Kalabahi, –
Machris Mau, SP, mengkritik postur APBD Alor Tahun 2018. Dia menyebut kebijakan anggaran tahun 2018 sama sekali tidak berpihak pada program advokasi masalah perempuan dan anak.
Untuk diketahui, tahun 2018, total APBD Alor Rp. 1.115.866.924.567,48. Jumlah belanja tidak langsung Rp. 601.001.600.427,00. Belanja langsung Rp. 517.247.084.093,00. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp. 62.931.359.773,48.
Dari total itu, postur anggaran untuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) sebesar Rp. 2.372.014.320,00.
Dibagi lagi menjadi, pos belanja langsung, hanya sebesar Rp. 455.396.000,00 dan belanja tidak langsung atau belanja pegawai Rp. 1.916.618.320,00.
Machris Mau, menilai kebijakan anggaran tersebut dinilai tidak efektif untuk mendorong program-program pemberdayaan perempuan dan anak.
“Alokasi APBD begitu jelas tidak berpihak pada program advokasi masalah anak dan perempuan. Karena di belanja langsung saja uangnya kecil sekali,” kata Machris kepada tribuanapos.net, Jumat (13/9/2019) di Kalabahi.
DPRD Belum Berniat Naikan Anggaran Anak
Ia berpendapat, kemungkinan ada dua faktor yang mempengaruhi minimnya alokasi anggaran untuk perempuan dan anak.
“Pertama, DPRD tidak berniat memperjuangan anggaran perempuan dan anak. Bisa diduga, kualitas SDM mereka minim. Kedua, bisa saja OPD teknis yang minim pengetahuan menyusun program-program yang sifatnya advokasi masalah-masalah perempuan dan anak sampai ke kecamatan-kecamatan atau desa,” Machris menjelaskan.
Menurutnya, kasus kekerasan anak dan perempuan yang cenderung tinggi di Alor setiap tahun merupakan suatu masalah daerah yang perlu disikapi serius, semua pihak. Apabila tidak diperhatikan secara serius maka jelas masa depan generasi Alor ini akan terancam.
“Caranya, pemerintah harus punya program advokasi anak. Ada banyak kasus anak dan perempuan di Alor tapi belum terdeksi. Ini masalah besar yang butuh keseriusan kita semua, terutama pemerintah,” pungkasnya.
Staf Ahli Desa Kabupaten Alor itu meminta supaya RKA Dinas P3A perlu dibenahi agar program-program yang disusun bisa menjawab permasalahan perempuan dan anak di Alor.
“Program OPD harus dilihat kembali. Prinsipnya program dan kegiatan yang disusun di RKA itu harus menyentuh masalah anak dan perempuan,” beber Machris.
Dia menambahkan, sinkronisasi program antar OPD juga perlu dilakukan agar masalah kekerasan anak dan perempuan bisa teratasi.
“Sekarang alokasi dana desa kita fokus di program stunting. Ini bagus. Nah, OPD teknis dan semua lembaga anak harus duduk bersama satukan program secara bersama. Kalau tidak ya masalah ini sulit teratasi,” tutup Machris.
Dinas P3A Akui Minim Anggaran
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dinas P3A, Sophia Dida mengakui, tahun 2018 pihaknya memang mengalami kekurangan anggaran. Itu sebabnya banyak program DP3A terpangkas dan tidak direalisasi.
“Memang tahun 2018 itu kita kelola anggaran hanya 455 juta saja. Itu terbagi di semua bidang. Satu bidang ya sekitar 25 juta yang kita kelola,” ungkapnya.
Shopia mengaku, minimnya alokasi anggaran untuk anak dan perempuan tersebut disebabkan adanya pesta demokrasi Pilkada Alor yang menguras anggaran daerah.
“Pilkada membuat banyak program kami dipangkas. Dan itu terjadi di hampir semua OPD. Program yang kita usul ke DPRD itu banyak, tapi semua itu dialihkan untuk anggaran Pilkada. Begitu. Jadi om Machris jangan hanya bisa kritik,” tegasnya.
Shopia menyebut, selama ini dinasnya sudah banyak merealisasikan kegiatan-kegiatan pemberdayaan anak dan perempuan hingga ke kecamatan dan desa. Koordinasi antar sesama lembaga anak pun sudah dilakukannya.
“Kita sudah banyak berbuat. Kita sampai di Pureman hampir tenggelam. Koordinasi dengan lembaga anak juga kami lakukan untuk bahas masalah anak dan perempuan. Om Machris itu masuk salah satu anggota tim perumus program anak jadi dia jangan omong sembarang. Semua itu kami lakukan untuk kegiatan anak dan perempuan. Ke depan tetap kami fokus program pemberdayaan anak dan perempuan,” tutup Shopia.
Alokasi APBD di Dinas P3A memang tergolong kecil. Hal itu terbaca dalam penjabaran laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2018.
Jumlah belanja langsung hanya sebesar Rp.455.396.000,- saja. Itupun mayoritas masih diperuntukan untuk belanja aparatur seperti ATK, honorium panitia dan belanja perjalanan dinas.
Diketahui, kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Alor, NTT cenderung tinggi setiap tahun. Data itu terungkap dari pekerja sosial Kemensos RI Mara Yirmiyati, S.Sos.
Dia mengaku banyak faktor yang ia hadapi untuk menurunkan angka kasus kekerasan seksual anak dan perempuan di Alor tetapi dirinya menuai banyak kendala, termasuk penganggaran.
Reporter: Demas Mautuka