Kalabahi, Tribuanapos.net- Ahli pengolahan pesisir dan keluatan Universitas Tribuana Kalabahi, Imanuel Wabang, S.Pi., M.Si mengatakan, Selat Pantar memang menjadi jalur migrasi Hiu Tikus dan Hiu Paus.
Sebab, wilayah tersebut merupakan daerah kepulauan yang sangat cocok dilalui kedua habitat langkah di dunia itu.
“Selain Hiu Tikus, ada juga Hiu Paus yang lewat di Selat Pantar. Memang wilayah selat Pantar sangat berpotensi untuk menjadi daerah migrasi,” kata Imanuel saat dimintai tanggapannya terkait penemuan Hiu Tikus oleh Thresher Shark Project Indonesia baru-baru ini.
Alumnus Magister Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor itu mengakui hasil riset Thresher Shark Project Indonesia yang berhasil mengidentifikasi keberadaan Hiu Tikus dengan metode Satelit Tagging.
“Tagging memang alat yang digunakan teman-teman Thresher Shark untuk melihat seberapa jauh Hiu Tikus melintasi wilayah kepulauan Alor. Ternyata benar, Selat Pantar jadi wilayah favorit mereka (Hiu Tikus),” ungkapnya.
Rekomendasi Penting untuk Konservasi Hiu Tikus di Alor
Menurut Imanuel, rekomendasi penelitian Thresher Shark Project Indonesia sangat berarti untuk kepentingan konservasi Hiu Tikus dan Hiu Paus di Alor. Imanuel meyakini jika konsenvarsi Hiu Tikus dilakukan berbasis data riset maka ke depan ia optimis kawasan Selat Pantar menjadi contoh konservasi terbaik nasional.
“Riset itu perlu diapresiasi. Sekarang bagaimana kita merespon penelitian tersebut untuk menentukan status kapan Hiu Tikus migrasi. Kalau itu diketahui maka, penting untuk kita melakukan upaya-upaya konservasi di Selat Pantar,” tutur Imanuel yang kini dosen Fakultas Perikanan Untrib.
Alumnus LPDP itu menambahkan, saat ini potensi kelautan dan perikanan sudah mulai bergeser menjadi peluang pariwisata di kawasan timur Indonesia. Oleh sebab itu dia meminta pemerintah gencar sosialisasikan konservasi kawasan Selat Pantar secara berkelanjutan.
“Selat Pantar miliki banyak kekayaan laut. Ada taman laut yang indah, Hiu Tikus, Hiu Paus, dan keindahan alam pesisir pantai. Semuanya tentu sangat diminati wisatawan. Saya pikir pemerintah perlu bertindak untuk melakukan sesuatu. Bagi peran, kami peneliti lakukan apa, pemda apa, para komunitas apa, nelayan dan masyarakat apa. Kita harus duduk satu meja bicarakan hal ini,” harapnya.
Imanuel yakin sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Alor Provinsi NTT bila digenjot secara baik maka akan meningkatkan sumber PAD senilai ratusan milyar dari sekarang PAD Alor hanya sekitar Rp.50 Miliar/tahun saja.
“Potensi kita banyak. Sayang sekali pemerintah kita tidak kreatif dan inovatif mengelolanya. Saya pikir SDM kita hari ini cukup, hanya belum digerakan menjadi kekuatan daerah. Semua stakeholder harus diundang duduk bersama bahas potensi kita,” tutup Imanuel.
Penemuan Hiu Tikus Alor Menakjubkan
Ahli Ekologi dan Konservasi Untrib Kalabahi, Paulus Edison Plaimo, M.Sc, mengatakan, penemuan Hiu Tikus oleh Thresher Shark Project Indonesia merupakan informasi yang sangat menakjubkan.
“Penemuan Hiu Tikus ini suatu penemuan habitat langkah di dunia. Saya pikir ini informasi yang sangat berharga bahwa ternyata Alor punya kekayaan luar biasa,” katanya.
Alumnus Magister Biologi Konservasi Universitas Gajah Mada itu bilang, habitat Hiu Tikus perlu dijaga kelestariannya agar tetap hidup berkelanjutan. Apabila rantai ekosistemnya terputus atau terganggu maka suatu saat Hiu Tikus berpotensi hilang di perairan kepulauan Alor.
“Kalau misalnya habitat atau ekosistemnya terganggu maka tentu keberadaan Hiu Tikus ini akan rusak. Dia akan hilang. Karena barang ini langkah dan dia hidup secara alamiah. Jadi tidak boleh ada aktivitas yang mengganggu jalur-jalur migrasinya, terutama merusak rantai makanananya,” tutur Paulus yang juga Dosen Fakultas Perikanan Untrib.
Paulus menyarankan, konsep pembangunan sustainable perlu diperhatikan pemerintah agar status keberadaan Hiu Tikus dan Hiu Paus tetap terjaga di masa datang.
“Konsep itu perlu diterapkan. Karena kita sering memikirkan tujuan pembangunan ekonomi tanpa memperhatikan aspek ekologi. Padahal ekologi lah yang punya dampak ikutan ekonomi,” pungkas Paulus Edison Plaimo.
Untuk diketahui, baru-baru ini peneliti Thresher Shark Project Indonesia menemukan Hiu Tikus di kedalaman sekitar 20 meter di Selat Pantar. Penemuan ini menakjubkan karena di Indoensia, Hiu Tikus baru ditemukan di dangkal-dangkal. Sedangkan di dunia, Hiu Tikus baru ditemukan di Kepulauan Malapascua, Filipina. Sekarang omset yang dihasilkan dari pariwisata Hiu Tikus di Filipina mencapai 130 Miliar/tahun.
Reporter: Demas Mautuka