Kupang –
Majelis Haris Sinode GMIT resmi memberhentikan SAS (36th) dari statusnya sebagai vikaris GMIT dan memastikan yang bersangkutan tidak akan dithabis jadi Pendeta. GMIT menilai perbuatan SAS terbukti bersalah karena merusak masa depan anak-anak sehingga GMIT secara kelembagaan menyampaikan permohonan maaf pada korban dan keluarganya.
“Pasal 13 ayat 1 butir c dari Peraturan Vikariat GMIT Tahun 2018 mengatakan: “Bagi Vikaris yang terlibat dalam kasus-kasus pidana dan amoral, maka yang bersangkutan diberhentikan sementara (skorsing) dari masa vikariatnya. Jika yang bersangkutan terbukti bersalah, maka yang bersangkutan diberhentikan dan tidak diterima lagi. Mengacu pada pengakuan korban, laporan polisi, dan pengakuan pelaku, MS menyatakan tidak menabiskan oknum SAS dalam jabatan pendeta GMIT,” tulis Ketua Ketua Majelis Harian Sinode GMIT Pdt. Dr. Mery Kolimon dalam suratnya pada poin 8 yang diteken bersama Sekretarisnya, Pdt. Yusuf Nakmofa, M.Th di Kupang.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/09/09/korban-bejat-tersangka-vikaris-gmit-sas-terus-bertambah-sebagian-lapor-polisi-hari-ini/
“Kami, MS GMIT, meminta maaf kepada anak-anak kami yang terluka dalam peristiwa ini. Peristiwa ini mestinya tidak boleh terjadi. Permohonan maaf juga kami sampaikan kepada orang tua dan keluarga yang pasti sangat disakiti oleh hal yang terjadi,” tulis MSH GMIT pada pon 9 dalam suratnya yang dilihat wartawan, Kamis (8/9).
Berikut Tanggapan Majelis Sinode GMIT Terkait Kasus Kekerasan Seksual di Alor:
Menanggapi kasus kekerasan seksual terhadap enam orang anak di Alor dengan terduga pelaku SAS, seorang vikaris GMIT yang bertugas sejak Desember 2020 hingga Mei 2022 dan memperhatikan tanggapan dari banyak pihak, maka kami perlu menyampaikan beberapa hal.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/09/06/polisi-tetapkan-vikaris-gereja-tersangka-pemerkosaan-anak-ahli-hukum-kebiri/
-
Majelis Sinode (MS) GMIT menyatakan komitmen sungguh-sungguh untuk mengawal kasus ini demi kepentingan terbaik korban, yang adalah anak-anak. Komitmen tersebut telah ditunjukkan dengan menunda dan mempertimbangkan kembali penahbisan pelaku ke dalam jabatan pendeta sambil melakukan penjangkauan kepada para korban untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di lapangan sejak laporan didapat pada 15 Juni 2022.
-
Majelis Klasis Alor Timur Laut telah kami minta sejak laporan diterima untuk mendampingi terduga korban demi mendapatkan informasi dari pihak korban. Namun sampai akhir Agustus 2022 belum ada pihak korban yang bersedia terbuka kepada Majelis Klasis.
-
Untuk itu Majelis Sinode GMIT melakukan pendampingan psikologis dan hukum bagi para korban dan keluarga melalui Rumah Harapan RH GMIT (RHG). RHG salah satu satuan tugas pelayanan Majelis Sinode GMIT yang didirikan di tahun 2018 untuk melayani korban kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual. Bersyukur setelah pengjangkauan oleh Pengurus Rumah Harapan GMIT bersama dua psikolog terhadap anak-anak pada akhir Agustus 2022 yang lalu, anak-anak bersedia berbicara dan didampingi oleh Rumah Harapan GMIT untuk proses hukum.
-
Berdasarkan hasil penjangkauan Rumah Harapan GMIT tersebut, diketahui telah terjadi dugaan kekerasan seksual dalam bentuk persetubuhan anak. Oleh sebab itu Rumah Harapan GMIT beserta pimpinan klasis dan jemaat setempat telah mendampingi orang tua korban untuk melaporkan kasus ini ke Polres Alor pada tanggal 1 September 2022.
-
Setelah pelaporan ke pihak kepolisian tersebut, kasus ini mendapat pemberitaan luas di media yang terkesan mengabaikan hak-hak korban. Hal ini berdampak pada kondisi psikologis dan kesediaan para korban untuk mengikuti proses hukum. Untuk itu Majelis Sinode GMIT telah mengupayakan advokasi kepada sejumlah media untuk mengubah pemberitaan yang telah mengeksploitasi (dengan informasi tentang identitas) korban.
-
Pada tanggal 4 September 2022, Wakil Sekretaris MS GMIT bersama Ketua Majelis Klasis Alor Timur Laut bertemu para korban, orang tua dan keluarga di Nailang-Alor. Dalam kesempatan itu MS GMIT mendengarkan secara langsung suara hati korban dan keluarga, menyatakan keberpihakan pada korban dan komitmen untuk terus melakukan pemulihan psikis dan pendampingan hukum bagi korban. Dalam kesempatan itu juga dilakukan doa bersama memohon kasih Tuhan untuk pemulihan anak-anak dan pimpinan Tuhan bagi semua proses yang akan berlangsung.
-
Selanjutnya, Kamis, 8 September 2022, Tim dari Majelis Sinode GMIT yang terdiri dari Badan Keadilan dan Perdamaian GMIT, Unit Tanggap Bencana Alam dan Kemanusiaan GMIT, dan Rumah Harapan GMIT berangkat ke Alor untuk melakukan sejumlah bentuk pendampingan lanjutan dan koordinasi. Pendampingan dan koordinasi ini dimaksudkan untuk membangun persepsi bersama tentang hal–hal yang berkaitan dengan pendampingan lanjutan untuk korban dan keluarga, serta mempersiapkan korban dan keluarga untuk proses hukum mulai dari penyidikan sampai putusan pengadilan. Selain itu Tim tersebut akan membangun koordinasi dengan pihak sekolah serta pemerintah dalam hal ini DP3A/P2TP2A Kabupaten Alor, pihak klasis dan jemaat setempat, dan masyarakat lokal untuk terus mendukung dan mengawal kasus ini sampai tuntas.
-
Mengenai terduga pelaku yang telah menyerahkan diri dan ditahan oleh pihak berwajib pada 5 September 2022, Majelis Sinode GMIT menyatakan mendukung penuh proses hukum untuk memastikan pengungkapan kebenaran mengenai apa yang terjadi dan ditegakkannya keadilan. Pasal 13 ayat 1 butir c dari Peraturan Vikariat GMIT Tahun 2018 mengatakan: “Bagi Vikaris yang terlibat dalam kasus-kasus pidana dan amoral, maka yang bersangkutan diberhentikan sementara (skorsing) dari masa vikariatnya. Jika yang bersangkutan terbukti bersalah, maka yang bersangkutan diberhentikan dan tidak diterima lagi”. Mengacu pada pengakuan korban, laporan polisi, dan pengakuan pelaku, MS menyatakan tidak menabiskan oknum SAS dalam jabatan pendeta GMIT.
-
Atas semua hal yang terjadi, kami, MS GMIT, meminta maaf kepada anak-anak kami yang terluka dalam peristiwa ini. Peristiwa ini mestinya tidak boleh terjadi. Permohonan maaf juga kami sampaikan kepada orang tua dan keluarga yang pasti sangat disakiti oleh hal yang terjadi. Harusnya ada pengawasan yang lebih baik terhadap pelaksanaan vikariat supaya hal seperti yang dilakukan pelaku tidak berjalan sampai sekian banyak korban tanpa terdeteksi. Kami sadar kata-kata maaf kami tak cukup untuk memulihkan anak-anak kami. Karena itu kami akan melakukan upaya terbaik untuk pemulihan dan pendampingan kepada korban, termasuk pendampingan hukum. Kami juga mohon dukungan doa dari semua jemaat GMIT dan semua yang peduli pada masalah ini untuk proses pemulihan bagi korban.
-
Kami memandang bahwa hal yang diduga terjadi adalah hal yang benar-benar tidak bisa ditolerir. Ini adalah kejahatan yang sangat melukai harkat dan martabat anak-anak yang menjadi korban. Hal ini juga melukai seluruh komunitas beriman dan nilai-nilai iman dan kemanusiaan yang kita pegang bersama. Kami sangat prihatin bahwa hal ini terjadi saat GMIT sedang membangun komitmen iman sebagai gereja ramah anak. Ini adalah pembelajaran yang sangat mahal dan kami mengakui kita semua sungguh-sungguh terpukul oleh hal ini. Kami menghargai semua masukan yang kami dengar dan memahami kemarahan yang timbul karena peristiwa ini.
-
Kami berupaya untuk menjadikan pengalaman ini sebagai kesempatan untuk evaluasi menyeluruh terhadap seluruh penyiapan pelayan gereja dan pendampingan selama pelayanan mereka. Pembelajaran yang sangat mahal ini juga menjadi momen untuk membuat protokol pencegahan kekerasan seksual terhadap anak, perempuan dan kelompok rentan dalam lingkup GMIT. Kami tetap berkomitmen untuk berjalan maju bagi pengungkapan kebenaran, dorongan untuk pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya, pemulihan korban, pendidikan terkait seksualitas, dan dibangunnya sistem yang memastikan hal yang sama tak akan lagi terulang di masa depan.
-
Kami mohon dukungan doa dan semangat positif untuk upaya-upaya yang sedang dilakukan Majelis Jemaat, Majelis Klasis, dan Majelis Sinode untuk pendampingan korban dan pembenahan-pembenahan terkait komitmen gereja yang bebas kekerasan seksual. Sebagaimana komitmen dewan gereja-gereja sedunia (WCC) yang saat ini sedang berlangsung di Jerman, setiap hari Kamis kita memakai baju hitam sebagai tanda perlawanan terhadap kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk kekerasan seksual. GMIT berada dalam arak-arakan itu terlibat dalam misi Allah bagi keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan.
-
Allah Tritunggal kiranya menolong kita semua untuk mengambil pembelajaran dan membangun langkah-langkah nyata bersama untuk mewujudkan komitmen kehidupan persekutuan beriman yang bebas dari kekerasan seperti ini.