itu menduga bahwa laporan 10 Anggota DPRD kepadanya ini sengaja dibuat untuk melengserkannya dari jabatan Anggota DPRD Alor. “Jadi ada konspirasi jahat untuk melengserkan saya jadi anggota DPRD Alor lagi, karena mereka tidak puas berhentikan saya jadi Ketua DPRD dengan cara-cara yang palsu semua. Pertama 16 anggota yang lapor saya sekarang sudah turun jadi 10 orang. Ini jelas-jelas ada konspirasi jahat,” katanya.
Selain itu, Enny juga membantah keterangan Sulaiman Singh yang menyebut pimpinan DPRD adalah kolektif kolegial sehingga jika Ketua DPRD diberhentikan BK maka tugas-tugas Ketua DPRD bisa dijalankan oleh dua pimpinan DPRD.
“Kolektif kolegial itu kecuali Ketua berhalangan keluar daerah atau sakit sehingga diberikan tugas kepada salah satu wakil ketua. Bukan kolektif kolegial ini semua bisa mengambilalih tugas Ketua. Salah itu. Karena saya yang dilantik sebagai ketua, saya yang terima palu, bukan mereka wakil-wakil ketua. Jadi jangan merampas kewenangan saya sebagai Ketua DPRD. Ini namanya sabotase jabatan saya. Ini sangat memalukan. Masyarakat harus tahu itu. Saya dilantik tanggal 14 Oktober 2019 sebagai Ketua DPRD yang sah, yang dipilih oleh rakyat Alor. Jadi sangan merampas kewenangan saya,” ungkapnya.
Enny juga menyesalkan sikap Sekwan Daud Dolpaly yang memotong dana operasional di rumah jabatannya. Ia kesal karena potongan itu tanpa melalui alasan dan dasar hukum yang jelas.
“Saya punya tunjangan rumah jabatan 11,5 juta, dan tunjangan mobil 7,5 juta/bulan semuanya sudah dipotong oleh Sekwan dan bendahara. Hak protokoler saya berupa listrik, WiFi, uang minyak mobil dan operasional rumah jabatan tidak diberikan semua. Pembantu, sopir, staf, semuanya ditarik sejak bulan Oktober sampai sekarang ini. Kunker saya ke masyarakat dan ke luar daerah semuanya tidak kasih ke saya. Karena dorang bingung mau kasih saya ini sebagai Ketua DPRD ko Anggota,” ujarnya kesal.
Sidang TUN Sementara Berjalan
Enny Anggrek menjelaskan bahwa gugatannya di Pengadilan TUN Kupang terhadap keputusan BK tanggal 29 November 2022 yang memberhentikannya dari jabatan Ketua DPRD sudah digelar di Kupang pada tanggal 21 Februari 2023.
“Tanggal 14 Februari 2023 itu gugatan kami sudah dinyatakan sah terdaftar dengan Nomor Perkara: 73/TUN/Kupang. Sidang TUN juga sudah berjalan. Sidang kemarin tanggal 21 Februari itu pihak tergugat harus jawab gugatan kami tetapi karena mereka tidak siap maka ditunda ke tanggal 28 Februari. Setelah itu dari kami nanti replik seminggu kemudian. Setelah itu duplik dari mereka, baru nanti ada keputusan,” katanya.
Enny optimistis bahwa melalui kuasa hukumnya Marthen Maure, SH ini ia akan memenangkan seluruh gugatannya itu di Pengadilan TUN Kupang, termasuk membatalkan keputusan BK yang memberhentikan jabatannya.
“Saya tetap optimis menang, karena mereka menggunakan semua peraturan DPRD No 3 kode etik dan Nomor 4 tata Beracara itu semua palsu. Jadi selama belum ada surat pemberhentian dari Gubernur maka saya masih tetap Ketua DPRD Alor” ujarnya.
“BK ini juga saya yang angkat berdasarkan surat keputusan Ketua DPRD tapi dia berhentikan saya ya tidak bisa. Saya harus diberhentikan oleh SK Gubernur. Jadi BK jangan buat suatu keputusan sindikat yang mensabotase jabatan saya sebagai ketua DPRD Alor yang sah,” tutup Enny.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua II DPRD Alor Sulaiman Singh mengatakan Enny Anggrek diadukan oleh 10 Anggota DPRD Alor ke BK atas dugaan pelanggaran kode etik. Aduan itu disampaikan karena ada kata PKI yang dilontarkan Enny Anggrek di grup WhatsApp DPRD Alor. Proses sidang sedang berlangsung di BK.
Selain itu Sulaiman juga menegaskan, seluruh tahapan pemberhentian Enny Anggrek di Badan Kehormatan pada tanggal 29 November 2022 adalah sah sesuai ketentuan Peraturan DPRD Alor No 2 tentang Tatib, Nomor 3 tentang Kode Etik dan Nomor 4 tentang Tataberacara DPRD tahun 2019.
Menurut Sulaiman bahwa seluruh Peraturan DPRD Alor No 2, Nomor 3 dan Nomor 4 tahun 2019 itu adalah sah menjadi produk hukum daerah karena sudah ditetapkan melalui sidang paripurna DPRD ketika awal dilantik tahun 2019 lalu.
Sulaiman juga menyebut seluruh DPRD di Indonesia termasuk Alor wajib mempunya peraturan DPRD sebagai aturan yang mengikat seluruh Anggota DPRD dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Penetapan produk peraturan DPRD itu sebagai tindak lanjut dari penjabaran PP No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
Itu sebabnya Sulaiman menegaskan bahwa produk hukum DPRD tersebut sah menjadi aturan daerah yang mengikat 30 Anggota DPRD Alor dalam menjalakan tugas dan kewenangannya selama periode 2019-2024.
Meski demikian, Sulaiman tetap menghormati gugatan Enny Anggrek di Pengadilan TUN Kupang karena itu menjadi ranah hukum yang bersangkutan. Sulaiman memastikan bahwa DPRD akan memindaklanjuti apapun keputusan TUN yang nanti disampaikan melalui SK Gubernur NTT Viktor Buntilu Laiskodat. (*dm).