Oleh: Merci Haryati Suriani
Saya wanita berdarah Sabu, namun lahir dan dibesarkan dalam kandungan pulau Timor, tepatnya di Amfoang Utara. Tahun 2021, saya memutuskan untuk bersafari ke Pulau Alor, dan mengabdi di Puskesmas (PKM) Moru, Kabupaten Alor, NTT.
Hari-hari berlalu begitu indah, menikmati perjalanan dan terus berpelayanan, di Alor.
Jujur, tidak sedikit pelajaran hidup yang saya terima. Tidak sedikit tempat yang saya datangi, Alamnya Lestari Orangnya Ramah, berlimpah kasih sayang.
Akhirnya saya nyaman, dan jatuh Cinta dengan pulau seribu moko ini (Alor), bersama buah kenari, jagung titik dan orang-orangnya. “Abui Mayol” Sebutan untuk perempuan dalam suku tempat saya tinggal. Ya, orang-orang panggil saya begitu.
Singkat cerita. Suatu hari, di PKM Moru, tepatnya di ruang Inap, saya lupa hari apa. Saya melihat sepasang kekasih, seperti sedang pacaran, dan tidak ingin berpisah sedetikpun.
Mereka berdua adalah “Opa Nikodemus dan Oma Rut.” Itu nama pasangan suami istri ini, setelah saya coba mencari tahu.
Hari itu bertepatan dengan jadwal saya masuk ruangan, untuk konseling gizi. Di dalam ruangan ada Oma Rut yang terbaring sakit, dan Opa Nikodemus sedang menjaganya dengan penuh kasih dan Cinta, sembari membaca beberapa tulisan yang tergantung di dinding kamar Inap.
Saya bertanya dalam hati, “Aduh. Diusia begini Opa masih dengan Dua mata (tanpa kacamata) membaca isi tulisan yang ada? Wah. Tuhan berkati Opa ini luar biasa,” kata saya dalam hati.
Di samping Oma yang lagi terbaring sakit, datanglah Opa dan menghampiri saya. “Opa apa kabar?” Tanya saya pada Opa. Tapi belum sempat dijawab oleh Opa. Oma langsung spontan menjawab, “Opa pendengarannya tidak begitu jelas, ibu,” kata Oma, senyum manis.
Lanjut, saya dan Oma Rut mulai saling tukar cerita dengan akrab. Walaupun Oma terbaring lemas, Oma masih dengan senang hati menjawab beberapa pertanyaan saya, berkaitan dengan pola makannya Oma.
Di tempat yang sama, saya kembali menatap Opa dengan rasa haru. Saya bertanya lagi ke Oma, “Apa di sini hanya Oma dan Opa sendiri?” (karena waktu itu cuma Opa yang temani Oma).
Oma jawab pelan-pelan, dengan suara lembut layaknya seorang Oma, “Anak-anak di rumah ibu,” kata Oma. Mendengar itu, saya hanya diam, berpikir seribu tanya.
Lanjut Oma panggil Opa, minta tolong temaninya ke Toilet, karena waktu itu saya masih berdiri dekat Oma, saya coba untuk bantu tuntun Oma ke Toilet. Tapi Oma bilang “Ibu… Biar Opa saja yang antar Oma. Tidak apa-apa ibu.”
Hati siapa yang tidak sedih dan haru, campur aduk rasa melihat fenomena ini.
Mereka berdua adalah sepasang suami istri yang rajin ke Posyandu Lansia, rajin periksa kesehatan, ke mana-mana setia bergandeng tangan, tidak peduli berapa ratus jarak yang mereka tempuh, lambat dan pelan, hati mereka beriringan sampai pada tujuan.
Faktanya, Oma Rut dan Opa Nikodemus sudah berusia senja. Namun ikatan cinta mereka terus tumbuh, dalam keadaan susah maupun senang, saat masih muda maupun sudah Oma Opa.
Terkadang mereka berdua saling bergantian masuk PKM karena sakit, mereka saling menjaga, bergandengan tangan, merawat sakit, merawat kasih sayang, merawat cinta, dan tak terpisahkan.
Beginilah romantisme, kisah Cinta Oma Rut dan Opa Nikodemus. Walaupun keadaan sering buat mereka lelah, dan kadang hilang semangat, tapi cinta yang mereka tanam tetap tumbuh dan berkembang sekalipun dimakan Usia.
Ya, Cinta yang tepat akan berada di orang yang tepat.
Singkat cerita, melihat kisah ini, saya cuma berdoa kepada Tuhan pemilik Cinta, “Tuhan, jika masih ada orang seperti ini di bawah kolong langit Mu, tolong sisikan satu buat saya. Saya pasti menemaninya dengan baik hingga akhir menutup mata, amin..” Doa saya, dalam -dalam setiap saat.
Tuhan terus memberkati Opa Nikodemus dan Oma Rut di usia senja, panjang umur, dan jadi berkat buat kita semua yang masih terus bersafari. Kalau Tuhan izinkan, kita pasti bertemu lagi, di Alor Indah. (Video from Kk Januaris Manimakani).
*Penulis adalah Nakes. Sekarang tinggal di Oesapa Kota Kupang.