Kejaksaan Negeri Alor, Nusa Tenggara Timur, menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Khairul Umam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2019 senilai Rp 27 Miliar. Khairul Umam langsung ditahan Jaksa di Rutan Kelas IIB Mola Kalabahi.
“Untuk tersangka korupsi DAK 2019 di Pendidikan, sudah kami tahan kemarin,” kata Kasie Intel Kejaksaan Alor, De Indra, Selasa (7/12) di Kantor Kejasaan, Jl. Pangeran Diponegoro No.58, Kalabahi Kota.
Menurut Indra, penahanan tersangka Khairul Umam ini akan dilakukan selama 20 hari ke depan guna kepentingan pemeriksaan. Selain itu, penahanan tersangka ini juga dilakukan penyidik untuk kepentingan pengembangan perkara.
Kepala Kejaksaan Samsul Arif, SH., MH sebelumnya mengumumkan satu tersangka baru kasus dugaan korupsi DAK Pendidikan Tahun Anggaran 2019 senilai Rp 27 Miliar.
Pengumuman tersangka itu dilakukan Kajari Samsul usai penyidiknya memeriksa dan menahan Khairul Umam pada Senin, (6/12/2021). Tersangka Khairul ditetapkan tersangka setelah penyidik mengantongi dua alat bukti.
“Untuk mempercepat proses penyidikan, selanjutnya terhadap tersangka Khairul Uman dilakukan penahanan selama 20 (dua) puluh hari terhitung sejak tanggal 06 Desember 2021 sampai dengan 25 Desember 2021 di Rutan Kelas IIB Kalabahi,” ujar Samsul dikutip radarpantar.com.
Kajari Samsul menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan dan bukti-bukti yang dihimpun, penyidik menyimpulkan bahwa perbuatan tersangka Khairul Umam diduga telah merugikan keuangan Negara miliaran rupiah dalam proyek DAK bantuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan senilai Rp 27 Miliar Tahun Anggaran 2019.
Meskipun belum secara pasti disebutkan total kerugiannya namun Samsul mengungkapkan bahwa timnya telah menggandeng ahli ekonom menghitung besaran kerugian Negara sementara. Dari hasil perhitungan sementara tersebut ditemukan bahwa ada indikasi kerugian negara. Total kerugian secara pasti akan diumumkan Jaksa setelah dihitung BPK.
Menurut Samsul, kerugian Negara tersebut diduga ditemukan pada item pembangunan DAK 2019, mencakup proyek pembangunan perpustakaan sekolah, rehabilitasi sedang berat perpustakaan sekolah, pembangunan laboratorium dan ruang praktikum sekolah serta pengadaan mebelair sekolah pada Dinas Pendidikan Kabupaten Alor.
Khairul Umam kala itu menjabat selaku PPK DAK Dinas Pendidikan Kabupaten Alor yang bertanggungjawab penuh secara teknis dalam pelaksanaan seluruh proyek DAK 2019.
Samsul menerangkan, dari hasil penyidikan, tim penyidik menemukan bahwa diduga proyek DAK 2019 tersebut dikerjakan tidak sesuai Juknis DAK dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Ketentuan teknis pelaksanaan DAK tersebut telah diatur jelas dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tentang petunjuk operasional DAK Fisik Bidang Pendidikan dan Perpres tentang pengadaan barang/jasa serta peraturan lembaga kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Kajari Samsul mengatakan, dalam Juknis tersebut menyatakan bahwa kegiatan DAK Tahun Anggaran 2019 ini wajib dilaksanakan secara swakelola.
Namun dalam pelaksanaannya, PPK tidak melaksanakan kegiatan ini secara Swakelola sesuai dengan Juknis, malah diduga PPK menyiapkan dan mengatur sedemikian rupa pelaksana/penyedia untuk melaksanakan seluruh kegiatan yang menjadi objek penyidikan.
Juknis Swakelola itu lanjut Samsul, seharusnya pihak sekolah yang melaksanakan kegiatan ini bersama komite atau panitia pelaksana sekolah (P2S). Karena tidak dilakukan secara swakelola maka penyidik berkesimpulan bahwa perbuatan Khairul Umam diduga telah menyebabkan kerugian keuangan Negara miliaran rupiah.
Selain itu, kata Samsul Arif, seluruh dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB), serta gambar telah diatur oleh PPK Dinas Pendidikan Kabupaten Alor tanpa pernah ada atau menerima proposal atau RAB dari setiap sekolah penerima DAK 2019.
Tersangka Khairul Umam selaku PPK lanjut Samsul Arif, tidak pernah menggunakan wewenangnya untuk melakukan review atas RAB dan seluruh dokumen kegiatan yang berkaitan dengan penyidikan ini sehingga menimbulkan potensi kerugian keuangan negara.
Meski Samsul tidak menyebut besaran sementara kerugian negara namun ia memastikan bahwa berdasarkan laporan hasil perhitungan ahli ekonom sementara, dari keempat kegiatan dalam penyidikan ini telah timbul kerugian keuangan Negara. Perhitungan kerugian ini juga dipastikan akan terus bertambah dengan beberapa objek penyidikan yang sedang dikembangkan.
“Untuk kerugian awal, angka sudah kita kantongi, tetapi ini bersifat sementara sehingga belum dapat disampaikan karena angka ini akan mengembang cukup besar. Nanti sudah ada kepastian mengenai besaran kerugian negara baru akan diumumkan melalui media,” jelas Samsul Arif.
Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan sejumlah saksi, ditemukan pemberian ‘Fee’ dalam pekerjaan proyek tersebut oleh penyedia kepada Khairul Umam selaku PPK. Meski ada temuan dugaan Fee namun Jaksa masih mendalami aliran Fee tersebut apakah untuk kepentingan pribadi tersangka dan/atau sebagiannya diduga disalurkan ke pihak lain.
“Memang ada beberapa bukti yang sudah mengarah ke situ (ada pemberian Fee).’ Ini masih kita dalami aliran itu ke mana saja,” kata Kasie Intel, De Indra, sambil belum ingin memastikan akan ada penyitaan asset tersangka.
Kasie De Indra meminta para saksi agar kooperatif dan jujur memberikan keterangan bila diminta penyidik. Sekitar belasan hingga puluhan saksi sudah dimintai keterangan di kantor Kejaksaan. Pemeriksaan saksi akan monoton dilakukan Jaksa dalam beberapa pekan mendatang.
Kasie Intel De Inra juga memastikan, pihaknya masih akan terus mengembangkan perkara korupsi DAK 2019 ini, dan tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka lain.
“Oh jelas, kemungkinan ada tersangka baru,” pungkas De Indra.
Perbuatan tersangka Khairul Umam terancam dijerat Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP dan subsidiair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Pasal itu disebutkan bahwa; “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).” (*dm).