Jemput Hamid, Mungkinkah Ketua DPRD Alor Diperiksa Badan Kehormatan?

Badan Kehormatan DPRD
Badan Kehormatan DPRD

Kalabahi –

Ketua DPRD Alor Enny Anggrek jadi sorotan publik karena ikut menjemput kontestan Liga Dangdut 2020 Hamid Haan di tengah kerumunan masa di Bandara Mali, Sabtu (4/4).

Kehadiran Enny jadi kontroversi , sebab dia hadir di tengah kerumunan masa saat negara mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mencegah pandemi covid-19.

Badan Kehormatan (BK) pun dituntut publik, memanggil dan memeriksa Ketua DPRD Enny Anggrek. Lalu apakah sang Ketua DPRD bisa diperiksa Badan Kehormatan hingga menjatuhkan sanksi dinonaktifkan dari jabatannya?

Berikut pendapat Badan Kehormatan dan sejumlah Anggota DPRD:

Ketua BK Zabdi Edison Magangsau mengatakan pihaknya bisa memanggil dan memeriksa Ketua DPRD Enny Anggrek apabila sudah menerima pengaduan masyarakat. Zabdi menjelaskan, pemeriksaan pelanggaran kode etik seluruh Anggota DPRD memang menjadi wewenangnya. Namun sejauh ini ia belum menerima pengaduan masyarakat.

“Pasti kita rapatkan kalau ada (laporan masyarakat),” kata Zabdi Edisoni Magangsau yang dihubungi wartawan, Minggu (5/4) di Kalabahi.

Baca Juga:

https://tribuanapos.net/2020/04/06/kapolda-ntt-periksa-kapolres-dan-wakil-bupati-alor-soal-penjemputan-hamid/

BK DPRD Periode 2019-2024 kini dijabat: Ketua Zabdi Edisoni Magangsau (F-PDIP) dan anggota, Henderikis S. Laukamang (PKPI) dan Hans Tonu Lema (Gerindra). Ketiga anggota DPRD tersebut akan memimpin sidang kode etik badan kehormatan bila ada pengaduan masyarakat.

Sementara Anggota DPRD F-Demokrat Reiner Atabauy berpendapat, Ketua DPRD bisa diperiksa BK. Sebab yang berwenang memeriksa pelanggaran kode etik 30 Anggota DPRD adalah BK.

Kendati demikian, Reiner menjelaskan mekanismenya bahwa yang berhak mengajukan pengaduan adalah masyarakat. Tanpa pengaduan masyarakat BK tidak dapat memproses dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPRD Enny Anggrek.

“Mekanismenya begitu. Kalau ada laporan masyarakat maka BK mempunyai wewenang memanggil, katakanlah ada oknum Anggota atau alat kelengkapan atau pimpinan DPRD yang diduga melakukan pelanggaran kode etik,” katanya.

Setelah menerima laporan, BK akan memferivikasi laporan masyarakat, apakah laporan tersebut memenuhi unsur-unsur alat bukti yang cukup atau tidak untuk disidangkan. “Kalau memiliki alat bukti yang cukup maka BK bisa menggelar sidang, memanggil yang bersangkutan untuk mendengar keterangan klarifikasi darinya,” jelas Reiner.

Baca Juga:

https://tribuanapos.net/2020/04/04/masa-membludak-jemput-hamid-kapolda-akan-periksa-kapolres-alor/

Setelah sidang, lanjut Reiner, BK mempunyai wewenang memutuskan sanksi sesuai perbuatan hukum yang dilakukan Ketua DPRD Alor. Jenis sanksi pun yang diberikan bisa kategori: ringan, sedang dan berat.

“Itu jenis sanksi yang akan diberikan. Nanti dilihat dari jenisnya. Kalaupun memang sanksinya berat ya ada kemungkinan bisa sampai pada pergantian jabatan. Tapi saya kira untuk capai itu semuanya tidak gampang,” tutur Reiner yang kini menjabat Ketua Komisi II DPRD.

Ketua Fraksi Partai Golkar Azer D. Laoepada, SH, mengatakan, dirinya mendukung BK memeriksa Ketua DPRD bila ada pengaduan masyarakat. Azer menyebut, karena perbuatan Ketua DPRD sudah menjadi sorotan public sehingga BK berhak memanggil dan meminta klarifikasi darinya.

“Itu aturannya sudah begitu. Dari aspek sosial, ini kan sudah ramai disoroti publik jadi sudah menjadi wewenang BK untuk meminta klarifikasi Ketua DPRD,” jelasnya.

Update Data Covid-19

Kendati demikian, Azer mengatakan, pemeriksaan Ketua DPRD harus mengedapankan asas praduga tak bersalah. “Itu asas yang harus dipegang oleh kita semua terutama Badan Kehormatan,” ungkapnya.

Baca Juga:

https://tribuanapos.net/2020/04/04/ribuan-warga-alor-jemput-hamid-haan-pulang-kampung/

Wakil Ketua DPRD Solaiman Sing, berpendapat, BK memang bisa memanggil Ketua DPRD meminta klarifikasinya. Namun, tugas BK hanya sebatas memanggil dan meminta keterangan Ketua DPRD. BK tidak mempunyai hak menjatuhkan hukuman, apalagi sampai menonaktifkan Enny dari jabatannya.

“Ya, karena BK ini kewenangannya terbatas dalam tugasnya. Dia (BK) kedudukan dan fungsinya tidak sama dengan Majelis Kehormatan di DPR RI. Kalau Majelis Kehormatan, wewenangnya lebih besar. Dia bisa menjatuhkan sanksi apa saja, termasuk menonaktifkan jabatan (Ketua DPRD),” pungkasnya.

Selain itu, Solaiman menambahkan, kehadiran Enny di Bandara itu dalam kapasitas pribadi dan bukan dalam jabatan sebagai Ketua DPRD Alor. Itu sebabnya ia tidak bisa diproses dan dijatuhkan sanksi oleh BK.

“Sesuai instruksi Bapak Presiden, DPRD dan semua kelembagaan itu bekerja dari rumah. Ini kan ibu Ketua hadir secara pribadi. Jadi BK mau periksa apa dulu? Kalau hal berkumpul dan lain-lain itu kan instruksi Presiden,” ujarnya.

Oleh karena wewenang BK terbatas maka Solaiman berpendapat kasus Enny Anggrek lebih tepat di bawah ke ranah hukum. Karena perbuatan Enny diduga terindikasi melanggar kebijakan negara dalam penanganan covid-19.

“Kalau saya sih lebih tepat diproses di ranah hukum, oleh Kapolda. Karena ini bukan soal kehadirannya dalam kapasitas sebagai ketua DPRD atau tidak, tapi lokus kasusnya kan dia ikut berkumpul di tengah kerumunan masa, ya itu (berpotensi masuk pelanggaran hukum),” katanya.

Baca Juga:

https://tribuanapos.net/2020/04/05/gmit-putuskan-tunda-perjamuan-kudus-triwulan-i/

Wakil Ketua DPRD Yulius Mantaon menjelaskan, dirinya tidak ikuti perkembangan kehadiran Enny Anggrek di Bandara Mali dan kediaman Hamid di Bota, Alor Barat Laut. Sehingga Ketua Partai NasDem Alor tidak ingin mengomentari kasusnya.

Namun, Ia mengatakan, kebijakan negara dalam pencegahan wabah covid-19, merupakan kebijakan yang dalam ilmu hukum disebut lex specialis. Sehingga semua orang wajib patuh pada kebijakan tersebut.

“Untuk penanggulangan covid-19 ini, ada Perbup, Pergub, ada Perpres, Maklumat Kapolri. Jadi itu merupakan lex specialis. Dia mengesampingkan ketentuan-ketentuan lain. Jadi nanti ditinjau, dilihat semua dari ketentuan-ketentuan itu. Ini keadaan darurat,” ujarnya.

Ditanya apakah BK pun bisa memeriksa Ketua DPRD? Yulius mengatakan, kasus tersebut lebih tepat masuk dalam ranah pidana. “Kalau (diperiksa) badan kehormatan, saya belum tahu perkembangnnya. Tapi perangkat hukum lebih tahu,” tutur politisi NasDem itu.

Tatib DPRD Alor Nomor 2 Tahun 2019 menjelaskan bahwa ada tiga jenis sanksi kode etik yang diatur. Kalau ada Anggota DPRD terbukti melakukan pelanggaran kode etik maka sanksinya paling rendah hanya teguran lisan, kalau menengah ada teguran tertulis, yang paling berat, diusulkan pemberhentian jabatan.

Diberitakan, Ketua DPRD Enny Anggrek dan Camat ABAL Debrina Lelang ikut menjemput kontestan LIDA 2020 Hamid Haan di Bandara Mali. Penjemputan itu di tengah kerumumunan masa. Sikap kedua pejabat tersebut oleh sebagian pihak disebut membangkang keputusan Presiden dalam penanganan pandemi covid-19 di tanah air.

Kapolda NTT pun kemudian memanggil Kapolres Alor AKBP Darmawan Marpaung, S.IK.,M.Si dan Wakil Bupati Alor Imran Duru, S.Pd, untuk didengar keterangannya di Polda NTT, Senin (6/4). (*dm).