Kalabahi –
Kejaksaan Negeri Kalabahi menetapkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor Alberth N. Ouwpoly sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2019.
Kepala Kejaksaan Negeri Kalabahi Samsul Arief mengatakan, pihaknya menetapkan Alberth Ouwpoly tersangka setelah penyidik memeriksanya selama 5 jam dan menemukan dua alat bukti.
Alberth langsung ditahan penyidik selama 20 hari di Sel tahanan Lapas Kelas IIB Mola Kalabahi untuk kepentingan penyidikan.
“Hari ini kita tetapkan Kadis Pendidikan Alor (Alberth N. Ouwpoly) sebagai tersangka kasus DAK 2019. Yang bersangkutan sudah kita tahan tadi di LP Mola Kalabahi selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan,” kata Kajari Samsul Kamis (16/12/2021) di kantor Kejaksaan, Kalabahi.
Sementara Kasie Intel De Indra, menjelaskan peran atau modus Alberth N. Ouwpoly dalam kasus tersebut. Menurutnya, Alberth diduga menyalahgunakan wewenangnya dalam proses kebijakan anggaran dan kebijakan pengadaan.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/16/mantan-bupati-alor-teddy-soetedjo-tutup-usia/
De Indra menerangkan, Kepala Dinas Pendidikan mempunyai dua tugas. Tugas pertama yaitu dalam kaitan dengan kebijakan pengadaan. Tugas kedua itu dalam hal kebijakan keuangan.
“Pengadaan ini kan bagaimana dia menyusun organ-organ mulai dari PPK, TPK dan seluruhnya. Itu dia menyusun bagaimana mekanisme pengadaannya. Nah, setiap belanja modal pengadaan itu pasti melekat yang namanya pengelolaan keuangan,” katanya.
“Nah, belanja-belanja yang dilaksanakan lewat swakelola ini harusnya dilaksanakan oleh P2S atau Panitia Pelaksana Sekolah. Di situ harusnya dana-dana ini dilakukan transfer langsung ke rekening sekolah. Namun dalam kenyataannya di sini, dana itu ditransfer ke bendahara pengeluaran di dalam SPM-nya,” sambung dia.
Peran Alberth ini, lanjut Jaksa De Indra, diduga telah bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor:190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/13/kapolres-alor-ajak-warga-vaksin-di-lapangan-mini-kalabahi-kota/
Sebab Permenkeu Nomor 190 itu mengatur tentang mekanisme pembayaran langsung atau LS. Ada dua syarat dalam mekanisme pembayaran LS. Pertama, pembayaran LS sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat 3, ditujukan pada penyedia barang jasa atas jasa atas dasar perjanjian atau kontrak.
Kedua, boleh ke bendahara pengeluaran atau ke pihak lainnya tapi untuk keperluan belanja pegawai non gaji induk, pembayaran honorarium dan perjalanan dinas atas dasar surat keputusan.
“Nah, berdasarkan kontrak itu atau perjanjian atau MoU swakelola ini harusnya ditransfer langsung ke rekening pihak ketiga dalam hal ini sekolah,” jelasnya.
“Nah, SPM-SPM (Surat Perintah Membayar) yang diterbitkan oleh Kepala Dinas ini semua menuju ke Bendahara pengeluaran. Jadi dugaan kami ini untuk mengendalikan kegiatan ini. Kami masih terus dalami karena kegiatan swakelola ini petunjuk teknisnya diterbitkan sejak tahun 2016 (namun) itu dilaksanakan seperti ini. Jadi ditransfer ke Bendahara pengeluaran baru nanti dikasih cek-cek untuk dicairkan,” lanjut Jaksa De Indra.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/13/gelar-monev-partai-prima-ntt-siap-hadapi-pemilu-2024/
Dari hasil penyidikan, ditemukan bukti-bukti bahwa kepala sekolah itu hanya mencairkan cek kemudian dikasih ke pihak ketiga, langsung saat itu juga. Begitu dicairkan di Bank langsung dibawa ke pihak ketiga.
“Ada modus dijemput pihak ketiga, ada yang dibawa ke pihak ketiga. Kadang juga mereka ambil (uangnya) di rumahnya pembantu bendahara pengeluaran. Ya harusnya kan ngambil uangnya di bank atau di sekolah. Itu beberapa modus yang kita temukan (dari hasil penyidikan),” ungkapnya.
“Jadi secara pengelolaan keuangan juga penerbitan SPM ini kita bisa nyatakan juga bahwa ini menurut kami ya salah,” katanya.
“Makanya kenapa kuasa pengguna anggaran ini harus tetap bertanggung jawab karena sebenarnya yang punya tugas dan tanggung jawab untuk menerbitkan SPM itu adalah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),” lanjut De Indra.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/13/opini-jalan-panjang-hambat-kelamin/
Menurut De Indra, Kepala Dinas Alberth N. Ouwpoly, diduga bertanggungjawab karena jabatannya secara ex officio sebagai KPA ditetapkan berdasarkan peraturan Bupati Alor.
Kasie Intel menyatakan, berdasarkan peraturan Bupati tersebut, mengatur jelas tentang tugas pokok dan fungsi Kepala Dinas selaku KPA dalam kebijakan anggaran dan pengadaan dana DAK tahun anggaran 2019.
Tugasnya, pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran adalah menyusun RKPA, menyusun DPA-DPA OPDA, menyusun anggaran kas OPD, melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas perubahan anggaran belanja.
Kemudian, melaksanakan anggaran OPD yang dipimpinnya, melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran, melaksanakan penerimaan pungutan bukan pajak, mengadakan ikatan atau perjanjian kerja sama dengan pihak lain (termasuk MoU, Swakelola dana DAK 2019 dengan pihak lain), serta menandatangani SPP (surat perintah pembayaran) dan SPM (surat perintah membayar).
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/13/opini-pemerkosa-santriwati-mestinya-jadi-si-kasim/
“Jadi SPP dan SPM itu kami duga itu salah. Harusnya yang benar itu ditransfer langsung ke rekening sekolah, bukan ke bendahara pengeluaran dinas pendidikan,” ujar De Indra sembari mengatakan bahwa itu temuan salah satu bukti terkait peran Kadis Pendidikan yang membuat ia tersangka.
Jaksa Bidik Bendahara Umum Daerah

Kasie Intel Kejaksaan Negeri Kalabahi De Indra mengatakan, pihaknya sedang mendalami dugaan keterlibatan Bendahara Umum Kas Daerah pada Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) dalam kasus korupsi dana DAK 2019 di Dinas Pendidikan Kabupaten Alor.
Menurut De Indra, diduga ada kesalahan prosedur administrasi dalam verifikasi dokumen pencairan dana DAK 2019 dari rekening kas umum daerah (RKUD) ke rekening bendahara pengeluaran Dinas Pendidikan, sehingga menyebabkan tindak pidana korupsi.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/09/viral-alang-alang-ini-dikirim-dari-surabaya-ke-alor-ntt/
Sebab dana DAK 2019 senilai Rp 27 Miliar sistem swakelola itu awalnya ditransfer dari Rekening Keuangan Negara (RKN) di Kementrian Keuangan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) di BKAD, kemudian dana itu ditransfer ke rekening bendahara pengeluaran dinas pendidikan.
“Transfer Dana DAK 2019 ini kan masuk ke Rekening Bendahara Umum Daerah. Bagaimana proses administrasinya ko bisa ditransfer masuk ke Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan dan tidak langsung ke rekening sekolah? Apa dasar hukum transfer dana DAK 2019 dari RKUD ke rekening bendahara pengeluaran dinas pendidikan? Apakah ada Perbup yang menjadi dasarnya?” tanya tribuanapos.net.
De Indra menjawab: “Nah, ini kan masih kita dalami. Ada lah yang namanya di bendahara umum daerah itu kan ke Kabid (Keuangan BKAD) Verifikasi (dokumen surat perintah membayar atau SPM). Nah, setiap SPM yang masuk untuk pencairan, harusnya dia tanyakan, ini kenapa, alasan (dasar hukumnya) apa. Kalau gak ada kebijakan lain terkait yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah (setingkat Peraturan Bupati sebagai dasar transfer dana DAK dari RKUD ke rekening dinas pendidikan), terkait Dana DAK Dinas Pendidikan, tapi kalau tidak ada maka secara aturan itu udah salah.”
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/07/jaksa-tetapkan-tersangka-korupsi-dak-pendidikan-alor-rp-27-miliar/
“Apakah tim verifikasi BKAD juga patut bertanggung jawab dalam kasus ini?” pertanyaan lanjutan wartawan.
“Ya, masih kita dalami. Karena kan kalau kita lihat belanja-belanja tender non tender ketika bentuknya SPP LS (Surat Permintaan Pembayaran Langsung) maka harusnya (dari RKUD) ke rekening pihak ketiga (sekolah),” jawab De Indra, tersenyum.
“Administrasi semuanya disiapkan oleh Dinas karena Dinas yang megang kunci keuangan kan, tetapi nanti transfer keuangannya kan harusnya ke rekening sekolah,” tambah De Indra.
Sebab pembayaran tersebut akan mengacu pada pengajuan SPP-SPM dari KPA Dinas Pendidikan, maupun dokumen-dokumen lain termasuk RAB Sekolah penerima DAK 2019 yang dibuat sekolah.
Apakah Bendahara Kas Umum Daerah diduga berpotensi tersangka? Jaksa De Indra menjawab: “Nanti kita dalami.”
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/08/bupati-alor-respon-kasus-korupsi-dak-di-dinas-pendidikan/
Dari keterangan Kasi Intel Kejaksaan De Indra tersebut di atas, jika benar diduga ada peraturan Bupati yang diterbitkan sebagai dasar transferan dana DAK 2019 dari RKUD ke rekening bendahara pengeluaran dinas pendidikan maka diduga Perbup tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor:190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, maupun ketentuan keuangan Negara lainnya.
Namun bila tak ada Perbup sebagai dasar transferan dana tersebut maka tentu bendahara umum kas daerah harus ikut bertanggungjawab karena diduga menggunakan wewenangnya meloloskan dokumen verifikasi SPM dari KPA Dinas Pendidikan sehingga dana itu ditransfer ke rekening bendahara pengeluaran dinas pendidikan yang pada akhirnya menyebabkan dugaan tindak pidana korupsi.
Kembali ke peran Kepala Dinas Pendidikan. Selain itu, menurut Jaksa De Indra, dari hasil penyidikan, Kepala Dinas Pendidikan juga mengengelurkan SK membentuk tim untuk kegiatan swakelola DAK 2019 di antaranya tim kegiatan uji kontrak dan tim penerima hasil pekerjaan. Namun tim tersebut diketahui tidak menjalankan tugas dan fungsinya tetapi diduga menerima honorer.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/03/ansy-lema-marah-klhk-yang-berniat-turunkan-status-cagar-alam-mutis-di-ntt/
“Itu tim yang dibentuk Kepala Dinas selaku kuasa pengguna anggaran atau KPA tetapi tidak menjalankan tugasnya,” kata De Indra. Hasil pemeriksaan Jaksa, Tim tersebut juga diketahui diduga tidak melaksanakan tugasnya namun menerima pembayaran honorer.
Kemudian, jaksa juga masih dalami dana penunjang DAK 5%, apakah itu sepenuhnya dipakai membiayai kegiatan-kegiatan honorium evaluasi dan monitoring pelaksanaan DAK 2019 atau tidak.
“Jadi ada kegiatan yang namanya penunjang DAK. Nah, kegiatan yang digunakan untuk SK-SK itu ada yang namanya kegiatan penunjang DAK. Dalam setahun itu kami hitung sekitar 1,3 Miliar. Itu mencakup, honorer monitoring, terus ATK-ATK itu semuanya Rp 1,3 Miliar. Itu 5% dari DAK yang masuk. Ini masih kami dalami,” ujarnya.
Selanjutnya, Jaksa pun membeberkan ada dugaan penerimaan “fee” dari pihak ketiga kepada kepala Dinas Pendidikan. Namun hal tersebut masih didalami Jaksa.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/02/lulus-s1-untrib-ipk-cumlaude-noni-morib-ini-tentang-perjuangan/
Jaksa menyatakan, penetapan tersangka Alberth N. Ouwpoly ini juga merupakan rangkaian pengembangan penyidikan dari tersangka PPK Khairul Umam. Khairul juga ditetapkan tersangka karena dia diduga berperan merubah pelaksanaan sistem swakelola menjadi penunjukan langsung pada pihak ketiga. Tersangka Khairul juga diduga menerima aliran dana “fee” dari pihak penyedia.
PH Alberth N. Ouwpoly Tempuh Praperadilan
