Bupati Alor Drs Amon Djobo mengajak DPRD ikut memperjuangkan nasib rakyatnya yang tidak bisa direlokasi pasca bencana Seroja, akibat terkendala izin alih fungsi hutan lindung di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Gara-gara tidak ada rekomendasi alih fungsi hutan dari KLHK tersebut maka 3 dari 8 desa di kabupaten Alor tidak bisa dibangun rumah hunian tetap dari Kementerian PUPR.
Bupati marah dan mengajak DPRD bila perlu demo di kantor Kementerian LHK di Jakarta, mendesak Menteri Siti Nurbaya mengeluarkan izin alih fungsi hutan untuk 3 desa yang lahannya masuk kawasan hutan lindung.
“Komitmen pemerintah daerah itu cukup minta bantuan pemerintah pusat (bangun hunian baru korban seroja). Tapi apa, dari PUPR minta harus ada rekomendasi (dari KLHK). Itu yang membuat sampai sekarang tertunda itu. Coba bayangkan,” kata Bupati Amon di Rapat Paripurna DPRD membahas RAPBD T.A 2022, Rabu (17/11/2021) di ruang sidang utama kantor DPRD, Kalabahi Kota.
“Maka sebenarnya teman-teman DPRD ini juga kalau ada Bimtek (di Jakarta), ramai-ramai pigi ko bikin ribut di situ, baru saya dukung mati itu. Coba bikin ribut. Tidak ada urusan. Kita punya tanah ko bagaiman itu. Saya tidak sependapat, tapi ya mau bagaimana,” lanjut Bupati.
“Coba bikin ribut supaya orang tahu Alor ini manusia kepala angin semua, bukan hanya orang Irian saja. Betul ko tidak?” jawab sejumlah Anggota DPRD: “betul.” “Ya. Itu sejarah,” sambung Amon Djobo sambil melirik Ketua DPRD Enny Anggrek yang duduk di sampingnya.
Bupati Amon menjelaskan, alih fungsi hutan yang diusulkan ke pemerintah pusat luasnya hanya seberapa. Semisal di Desa Malaipea Kecamatan Alor Selatan, hanya sekitar 70an Kepala Keluarga (KK) saja yang direlokasi sehingga lokasinya hanya membutuhakn satu atau dua hektar saja. Hal itu tidak akan merusak kawasan hutan lindung di daerah itu.
Amon Djobo juga menyesalkan sikap KLHK yang tidak memberikan rekomendasi izin alih fungsi kepada Pemkab untuk kepentingan pembangunan Hunian Tetap korban Seroja, namun malah bisa memberikan izin kepada Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) untuk pembangunan Bukit Doa.
“Manusia di (Desa) Malaipea itu ada beberapa KK, 70an KK saja ko? Apa nanti dorang bikin rusak itu hutan begitu luas? Kan tidak mungkin. Anehnya Gereja dikasih izin masuk bangun Bukit Doa itu tetapi yang masyarakat tidak bisa,” kesal Bupati.
Bupati mengatakan, Alor sangat mengalami keterbatasan dana untuk pembangunan akibat refocusing pandemi Covid-19 dan bencana Seroja yang menewaskan 17 warganya pada April lalu.
Untuk itu, relokasi pembangunan hunian baru ini akan sulit didanai dari dana APBD. Karena itu Bupati minta, KLHK tidak boleh menghambat peralihan izin status hutan untuk kepentingan relokasi masyarakat korban bencana Seroja.
Meski demikian, Bupati Amon Djobo akan membentuk tim terpadu untuk membahas solusi bagaimana cara merelokasi warga korban Seroja yang sampai sekarang belum mempunyai hunian baru.
Bupati menyesalkan sikap KLHK yang bersih keras tidak mau memberikan izin alih fungsi hutan untuk kepentingan relokasi pembangunan hunian baru. Namun faktanya lokasi tersebut sudah dibangun Bukit Doa milik Gereja Masehi Injili di Timor atau GMIT.
“Kalau lokasi tanah hunian baru itu dia masuk dalam status hutan stepa, terus kenapa kasih (izin) sama Gereja bikin Bukit doa itu. Itu izin siapa itu. Kita pertanyakan begitu. Lalu ini tanah ini milik kita orang Alor punya, bukan orang Kementerian (LHK) punya,” lagi-lagi kesal Bupati.
“Saya bersurat sudah ulang-ulang kali termasuk pejabat terkait saya suruh pigi di sana (kantor KLHK), ribut. Kamu pigi di Pasar Senen berdiri tabuka, panggil bilang saya yang Bupati Alor, bikin ribut di kementerian. Ini tanah kami punya, bukan kamu punya. Lalu kamu mau pakai bikin apa juga ini tempat kami yang tinggal, bukan kamu yang datang tinggal,” kata Amon Djobo bernada geram.
Bupati bilang, lokasi tanah yang akan dijadikan pembangunan rumah hunian baru korban Seroja pun tidak ada pohon-pohon besar yang tumbuh di situ. Karena itu seharusnya Menteri LHK Siti Nurbaya memberikan izin alih fungsi hutan untuk kepentingan relokasi warganya.
“Ada Jati berapa pohon di lokasi sana itu? Tidak ada Jati di situ ko. Tidak ada kayu-kayu yang masuk pada kategori Hutan Stepa di situ. Di situ hanya ada Kayu Putih. Kayu putih itu sejak dunia Alor ini ada, sudah ada Kayu Putih di sana. Tidak ada apa-apa di situ ko? Dikasih pindah ko ributnya luar biasa,” kesal Bupati membuat sejumlah Anggota DPRD tahan tertawa.
3 dari 8 Desa Gagal Direlokasi
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten Alor Dominikus Salmau, ST, menyebutkan bahwa pasca Bencana Seroja April lalu, pihaknya telah mengusulkan 8 desa ke pemerintah pusat untuk direlokasi. Namun, dari 8 desa itu, 3 di antaranya gagal direlokasi akibat lahannya masuk status kawasan hutan lindung.
“Kemarin setelah bencana Seroja kita usul ada 8 desa yang harus direlokasi pemerintah pusat. Namun tiga desa yaitu Desa Lela, Kailesi Tengah dan Malaipea terhambat karena lokasinya masuk kawasan hutan. Kita masih koordinasi dengan Kementerian LHK karena oleh Kementerian PUPR tidak bisa dibangun Huntab kalau lahan hutannya belum dialihkan,” kata Dominikus.
Opsinya Pemkab Alor berusaha mencari alternatif lokasi baru namun sudah terlambat karena Kementrian PUPR sudah closing waktu usulannya. Untuk itu Pemkab sudah berkoordinasi dengan BNPB agar tiga desa yang gagal direlokasi tersebut masuk tanggungjawab BPNB.
“3 desa itu PUPR tidak bisa bangun Huntab jadi nanti dialihkan semua ke BNPB. Nanti mereka cari lahan sendiri kemudian BNPB yang bangun. Ini termasuk korban yang rumahnya rusak ringan, sedang, berat semuanya nanti ditangani oleh BNPB,” ungkapnya. “Kemarin kita caba cari lokasi baru hanya sudah terlambat. PUPR sudah closing waktunya,” pungkas Dominikus.
Bupati Alor Puji Kementrian PUPR
Bupati Alor Drs. Amon Djobo memuji Kementrian PUPR yang mulai membangun 599 unit Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) untuk warga korban terdampak bencana Seroja di NTT khususnya di Kabupaten Alor. Bupati memuji Menteri PUPR Basuki Hadimuljono karena sudah membangun rumah korban bencana di Kecamatan Pantar Timur bertaraf mewah, tak seperti rumah pejabat daerah.
“Saya apresiasi Kementerian PUPR yang bangun rumah bencana Seroja di Alor ini. Di Pantar Timur itu rumahnya sangat-sangat mewah. Itu esolan II saja tidak mampu bangun rumah semacam begitu. Jujur saya bicara ini,” kata Bupati Amon Djobo, dalam Rapat Paripurna RAPBD 2022 di kantor DPRD, Kalabahi Kota.
Pemerintah melalui Kementerian PUPR terus melakukan berbagai upaya dalam masa pemulihan kerusakan pasca bencana banjir dan longsor yang terjadi di sejumlah wilayah di NTT. Salah satunya adalah segera melaksanakan arahan Presiden Joko Widodo untuk merelokasi rumah para korban bencana ke lokasi yang lebih aman.
Dirilis dari laman https://eppid.pu.go.id/, Kementerian PUPR akan membangun hunian tetap (Huntap) bagi para korban dengan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA). RISHA adalah teknologi konstruksi knock down yang dapat dibangun dengan waktu cepat dengan menggunakan bahan beton bertulang pada struktur utamanya.
Salah satu lokasi yang akan dibangun huntap ini berada di Waisesa 1, Desa Tanjung Batu, Kabupaten Lembata. Kementerian PUPR telah melakukan pematokan seluas 4,3 ha dari rencana total luas lahan yang akan dihibahkan sebesar 10 ha. Pada lokasi ini akan dibangun 154 unit huntap
Saat ini Kementerian PUPR tengah melakukan peletakan batu pertama di lokasi pembangunan huntap Waisesa 1. Pembangunan mock up RISHA sejumlah 2 unit juga sedang dilaksanakan dan ditargetkan selesai dalam 2 minggu ke depan. Pembangunan 2 unit mock up RISHA juga akan dilaksanakan pada lokasi relokasi lainnya setelah pematokan lahan dan proses hibah dilakukan.
“Kami juga akan melakukan pengujian geolistrik untuk memastikan ketersediaan sumber air bersih pada lahan yang akan dibangun hunta bagi para korban bencana,” ujar Ketua Satgas Penanganan Bencana Kementerian PUPR di NTT dan NTB, Widiarto.
Sebelumnya dikatakan Widiarto Kementerian PUPR telah menghitung perkiraan kebutuhan biaya program pembangunan Rumah RISHA dalam rangka relokasi permukiman dengan keperluan anggaran tahun jamak sekitar Rp 338 miliar yakni TA 2021 sebesar Rp 236 miliar dan TA 2022 sebesar Rp 102 miliar.
Kebutuhan anggaran tersebut dinyatakan Widiarto direncanakan untuk pembangunan sebanyak 1.000 unit RISHA, terdiri dari di Lembata sebanyak 700 unit dan Adonara sebanyak 300 unit. Di samping dua kawasan ini, Pemerintah Daerah mengusulkan empat lokasi tambahan untuk relokasi yaitu di Kabupaten Kupang sekitar 14 unit rumah, Kota Kupang sekitar 530 unit rumah , Kabupaten Alor sekitar 599 unit rumah, dan Kabupaten Rote Ndao sebanyak 153 unit rumah.
Korban Seroja Keluhkan Hunian Baru
Ans Kamusi, salah satu korban rumah rusak berat akibat Seroja di Desa Purnama Kecamatan Pureman, mengeluhkan belum mempunyai hunian baru pasca bencana Seroja. Menurutnya, masuk musim hujan ini dia dan keluarganya kesulitan rumah hingga terpaksa masih mengungsi pada tetangganya.
“Hunian baru ini pemerintah sudah janji katanya satu dua bulan sudah bangun, hanya sudah mau setahun ini kami punya belum dibangun,” kata Ans.
Ia berharap pemerintah cepat membangun huniannya agar dia dan keluarganya bisa hidup nyaman dan beraktivitas kembali.
Ans Kamusi juga mempertanyakan sisa dana sewa hunian sementara yang dijanjikan pemerintah. Sebab dana itu ia baru terima Rp 1,5 Juta untuk jatah tiga bulan.
“Waktu itu BPBD ada panggil kita suruh buka rekening di BRI. Setelah buka ada transfer uang masuk Rp 1.500.000, bilang itu biaya sewa hunian untuk tiga bulan punya. Katanya nanti di tambah lagi untuk bulan berikutnya, hanya sudah tiga bulan lewat ini belum ada. Itu BPBD Alor janji begitu katanya nanti ada tambahan lagi tapi kami belum terima. Saya cek di Bank belum ada uang masuk,” ungkapnya.
Jika sisa dana bantuan sewa hunian tetap sebesar Rp 1.054.500.000 dari pemerintah pusat itu masih ada maka Ans berharap bisa dibagikan semuanya kepada para korban Seroja untuk menyambung hidup sambil menanti hunian baru yang akan dibangun pemerintah pusat nanti.
Diketahui, BNPB pada bulan Mei 2021 lalu telah menyalurkan dana bantuan sewa Hunian kepada korban Seroja di Kabupaten Alor yang khusus mengalami rumah rusak berat. Dana itu disalurkan melalui Bank BRI Cabang Kalabahi senilai Rp 1.054.500.000.
Data yang dihimpun media ini dari sumber pejabat di BPBD Alor menyebutkan bahwa Dana ini sudah disalurkan kepada 315 Kepala Keluarga (KK) yang rumahnya mengalami rusak berat. Jumlahnya, para korban menerima masing-masing dana sebesar Rp 1.500.000 untuk tiga bulan atau Rp 500.000 per bulan.
Dengan demikian maka total dana yang sudah direalisasi untuk 315 KK selama tiga bulan adalah sebesar Rp 472.500.000. Sementara sisa dana sebesar Rp 582.000.000 masih tersimpan rapi di Bank BRI Cabang Kalabahi.