Kepolisian Resort Alor Polda NTT telah menetapkan Vikaris GMIT SAS (36th) tersangka kasus dugaan pemerkosaan 6 anak di Kabupaten Alor. Penetapan tersangka itu dilakukan hari ini, Selasa 6 September 2022 setelah penyidik melakukan gelar perkara.
“(SAS) sudah (ditetapkan) tersangka,” kata Kapolres Alor AKBP Ari Satmoko, dihubungi Selasa (6/9) di Kalabahi.
Kapolres mengatakan, pemeriksaan saksi-saksi dan terlapor sedang berlangsung intens di Unit PPA Polres Alor. Setelah BAP, penyidik akan segera melimpahkan berkas perkaranya ke kejaksaan untuk disidangkan.
“Secepatnya berkas kita limpahkan ke Kejaksaan untuk disidangkan,” ujar Kapolres AKBP Ari.
Sementara, Kasat Reskrim Polres Alor, Iptu Yames Jems Mbau mengatakan, penyidik sudah melakukan penahan kepada SAS setelah penetapan tersangka. Tersangka akan ditahan selama 20 hari untuk kepentingan pemeriksaan.
“Sudah tersangka dan pelaku sudah ditahan untuk 20 hari terhitung tanggal 6 September 2022,” kata Iptu Jems.
Kasat juga mengklarifikasi isu adanya informasi yang beredar di media sosial bahwa pelaku melakukan pemerkosaan terhadap korban lebih dari 6 anak hingga mencapai puluhan orang. Ia katakan bahwa sejauh ini hasil penyidikan masih 6 orang yang menjadi korban dari perbuatan bejat SAS.
“Sejauh ini masih 6 orang ya. Kami belum dapat laporan dari masyarakat ada korban-korban yang lain lagi. Kalau itu ada maka saya minta bisa menghubungi saya atau datang langsung ke kantor Polisi ketemu penyidik sampaikan keterangan. Kita akan tindak lanjuti,” imbau Kasat Jems.
Kasat Jems mengimbau masyarakat untuk tidak menyebar informasi hoax yang berpotensi meresahkan masyarakat. Ia minta dukungan masyarakat, kalau ada informasi baru yang ditemukan soal adanya korban lain maka segera datang ke kantor Polisi untuk mengadu.
Kasat memastikan bahwa penyidikan kasus ini masih masih terus berjalan. Jika ada korban lain maka akan diproses.
“Masyarakat jangan takut. Datang saja ke penyidik untuk sampaikan laporannya, kita proses. Kita juga sampaikan supaya masyarakat janganlah menyebar hoax karena nanti kan menimbulkan keresahan di masyarakat,” terang Iptu Jems.
Ahli Hukum Pidana Universitas Nusa Cendana Kupang, Deddy Manafe, SH.,M.H mengatakan, tersangka Vikaris GMIT SAS terancam hukuman kebiri bila terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemerkosaan.
Deddy meminta aparat penegak hukum untuk menerapkan hukuman kebiri dalam kasus tersangka SAS ini supaya menjadi efek jera bagi terduga pelaku.
“Hukum Kebiri sudah saatnya diterapkan,” kata Deddy, Selasa (6/9) di Kupang.
Deddy menerangkan, 6 korban itulah yang sempat terungkap dan kini diungkap untuk masuk ke ranah penegakkan hukum. “Apa benar, baru 6 korban? Perilaku tak beradab ini tentunya tidak muncul tiba-tiba di benak sang predator. Ketika perbuatannya sudah sampai (sebagaimana yang terungkap) 6 orang korban, maka ini merupakan rangkaian perbuatan atau perbuatan berlanjut dalam bilangan hukum pidana (voorgezette handeling),” jelasnya.
Deddy menjelaskan, dalam ajaran umum hukum pidana (algemene strafrecht lehre), bahwa untuk setiap voorgezette handeling atau perbuatan berlanjut, maka yang perlu ditelusuri:
Pertama; MOTIF atau alasan dari pelaku (pleger) melancarkan aksi bejatnya. Misalnya, untuk pencurian; dikenal adanya patologi yang disebut kleptomania. Untuk sodomi; dikenal adanya patologi duplikasi (meniru dan membalas dendam) karena dirinya pernah jadi korban sodomi. Untuk predator seksual terhadap anak; dikenal adanya patologi yang disebut pedophili.
“Motif seperti ini, sangat penting untuk menjadi pertimbangan bagi hakim guna menjatuhkan jenis pidana yang tepat sesuai ketentuan UU No.12/2022 tentang Penghapusan Kekerasan Seksual jo UU Perlindungan Anak jo UU Kebiri,” terang Deddy.
Kedua; NIAT. Ini merupakan sikap bathin yang ada pada sang predator pada saat memangsa anak-anak yang jadi korbannya. Konon, ada kemungkinan tak kurang dari 30 anak telah jadi korban, walau yang baru terungkap 6 korban.
“Niat atau voornemen sebagai sikap bathin yang jahat dari sang predator, ketika dilatari dengan motif yang patologis berupa pedophili, maka jelas sangat berbahaya. Ajaran Agama tidak cukup kuat untuk memberi pembatasan terhadap sang predator untuk tidak mewujudkan niatnya untuk memangsa anak-anak secara seksual,” ujarnya.
Ketiga; TEMPUS DELIKTI atau waktu terjadinya kejahatan kekerasan seksual. Jika voorgezette handeling-nya memiliki durasi yang relatif singkat antara satu kejadian dengan kejadian berikutnya, maka ini menunjukan tingkat atau kualitas pelaku sebagai pemangsa.
“Apalagi, jika ternyata pada waktu yang sama sang predator memangsa beberapa korban sekaligus. Ini, jelas bukan kejahatan kaleng-kaleng,” lanjut Deddy Manafe.
Keempat; LOCUS DELIKTY atau tempat sang predator memangsa anak-anak. Akan sangat berbahaya, jika ternyata sebagian korban dimangsa justru di tempat yang dalam nalar atau pandangan umum adalah tempat aman buat anak-anak.
Kelima; MODUS atau cara sang predator memikat korban dan cara sang predator memangsa korbannya.
Deddy berpendapat, ada 2 akibat yang akan diderita korban, yakni: a. Trauma berupa luka batin yang relatif tidak akan sembuh lagi. b. Korban akan menikmati dan pada titik tertentu menjadi duplikat baru dan akan menjadi calon predator baru.
“Masih ada sejumlah konstruksi teoretis yang bisa digali lebih jauh untuk memahami perilaku predator ganas yang satu ini,” tutup Deddy Manafe yang juga kini menjabat salah satu Anggota Bidang Hukum MS GMIT.
Ibunda salah satu korban ikut merespon penetapan tersangka Vikaris GMIT SAS di Kepolisian. Ia mengapresiasi Kapolres Alor AKBP Ari Satmoko dan tim penyidik yang telah berhasil memproses laporan anaknya hingga menetapkan SAS sebagai tersangka.
Ibunda korban juga meminta aparat penegak hukum untuk menerapkan pasal pemberatan termasuk di dalamnya pidana mati bagi tersangka SAS. Sebab perbuatan SAS disebut sadis dan telah merusak masa depan anaknya.
“Pelaku harus dihukum mati. Sadis dia. Saya saja trauma, apalagi anak saya. Seorang vikaris ko buat dan ancam anak saya seperti itu,” kata ibunda korban dihubungi wartawan, Selasa malam, sembari menangis.
Penasehat Hukum Vikaris GMIT SAS (36th), Amos Lafu, SH.,M.H menyebut kliennya telah mengakui perbuatannya memperkosa sejumlah anak di Kabupaten Alor. Untuk itu Amos menyatakan, kliennya menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada GMIT, GMKI, korban dan keluarganya.
“Klien kami secara jujur telah menyesali segala kekhilafan yang dibuat. Oleh karena itu permintaan maaf yang tulus dia sampaikan kepada korban bersama orang tua/keluarganya, MSH bersama keluarga besar GMIT, keluarga besar GMKI Kupang dan GMKI Kalabahi serta masyarakat umum,” kata Amon melalui rilisnya yang diterima wartawan, Senin (5/9) di Kalabahi.
Amos memastikan ia siap membela SAS dalam proses hukum di kepolisian supaya hak-hak hukum kliennya benar-benar terpenuhi sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Siap (bela). Beta ada ikut dampingi sebagai PH karena beliau (SAS) sudah kasih kuasa kepada beta dan tim untuk dampingi,” terang pengacara muda yang juga mantan Ketua GMKI Cabang Kupang itu.
Kapolres Alor AKBP Ari Satmoko melalui Kasat Reskrim IPTU Yames Jems Mbau sebelumnya mengatakan, Vikaris SAS sedang menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Polres Alor pada Senin (5/9) petang. Setelah diperiksa, penyidik akan gelar perkara dan langsung menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.
“BAP awal saksi langsung pengalihan status TSK dan di BAP TSK,” ujarnya.
Tersangka SAS terancam dijerat pasal 81 ayat (5) jo pasal 76d UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU, jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
“Ancaman hukuman pidana mati, seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun,” kata Iptu Jems. (*dm).