Tahun 2019-2024, Pemanfaatan Dana Desa Tidak Dipihakketigakan

Tenaga Ahli Desa Kabupaten Alor Provinsi NTT, Machris Mau, SP.
Tenaga Ahli Desa Kabupaten Alor Provinsi NTT, Machris Mau, SP.

Kalabahi, Tribuanapos.net – Tenaga Ahli Desa Kabupaten Alor Provinsi NTT Machris Mau, SP mengatakan tahun 2019-2024 pemanfaatan Dana Desa (DD) tidak boleh dipihakketigakan. Aparatur desa dihimbau memanfaatkan DD dengan sistem swakelola atau padat karya tunai (PKT).

“Juknis Padat Karya Tunai di desa harus dilaksanakan secara swakelola. Tidak Dipihak-ketigakan,” ujar Machris, Sabtu (13/7/2019) di Kalabahi.

Dia menjelaskan, SKB-4 Menteri ditetapkan bahwa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melakukan: Pertama; Penguatan pendamping professional untuk mengawal pelaksanaan padat karya tunai di desa dan berkoordinasi dengan pendamping lainnya dalam program pengentasan kemiskinan.

Kedua; Refocusing penggunaan Dana Desa pada 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) jenis kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas Desa, melalui koordinasi dengan kementerian terkait.

Ketiga; Fasilitasi penggunaan Dana Desa untuk kegiatan pembangunan desa paling sedikit 30% (tiga puluh persen) wajib digunakan untuk membayar upah masyarakat dalam rangka menciptakan lapangan kerja di Desa.

Keempat; Upah kerja dibayar secara harian atau mingguan dalam pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan Dana Desa; dan,

Kelima; Fasilitasi pelaksanaan kegiatan pembangunan yang didanai dari Dana Desa dengan mekanisme swakelola dan diupayakan tidak dikerjakan pada saat musim panen.

Penggunaan DD Bersifat Swakelola

Ia menyebutkan, poin ketiga dan kelima SKB-4 Menteri menghendaki penggunaan DD bersifat swakelola/padat karya. Tujuannya supada ada dana segar yang berputar di desa sehingga daya beli masyarakat bisa meningkat. Jangan dana di kucurkan ke desa kembali lagi ke kota. Akibatnya daya beli masyarakat desa tetap saja rendah selamanya.

“Memang dalam Perbub pengadaan barang dan jasa (PBJ) di desa diatur bahwa bilamana desa tidak dapat melakukan pekerjaan yang membutuhkan spesifikasi atau teknologi khusus maka bisa dipihakketigakan, bukan semuanya. PBJ di desa tuh ada barang ada uang, beda dengan Reguler Kabupaten yang ada uang ada barang,” tutur dia.

Machris menghimbau kepada masyarakat dan BPD agar ikut mengawal jalannya pembangunan desa dengan mengacu pada sistem swakelola maupun padat karya.

“Masyarakat berhak atas pekerjaan padat karya di desa. Bila perlu harus kritis terhadap perencanaan pekerjaan fisik yang di bangun, apakah berdampak ekonomi bagi masyarakat lokal atau tidak. Jika tidak maka masyarakat berhak mengusulkan merubah perencanaan tersebut,” ungkapnya.

“Jangan sampai pembangunan fisik yang masif tetapi masyarakatnya lapar, sakit, gizi buruk, stunting dan hidup dalam kegelapan. Maka program pemberdayaan harus di kedepankan,” pungkas Machris.

Reporter: Demas Mautuka