Kalabahi – Kepolisian Resort Alor Polda NTT menetapkan enam orang terduga pelaku pemerkosaan satu anak perempuan di Kabupaten Alor, tersangka.
Kapolres Alor AKBP Supriadi Rahman mengatakan, penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Alor telah menaikkan status 6 terlapor menjadi tersangka setelah gelar perkara. Penetapan tersangka itu dilakukan setelah penyidik mengantongi cukup bukti.
“Untuk 6 pelaku dugaan tindak pidana pemerkosaan sudah ditetapkan tersangka,” kata AKBP Supriadi, dihubungi, Selasa (30/5) di Kalabahi.
Keenam tersangka tersebut sementara ditahan di Sel Markas Polres Alor. Setelah melengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP), penyidik akan melimpahkan berkas enam tersangka itu ke Kejaksaan untuk diteliti, selanjutnya disidangkan di Pengadilan Negeri Kalabahi.
Sementara, Kepala Dinas P3A Kabupaten Alor Abdul Haris Kapukong mengatakan, timnya sudah menemui korban dan keluarganya di pulau Pantar. Abdul Haris menyebut, pertemuan dengan korban dan keluarganya itu sudah membahas langkah-langkah penanganan korban lebih lanjut.
“Iya dari Dinas P3A (sudah ke Pantar temui korban) ade,” kata Abdul Haris.
Sebelumnya diberitakan, enam pria diduga memperkosa Bunga (samaran/17th) di Kabupaten Alor, Provinsi NTT. Keenam pria tersebut diduga memperkosa korban secara bergilir sambil merekam video.
RH, keluarga korban menjelaskan, peristiwa pemerkosaan itu terjadi sekitar hari Sabtu 22 April 2023 di salah satu Desa di Pulau Pantar Kabupaten Alor.
RH menuturkan, menurut keterangan korban, saat itu korban melakukan carger HP di kampung tetangga karena di kampungnya tidak ada aliran listrik.
Saat korban kembali pulang ke kampungnya itulah ia dihadang enam pria kemudian memperkosanya secara bergilir sambil merekam video melalui handphone. Video asusila itupun disebarkan hingga membuat heboh penduduk desa.
Setelah menginterogasi korban, korban pun membenarkan peristiwa itu terjadi sekitar tanggal 22 April 2023. RH dan keluarganya marah dan melaporkan kasus itu ke Polisi.
RH mengaku saat ini korban belum mendapatkan pendampingan hukum dari penasehat hukum saat pemeriksaan di Kepolisian. Ia harap ada pihak yang bisa membantu korban karena kondisi ekonomi keluarga korban membuat mereka kesulitan membayar pengacara.
“Kita belum ada pengacara. Tadi dari Super Alor telepon saya katanya mereka besok akan ke Pantar ketemu korban,” katanya.
Selain bantuan pengacara, RH juga mengaku saat ini korban juga belum mendapat bantuan pendampingan psikologi.
RH berharap para terduga pelaku ini harus dihukum setimpal dengan perbuatannya karena perbuatan pelaku disebutnya sebagai perbuatan yang membuat korban trauma berkepanjangan.
“Korban ini ayahnya sudah meninggal, ibunya cacat. Korban ini sudah putus sekolah sejak kelas 5 SD. Sekarang usinya kurang lebih 17 atau 18 tahun. Dia diperkosa begini kan sudah hilang kesuciannya dan masa depannya nanti bagaimana. Ini akan membuat dia stress berat selama hidupnya. Jadi kami keluarga harap pelaku harus dihukum berat,” kata RH, dihubungi, Rabu (3/5/2023).
Kapolres Alor AKBP Supriadi Rahman membenarkan kasus dugaan pemerkosaan yang terjadi di salah satu desa di Pulau Pantar Kabupaten Alor.
Kapolres mengatakan bahwa Anggotanya telah bergerak cepat menangkap enam pria yang diduga memperkosa seorang anak setelah menerima laporan dari korban dan keluarganya. Saat ini penyidik Polsek sedang memeriksa korban dan saksi-saksi.
“Kejadian tindak pidana tersebut benar adanya. Korban sudah melapor ke Polsek dan perkara tersebut ditangani oleh Unit Reskrim Polsek Pantar Barat,” kata AKBP Supriadi dikonfirmasi, Rabu (3/5/2023) di Kalabahi.
Setelah pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan alat bukti maka Penyidik akan melakukan gelar perkara untuk menentukan status hukum para terlapor.
Para terduga pelaku terancam pasal 76D UU 35/2014 dan pasal 81 Perpu 1/2016 sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. (*dm).