Ahli Hukum Undana Kupang, Dr. Deddy Manafe. (Foto: doc tribuanapos.net).
Kalabahi – Ahli Hukum Universitas Nusa Cendana Dr. Deddy Manafe, SH.,M.Hum merespon wacana banding Enny Anggrek di Pengadilan Tinggi TUN Mataram setelah kalah gugatan di PTUN Kupang soal pemberhentian jabatannya sebagai Ketua DPRD Alor.
Deddy menyebut, keputusan PT TUN Mataram soal nasib jabatan Ketua DPRD Alor Enny Anggrek akan sangat menentukan elektabilitas Caleg Enny Anggrek dan PDIP secara politik di Pemilu 2024.
“Bagaimana kalau banding, terus pemohon menang tapi masa jabatan sudah berakhir, lantas apa guna dari putusan banding? Pasti hanya berguna secara politik saja,” kata Dr. Deddy Manafe, dihubungi, Selasa (8/8) di Kupang.
Menurut Deddy, gugatan banding Enny Anggrek di pengadilan Tinggi TUN Mataram ini jika menang maka tidak begitu penting bagi Enny jika hakim mengabulkan mengembalikan kerugian tunjangan jabatan yang diberhentikan pemerintah pasca putusan Badan Kehormatan DPRD Alor.
“(Soal hakim akan kembalikan tunjangan jabatan Enny Anggrek) itu teknis yang tidak terlalu penting di tahun politik. Aspek yang paling penting yaitu terkait persepsi konstituen terhadap putusan ini nantinya. Bisa menguntungkan dan juga merugikan elektabilitas Ibu Enny, sekaligus berbanding terbalik pada lawan politik Ibu Enny,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Deddy berpendapat bahwa langkah hukum banding yang akan dilakukan Marthen Maure, SH selaku penasehat hukum Enny Anggrek ini disebutnya sudah tepat untuk mencari keadilan hukum dan politik. Jika upaya banding tidak dilakukan maka Enny Anggrek dan PDIP akan rugi secara politik di Pemilu tahun depan.
Sementara, aktivis senior Lomboan Djahamou mengatakan, kekosongan jabatan Ketua DPRD Alor yang terjadi di lembaga DPRD ini murni merupakan kekeliruan PDIP yang tidak ingin mengisi jabatan tersebut pasca putusan Badan Kehormatan yang memberhentikan Enny Anggrek.
Sebab menurut Lomboan, Jabatan Ketua DPRD Alor itu murni sepenuhnya menjadi milik PDIP sebagai partai pemenang Pemilu tahun 2019.
“Mengapa PDIP tidak mengisi jabatan itu pasca BK memutuskan menggantikan Enny Anggrek karena terbukti langgar kode etik? Saya kira ini kekeliruan besar di PDIP karena permintaan pergantian itu sudah disampaikan pimpinan DPRD kepada PDIP tapi PDIP sendiri yang memang tidak ingin mengisinya dengan orang lain,â katanya.
Lomboan menyebut, saat ini peluang PDIP untuk mengisi jabatan Ketua DPRD Alor dinilai makin sulit karena proses gugatan banding masih akan diajukan tim penasehat hukum Enny Anggrek di Pengadilan Tinggi TUN Mataram.
âPintunya sudah tertutup rapat-rapat untuk PDIP mau isi jabatan ketua DPRD Alor sekarang, karena proses hukum banding kan masih akan dilakukan oleh Tim Hukum Enny,” ujarnya.
“Kalaupun di PT TUN juga gugatan Enny menang maka tentu DPRD akan ajukan kasasi, dan itu prosesnya akan butuh waktu yang sangat-sangat lama. Sementara waktu periodenya Anggota DPRD pun sudah mau berakhir beberapa bulan ini,” katanya.
“Jadi menurut saya, peluangnya PDIP sudah tidak ada lagi untuk isi kursi Ketua DPRD Alor sehingga Alor sudah pasti akan tidak ada Ketua DPRD sampai lantik Ketua DPRD baru hasil Pemilu 2024. Masyarakat Alor harus tahu bahwa kekosongan jabatan Ketua DPRD ini murni kesalahan PDIP,â ujarnya.
Lomboan juga setuju dengan pemerintah yang sudah menghentikan hak dan kewajiban kedewanan Enny Anggrek dalam jabatan sebagai Ketua DPRD Alor karena itu sesuai dengan ketentuan Undang-undang.
âSaya setuju sekali semua tunjangan Enny dihentikan pemerintah karena itu perintah undang-undang begitu. Karena apa dasarnya bagi pemerintah untuk bayar, toh orangnya sudah diberhentikan. Jadi Ibu Enny silahkan menggunakan hak dan kewajibannya sebagai Anggota DPRD biasa sampai akhir masa jabatan,â ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang menolak seluruh gugatan sengketa TUN yang diajukan Enny Anggrek, SH.
Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan Enny Anggrek ditolak karena pemberhentiannya dari Jabatan Ketua DPRD Kabupaten Alor sah dilakukan oleh Badan Kehormatan sesuai ketentuan hukum.