Pernyataan Sikap Mahasiswa Aliansi AKU Alor untuk Sinode GMIT dan Polisi di Kasus Vikaris SAS

Aliansi Aku Alor menggelar unjuk rasa di depan Mapolres Alor, Senin (12/9) di Kalabahi Kota. Mereka menuntut SAS, tersangka kasus pemerkosaan anak dihukum pasal pidana mati.
Aliansi Aku Alor menggelar unjuk rasa di depan Mapolres Alor, Senin (12/9) di Kalabahi Kota. Mereka menuntut SAS, tersangka kasus pemerkosaan anak dihukum pasal pidana mati.
Kalabahi
Aliansi Keadilan untuk Perempuan dan Anak Alor (AKU Alor) menggelar unjuk rasa menyikapi kasus kekerasan seksual 11 anak yang dilakukan eks Vikaris SAS (36th) di Kabupaten Alor. Aksi itu dilakukan pada hari ini Senin (12/9) sekitar pukul 10.00 WITA di Lapangan Mini Kalabahi, Mapolres Alor dan kantor Koresponden Klasis Tribuana Alor.
Pernyataan itu pada intinya meminta Polisi konsisten menerapkan pasal pidana mati bagi SAS dan meminta Sinode GMIT menghormati pasal pidana mati tersebut yang masih berlaku dalam hukum positif NKRI khususnya UU Perlindungan Anak.
Selain itu, Aliansi juga mendesak Sinode GMIT memecat Pengacara SAS, Amos Lafu, SH.,M.H dari status Anggota Badan Keadilan dan Perdamaian Sinode GMIT karena lebih memilih menjadi PH tersangka SAS daripada ikut membela 11 korban anak PAR GMIT. Pemecatan tersebut perlu untuk menjaga citra GMIT yang sedang buruk dan sebagai bentuk dukungan GMIT kepada korban dan keluarganya yang sementara ini berharap keadilan pelaku dihukum seberat-beratnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/09/11/breaking-news-alor-darurat-gizi-buruk-4-korban-dilaporkan-kritis-butuh-penanganan-serius/
OKP yang tergabung dalam Aliansi Aku Alor ini antara lain: GMKI Cabang Kalabahi, HMI Cabang Alor, PMKRI Cabang Alor, HMI MPO Cabang Alor Raya, GMNI Cabang Alor, BEM UNTRIB, SUPER, IMP2, GEMPARTI, SEMATA, KEMILAU, IKMAHWEL, PEMUDA NAILANG, dan Orang Tua dan Masyarakat Alor.
Berikut pernyataan sikap Aliansi:
PERNYATAAN SIKAP
ALIANSI KEADILAN UNTUK PEREMPUAN DAN ANAK ALOR
(AKU ALOR)
 Kepada YTH Majelis Sinode GMIT:
  1. Kami menyatakan sikap dukungan kepedihan dan doa kami kepada Majelis Sinode GMIT dan seluruh Jemaat GMIT di manapun berada atas musibah yang dialami belasan korban anak PAR Gereja yang dilakukan oleh tersangka Vikaris SAS di lingkungan Gereja GMIT. Kasus ini seyogyanya tidak perlu terjadi di rumah ibadah yang sangat suci bagi kami orang GMIT.
  2. Kami memberikan apresiasi kepada Sinode GMIT, KMK ATL dan KMK ABAL juga KMK se-Tribuana Alor yang terus mendampingi dan mendukung para korban dalam menjalani perkaranya hingga melapor di Kepolisian. 
  3. Kami juga memberikan apresiasi kepada Sinode GMIT yang secara tegas sudah memberhentika SAS dari statusnya sebagai vikaris dan memastikan bahwa yang bersangkutan tidak akan dithabiskan menjadi Pendeta.
  4. Kami meminta Majelis Sinode GMIT menghormati proses hukum yang berlangsung di Kepolisian Alor termasuk menerapkan pasal pidana mati kepada pelaku SAS sesuai UU Perlindungan Anak yang berlaku dalam hukum positif NKRI. Kami tidak ingin Majelis Sinode GMIT bertindak untuk dan atas nama pribadi maupun lembaga mengeluarkan pernyataan-pernyataan kontroversi menolak hukuman mati di tengah proses hukum mantan Vikaris GMIT SAS yang berlangsung di Kabupaten Alor. Kami meminta dan mendukung bila perlu Majelis Sinode GMIT mengadukan gugatan hukum ke MK untuk membatalkan pasal-pasal pidana mati yang kini berlaku dalam hukum positif NKRI.
  5. Kami meminta kepada Majelis Sinode GMIT melibatkan lembaga hukum yang independen untuk bergabung dalam tim rumah harapan GMIT membela korban sehingga proses hukum yang berjalan ini benar-benar obyektif dan independen tanpa intervensi dari pihak manapun. Kami juga meminta Kalaupun korban ingin menggunakan hak hukumnya sendiri menggunakan penasehat hukum yang lain maka Sinode GMIT perlu menghormati keputusan korban dan keluarganya.
  6. Kami meminta kepada Majelis Sinode GMIT untuk memberikan pendampingan serius kepada korban kekerasan seksual dengan cara bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Alor Drs. Amon Djobo, M.AP untuk mendatangkan ahli psikologi yang berkompotensi di bidangnya sehingga bisa melakukan konseling sesuai tahapan proses konseling sehingga belasan korban yang adalah adik-adik kami ini bisa mendapatkan hak konselingnya sampai benar-benar pulih dan tuntas. Karena berdasarkan investigasi kami menemukan bahwa masih ada korban yang belum mendapat konseling oleh ahlinya melainkan konseling itu dilakukan oleh orang-orang yang bukan ahli di bidangnya. Hal ini membuat kami khawatir karena proses konseling yang tidak tuntas ini akan memberikan dampak buruk bagi psikologi korban selama hidupnya dan korban bisa saja berpotensi menjadi pelaku kekerasan seksual di kemudian hari. Kami sama sekali tidak menginginkan hal seperti itu.
  7. Kalaupun proses konseling itu dilakukan oleh tim Sinode GMIT maka kami meminta Sinode GMIT memastikan bahwa proses konseling korban yang dilakukan oleh Rumah Harapan GMIT ini bisa berjalan baik yang melibatkan ahlinya dan memastikan tahapan-tahapannya berjalan baik sehingga hak-hak korban dalam proses pemulihan ini bisa berjalan sesuai harapan kami, harapan korban dan keluarganya.
  8. Kami meminta Sinode GMIT perlu menjelaskan secara tegas posisi saudara Amos Lafu sebagai Anggota Badan Keadilan dan Perdamaian Sinode GMIT yang bertindak membela pelaku, bukan korban. Kami mendesak Sinode GMIT mengambil sikap tegas memberhentikan sementara saudara Amos Lafu dari jabatan Anggota BPK GMIT sampai kasus SAS ini ada putusan tetap di pengadilan. Hal ini perlu dilakukan supaya menjaga citra lembaga GMIT dan menjaga rasa hati korban dan keluarganya yang kini lagi berharap keadilan dan dukungan dari Gereja agar pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku.
  9. Kami minta Sinode GMIT berhentikan pengiriman vikaris atau pendeta yang memiliki perilaku buruk untuk melayani di kabupaten Alor. Kami sarankan proses seleksi dalam perekrutan mulai dari calon mahasiswa teologi, vikaris dan pendeta harus lebih baik dari yang sekarang dengan melibatkan para ahli di bidangnya.
  10. Kami juga meminta Majelis Sinode GMIT harus turun ke lokasi kejadian perkara untuk meminta maaf secara langsung dan terbuka kepada Jemaat dan masyarakat Alor dengan pendekatan adat istiadat dan budaya Alor agar reputasi gereja bisa kembali dipulihkan. Karena tradisi penjemputan dan penerimaan vikaris dan pendeta untuk bertugas di daerah kami, semuanya kami perlakuan secara adat dan budaya, bukan hanya sekedar tradisi agama saja.
  11. Kami juga meminta kepada Gereja perlu menyiapkan regulasi sistem penanganan dan pencegahan kekerasan anak secara holistik yang berlaku di lingkungan Gereja untuk mencegah kekerasan serupa di kemudian hari. Karena selama ini ada banyak kasus yang terjadi di lingkungan gereja yang sulit terungkap karena Gereja belum melibatkan aparat keamanan dalam penanganan kasus.
  12. Kami juga meminta Sinode GMIT untuk merevisi berbagai regulasi GMIT yang membatasi adanya pemecatan terhadap Vikaris, Pendeta maupun karyawan GMIT yang terbukti melakukan tindak pidana asusila dan tindak pidana sejenis. Adanya revisi peraturan GMIT dengan membolehkan pemecatan vikaris dan pendeta ini sangat diperlukan untuk menjaga eksistensi dan nama lembaga, juga untuk menjaga kekudusan rumah dan nama Tuhan.
  13. Kami juga meminta Majelis Sinode GMIT memperhatikan kehidupan dan masa depan korban dengan menanggung biaya pendidikan, biaya kesehatan dan biaya hidup bagi belasan korban kekerasan seksual anak PAR di Alor.
  14. Kami berdoa kepada Majelis Sinode GMIT dan seluruhnya warga Jemaat, semoga kita semua tetap berdiri teguh jangan goyah melalui musibah ini dan melakukan pembenahan-pembenahan di internal GMIT sehingga bisa menjauhi anak-anak Gereja dari ancaman pelaku kejahatan seksual di lingkungan gereja sampai Maranatha.
Demikian saran-saran dan sikap ini kami sampaikan untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Semoga kasus kemanusiaan, kasus HAM, kasus masa depan perempuan Alor yang terjadi di lingkungan gereja ini bisa segera berakhir. Tuhan memberkati, menolong dan menjaga kita semua dari ancaman perbuatan dosa. Shalom.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/09/10/video-full-konpers-rumah-harapan-gmit-terkait-penanganan-kasus-kekerasan-seksual-11-anak-di-alor/
Pernyataan sikap Aliansi ini diteken para pimpinan Aliansi dan dibacakan oleh Koordinator Umum Erwin Steven Padademang, kemudian diserahkan kepada Koresponden Majelis Klasis se-Tribuana Alor, Pdt. Simon Petrus Amung, S.Th, di dampingi Ketua Pemuda Sinode GMIT Patje Tasuib dan Koordinator Pemuda GMIT Teritorial Tribuana, Ronisius Kaminukan.
Pdt Simon pada intinya menyampaikan apresiasi dan terima kasih pada Aliansi yang sudah ikut mengawal kasus ini. Pdt. Simon memastikan bahwa pernyataan sikap aliansi akan ia teruskan kepada Majelis Sinode GMIT untuk ditindaklanjuti.
Sementara itu, Aliansi juga menyampaikan pernyataan sikapnya pada Polres Alor Polda NTT. Berikut ini adalah isi pernyataan sikap Aku Alor:
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/09/10/tentang-mery-kolimon-tolak-hukuman-mati-obyektivitas-bantuan-hukum-gmit-dan-dugaan-pelaku-lain-di-kasus-sas/
PERNYATAAN SIKAP
ALIANSI KEADILAN UNTUK PEREMPUAN DAN ANAK ALOR
(AKU ALOR)
 Kepada YTH Polres Alor Polda NTT:
  1. Kami mendukung Kepolisian Resort Alor untuk memproses hukum secara obyektif, transparan dan berkeadilan dalam penanganan kasus kekerasan seksual belasan anak di Kecamatan Alor Timur Laut Kabupaten Alor.
  2. Kami mendukung aparat penegak hukum kususnya kepolisian Alor untuk tetap konsisten menerapkan pasal pidana mati bagi tersangka SAS.
  3. Kami mendesak Kepolisian Alor untuk menambahkan pasal-pasal Undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (KTPS) dalam berkas perkara pelaku SAS karena informasi yang kami peroleh berdasarkan rilis pers dari Polisi bahwa belum ada pasal UU TPKS. Selain itu kami juga menuntut Kepolisian Alor menerapkan pasal UU ITE kepada pelaku karena diduga pelaku juga membuat dan menyebarkan video dan foto para korban. Selain itu kami juga menuntut Polisi menerapkan pasal UU Pornografi kepada pelaku SAS.
  4. Kami menuntut kepada kepolisian Alor untuk memanggil dan memeriksa adanya dugaan keterlibatan dua pelaku lain dalam kasus SAS ini. Karena menurut investigasi kami Aliansi berdasarkan keterangan kkorban, orang tua korban dan sumber-sumber yang ada bahwa masih ada indikasi dua pelaku lain yang ikut berperan membantu memuluskan aksi kejahatan yang dilakukan oleh tersangka SAS. Kami meminta mereka segera diapnggil dan diperiksa.
  5. Kami juga menuntut Kepolisian Alor untuk menindaklanjuti adanya informasi dugaan korban-korban lain yang mengalami kekerasan seksual akibat perbuatan tersangka SAS. Karena dari hasil investigasi kami Aliansi menemukan kuat dugaan masih ada korban lain baik di Alor maupun juga diduga di daerah lain, dimana pelaku pernah berada. Kepolisian tentu mempunyai cara dan teknik tersendiri dalam penyelidikan kasus ini, sehingga kami minta informasi adanya dugaan korban-korban lain ini perlu diusut sehingga memberikan kepastian hukum dan menjawab simpang siur informasi mengenai jumlah korban yang beredar di media massa, media sosial dan masyarakat.
  6. Kami juga meminta Kepolisian Alor untuk memberikan kepastian perlindungan identitas korban kekerasan seksual. Karena berdasarkan sejumlah rilis pers yang diumumkan, Polisi belum melindungi identitas dan hak-hak korban.
  7. Kami juga menuntut Kepolisian Alor untuk melakukan penegakan hukum secara tegas dan adil bagi masyarakat yang membully korban, karena bullyan ini membuat korban makin depresi secara sikologi. Kami juga meminta Kepolisian perlu menghidupkan Polmas dan Polsek ATL untuk memberikan sosialisasi dan edukasi hukum bagi masyarakat di lingkungan tempat tinggal korban maupun di lingkungan sekolah korban sehingga meminimalisir kasus bullyan yang berpotensi terjadi setiap saat.
  8. Kamii juga mengimbau kepada media-media masa di Alor adan di NTT agar dalam pemberitaannya terkait kasus ini seyogyanya dapat menjaga hak-hak korban berupa identitas, nama, insial, umur, alamat, dan kronologi yang harus bisa disamarkan atau disembunyikan sesuai ketentuan Undang-undang Pers dan Kode Etik Pers. Kepada pimpinan media-media masa dan wartawan yang sudah mempublish berita yang tidak melindungi hak korban maka kami mohon dengan hormat supaya berita itu dapat dihapus atau diedit kembali. Hal itu perlu dilakukan sehingga kita bisa sama-sama melindungi hak-hak korban sesuai kode etik Pers.
  9. Kami menuntut Kepolisian Alor untuk menolak segala bentuk upaya dari pihak manapun (jika ada) yang akan melakukan restorative justice dalam kasus SAS ini. Dan mendukung kepolisian tetap memproses hukum pelaku SAS ini sehingga mendapat hukuman yang seberat-beratnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
  10. Kami akan terus mendukung dan mengawal Kepolisian Alor dalam memproses kasus ini dan kami berharap, semoga pelaku bisa mendapat hukuman seberat-beratnya sesuai perbuatannya sehingga bisa memberikan rasa keadilan bagi korban, keluarganya, maupun bagi seluruh masyarakat pencari keadilan di negeri ini. Demikian pernyataan kami. Tuhan memberkati.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/09/11/ketua-komisi-iii-dprd-alor-dinkes-dan-bpbd-jemput-4-korban-gizi-buruk-di-abad-selatan/
Pernyataan Sikap Aliansi Peduli Keadilan Untuk Perempuan dan Anak (AKU Alor) ini disampaikan oleh Koordinator Umum Erwin Steven Padademang. Setelah dibacakan Erwin kemudian menyerahkan kepada Kapolres Alor yang diwakili Wakapolres Kompol Pieter M. Johannis.
Wakapolres mengungkapkan sebagai Jemaat GMIT iapun sangat malu dengan kasus ini sehingga ia memastikan bahwa penyidik sudah pasti akan tetap menerapkan pasal pidana mati dan semua pasal terkait yang memberatkan tersangka SAS.
Kompol Pieter M. Johannis meminta masa aksi terus mengawal kasus ini hingga persidangan nanti di pengadilan, karena yang berwenang mevonis hukuman mati atau tidak itu adalah kewenangan Hakim PN Kalabahi.
Aliansi dipastikan akan kembali turun ke jalan berunjuk rasa di kantor Bupati dan DPRD Alor pada pekan depan untuk mengawal proses hukum SAS yang sedang berjalan dan memberikan perhatian pada hak-hak korban generasi perempuan Alor. (*dm).