Kalabahi – Oknum pejabat di Kabupaten Alor diadukan ke Polres Alor Polda NTT, Rabu 22 Februari 2023 karena ia diduga melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap anak tirinya.
Kapolres Alor AKBP Ari Satmoko membenarkan adanya Laporan Polisi dari korban dan keluarganya yang masuk ke Unit PPA terkait dugaan pemerkosaan yang dilakukan oknum pejabat yang kini bertugas sebagai salah satu Sekretaris Camat di Lingkungan Pemkab Alor.
“(Benar) saya baru terima laporan pagi ini,” kata AKBP Ari dihubungi wartawan, Kamis (23/2) di Kalabahi.
Kapolres menjelaskan, penyidik Unit Pelindung Perempuan dan Anak (PPA) Polres Alor sudah mengambil keterangan saksi korban dan orang tuanya. Sementara untuk keterangan saksi terlapor masih menunggu jadwal berikutnya.
“Saksi korban sudah (diperiksa). Untuk terlapor masih tunggu ya,” ujar Kapolres Ari.
Kapolres belum bisa menjelaskan status hukum dari terlapor karena penyidik masih melakukan penyelidikan. Jika sudah ada cukup bukti maka Kapolres akan mengumumkan status hukum terlapor yang berinisial NA itu.
Sekda Alor akan Panggil NA untuk Klarifikasi
Sekretaris Daerah (Sekda) Alor Soni O. Alelang mengaku terkejut mendapat informasi dari media sosial tentang adanya laporan kasus dugaan pemerkosaan oknum pejabat terhadap anak tirinya di Polres Alor.
Sekda mengatakan, pemerintah sangat menyesalkan kejadian itu dan memastikan akan memanggil oknum pejabat yang bersangkutan untuk dimintai klarifikasinya.
“Kita juga baru mengetahui melalui pemberitaan. Informasi di media seperti itu karena itu kita akan panggil yang bersangkutan untuk dia berikan klarifikasi,” kata Sekda Soni, Kamis (23/2) di Kalabahi.
“Pemerintah sangat sesalkan adanya informasi itu karena melanggar aturan-aturan Pegawai Negari Sipil karena ancamannya adalah pelanggaran berat bisa dipecat dengan tidak hormat dari status PNS apabila terbukti secara hukum,” lanjut Soni.
Soni menghormati proses hukum yang bersangkutan di kepolisian dan mendorong Polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan sesuai ketentuan yang ada untuk mengetahui kepastian perilaku bawahannya itu.
“Kalau prosesnya sudah berjalan di penegak hukum maka kita hormati itu. Silahkan dari Polisi proses lakukan penyelidikan dan penyidikan ya silahkan itu ditetapkan tersangka jika susah cukup bukti,” katanya.
Soni mengatakan pemerintah akan menunggu kepastian hukum dari yang bersangkutan. Jika sudah ada penetapan tersangka maka pemerintah akan menonaktifkan sementara yang bersangkutan agar dia fokus pada masalah hukum.
“Kita akan menunggu, apabila sudah cukup bukti dan tersangka maka kita akan berhentikan sementara dari status PNS,” ujarnya. “Apabila nanti sampai pada keputusan hukum bersalah maka kita akan lihat hukumannya. Kalau hukumannya 2 tahun atau lebih maka kita akan memberhentikan dengan tidak hormat. Kalau kurang dari 2 tahun maka kita akan aktifkan kembali,” lanjut Soni.
“Kalau dia tidak terbukti bersalah di pengadilan hingga mempunyai kekuatan hukum tetap maka kita akan kembalikan statusnya sebagai PNS, pulihkan nama baiknya dan kembalikan semua hak-haknya,” terang Soni.
Lebih lanjut, Sekda menambahkan pihaknya melalui Dinas BKSDM Alor tidak akan melakukan pemeriksaan berita acara pemeriksaan (BAP) karena laporan kasus itu sudah ditangani penyidik kepolisian Alor.
“Kita menanti proses di Polisi. Kalau di polisi ya kita tunggu saja prosesnya. Karena sudah di Polisi jadi kita tidak BAP yang bersangkutan dan menunggu hasil proses hukum di Kepolisian,” tutup Soni yang dikenal cukup tegas karena sudah banyak memecat bawahannya sepanjang ia menjabat Kepala BKSDM Alor sebelum dilantik menjadi Sekda pada 3 Juni 2020.
Adapun ketentuan pemecatan terhadap Pasal 87 ayat 4 UU ASN Nomor 5 tahun 2014. Ayat 4 disebutkan bahwa PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;
c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.
Sementara, sanksi pelaku pemerkosaan anak di bawah umur adalah kurungan selama 5-15 tahun dengan denda maksimal 5 miliar. Hal ini tertuang dalam pasal 81 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. (*dm).