Gerakan Warga GMIT Dukung Sekolah Kristen di Era Kebijakan PPPK

Alboin Selly, M.Pd
Alboin Selly, M.Pd
Oleh: Alboin Selly, M.Pd
Di tengah perubahan besar dalam kebijakan pendidikan di Indonesia, khususnya dengan diterapkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sekolah-sekolah swasta, termasuk Sekolah Kristen GMIT di Alor, menghadapi berbagai tantangan signifikan. Kebijakan ini, meskipun bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah negeri, berdampak pada penurunan jumlah dan kualitas tenaga pengajar di sekolah-sekolah swasta. Ini mendorong perlunya sebuah gerakan kolektif dari seluruh warga GMIT untuk memastikan bahwa sekolah-sekolah Kristen GMIT tetap mampu memberikan pendidikan yang berkualitas.
Pengurus Yayasan Pendidikan Kristen (Yapenkris) Pongdoling di Alor telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi tantangan ini, seperti mempersiapkan dokumen Grand Desain Sekolah GMIT, Renstra, Rebranding Sekolah GMIT, desentralisasi kewenangan mengurus pendidikan dari sinode ke klasis dan Yapenkris, memanfaatkan alokasi dana pendidikan 2% oleh gereja, mengangkat guru kontrak Yapenkris, dan program Dana Abadi untuk menghimpun dana dari masyarakat maupun donatur yang peduli pendidikan. Namun, upaya-upaya ini belum maksimal, sehingga muncul wacana untuk menegerikan sekolah GMIT karena alasan infrastruktur dan ketersediaan guru.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2024/08/05/pidato-ketua-pdip-enny-anggrek-dukung-paket-simpati-di-pilkada-alor-2024/
Oleh karenanya, diperlukan Gerakan Bersama Warga GMIT sebagai respons terhadap tantangan tersebut. Tujuan utama dari gerakan ini adalah untuk mempertahankan eksistensi dan meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah GMIT. Gerakan ini melibatkan berbagai pihak mulai dari gereja, yayasan pendidikan, orang tua, siswa, hingga masyarakat luas.
Salah satu inisiatif kunci dari gerakan ini adalah program “Satu Keluarga Rp 10 Ribu/Bulan”. Dalam program ini, setiap keluarga di komunitas GMIT diundang untuk memberikan iuran sebesar sepuluh ribu rupiah per bulan melalui rekening dana abadi yang dikelola oleh Yapenkris. Dana ini akan digunakan untuk mendukung kesejahteraan guru, penyediaan sarana mengajar, dan fasilitas lainnya. Diharapkan, dengan adanya dukungan langsung dari keluarga, guru-guru di sekolah GMIT akan merasa lebih dihargai dan termotivasi untuk memberikan yang terbaik dalam proses pembelajaran.
Gerakan ini juga perlu melaksanakan program “Adopsi Sekolah”, yang mengajak gereja-gereja di sekitar sekolah, organisasi kemasyarakatan, atau perusahaan untuk mengadopsi sekolah-sekolah GMIT. Bantuan yang diberikan dalam program ini meliputi renovasi gedung, penyediaan buku-buku, komputer, atau peralatan belajar lainnya. Program ini bertujuan untuk memperbaiki infrastruktur dan fasilitas di sekolah-sekolah GMIT sehingga lingkungan belajar menjadi lebih kondusif dan menarik bagi siswa. Selain itu, gerakan ini mendorong setiap warga GMIT untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah GMIT, memastikan bahwa sekolah tersebut tetap eksis dalam menyelenggarakan pendidikan Kristen.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2024/08/05/mengapa-johni-asadoma-harus-didukung-di-pilgub-ntt-2024/
Pengembangan profesional bagi para guru merupakan fokus utama lain dari gerakan ini. Melalui kerjasama dengan universitas atau lembaga pelatihan profesional, sekolah-sekolah GMIT dapat menyelenggarakan program pelatihan berkala yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada kualitas pendidikan di sekolah GMIT.
Pentingnya teknologi dalam pendidikan juga menjadi perhatian utama. Warga GMIT yang memiliki keahlian di bidang IT dapat berperan sebagai relawan untuk mengembangkan platform e-learning khusus untuk sekolah-sekolah GMIT. Platform ini akan menyediakan materi pembelajaran berkualitas dan akses yang lebih mudah bagi siswa dan guru, serta digunakan untuk kelas tambahan, diskusi online, dan berbagai kegiatan belajar interaktif.
Kolaborasi dengan pihak eksternal, seperti universitas, lembaga penelitian, dan organisasi non-pemerintah, juga merupakan bagian penting dari gerakan ini. Melalui kemitraan ini, sekolah-sekolah GMIT dapat memanfaatkan sumber daya dan keahlian tambahan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Gerakan ini juga mendorong dialog dan advokasi kepada pemerintah daerah agar sekolah-sekolah GMIT mendapatkan perhatian dan dukungan yang diperlukan.
Gerakan Bersama Warga GMIT menekankan pula pentingnya memperkuat identitas dan nilai-nilai Kristen dalam pendidikan di sekolah-sekolah GMIT. Pendidikan karakter yang berlandaskan nilai-nilai Kristen seperti kasih, keadilan, dan kejujuran harus diintegrasikan dalam setiap aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, sekolah-sekolah GMIT tidak hanya menghasilkan siswa yang cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan siap memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2024/08/03/pemuda-milenial-alor-deklarasi-politik-dukung-melki-laka-lena-johanis-asadoma-di-pilkada-ntt/
Selain itu, gerakan warga GMIT melalui jalur politik juga diperlukan agar memastikan komitmen kepala daerah untuk mengurus sekolah GMIT. Ini termasuk memperjuangkan perubahan kebijakan pengangkatan Guru PPPK agar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dapat mengakomodasi sekolah swasta. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 4 Ayat 2, yang menyebutkan bahwa pendidikan harus diselenggarakan secara sistemik dan adil, selanjutnya ayat 6 Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Ini berarti penyelenggaraan pendidikan perlu memperhatikan semua jenis sekolah, baik negeri maupun swasta. Kebijakan pengangkatan Guru PPPK yang mengalihkan tenaga pengajar dari sekolah swasta ke sekolah negeri telah menyebabkan sekolah swasta semakin terpinggirkan, kehilangan sumber daya manusia yang berpengalaman dan terlatih.
Melalui Gerakan Bersama Warga GMIT, diharapkan sekolah-sekolah Kristen GMIT di Alor dapat mengatasi tantangan kebijakan PPPK, menjaga eksistensi dan kualitasnya, serta terus memberikan kontribusi yang berarti dalam mencerdaskan anak bangsa. Dukungan dan partisipasi aktif dari seluruh warga GMIT, serta kerjasama dengan berbagai pihak, akan menjadi kunci kesuksesan dalam perjuangan ini. Dengan semangat kolektif dan komitmen yang kuat, pendidikan di sekolah-sekolah GMIT dapat terus berkembang dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat Alor. (*).
*Penulis adalah pengajar di Universitas Tribuana Kalabahi.