Kalabahi –
Pemerintah melarang masyarakat menjual dan mengkonsumsi obat antibiotik secara bebas di pasaran tanpa mengantongi resep dokter. Larangan itu dikeluarkan pemerintah di hari pencegahan antiobiotik nasional.
Hal itu disampaikan Ketua Pengurus Daerah Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) Provinsi NTT Tamran Ismail, ketika melantik Pengurus PAFI Cabang Alor, Sabtu (5/12) di Kalabahi.
“Jadi kita tahu antibiotik ini sekarang macam kacang goreng ya jualnya. Jualnya di pasaran atau di apotik, bahkan ada di toko-toko yang seharusnya itu tidak diperbolehkan. Karena barusan Minggu kemarin itu pemerintah Indonesia mencanangkan hari pencegahan antibiotik dan itu sudah dibatasi,” kata Tamran.
Ia mengatakan, WHO sendiri sudah mengeluarkan himbauan dan larangan kepada masyarakat untuk tidak menjual obat antiobitik secara bebas di pasaran. Sekarang penggunaan atau pembeliannya pun wajib disertai resep dokter.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/12/05/pengurus-persatuan-ahli-farmasi-indonesia-cabang-alor-resmi-dilantik/
“WHO sendiri sudah buat suatu aturan dan himbauan kepada masyarakat bahwa antibiotik ini bukan obat seperti obat pada umumnya. Sehingga penjualan dan konsumsinya harus sesuai resep dokter. WHO cukup sedih ya lihat penjaulan antiobiotik secara bebas,” ungkapnya.
Menurut Tamran, saat ini banyak sekali obat-obat yang sudah resisten. Resistensi antibiotik itu sendiri adalah kemampuan bakteri untuk bertahan hidup dari efek serangan antibiotik. Hal ini dapat terjadi apabila bakteri mengubah dirinya sehingga efektivitas obat, bahan kimia, atau bahan lain yang dirancang untuk membunuh bakteri pun berkurang.
“Banyak obat sudah resistensi. Kita takutkan, pada saat kita sakit berat tapi yang diharapkan kita itu yang bisa digunakan hanya obat tersebut, misalnya, ternyata kita sudah resisten terhadap obat tersebut dan obat apalagi yang akan diberikan. Jadi ini perlu diperhatikan oleh masyarakat,” ujarnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/12/04/moko-raksasa-ditemukan-di-pulau-alor-ntt-melalui-petunjuk-mimpi/
“Jadi itu menjadi keprihatinan dari WHO saat ini sehingga kita perlu bagaimana upaya untuk bisa mencegah penggunaan antibiotik yang tidak rasional ini,” sambung Tamran.
Selain itu, Tamran menambahkan, pemerintah Indonesia juga sudah menghentikan peredaran penjualan obat klorokuin untuk sementara di masyarakat. Sebab nyamuk malaria sudah resiten terhadap klorokuin akibat penggunaan yang salah di masyarakat.
“Kita sudah memasuki fase dimana obat malaria yang paling ampuh adalah klorokuin pun sekarang lagi dihol. Karena nyamuknya sendiri sudah resisten terhadap klorokuin-nya. Kenapa? Karena penggunaan yang salah di masyarakat, tidak sesuaikan dengan dosis yang dianjurkan. Sehingga itu menjadi satu problematika saat ini,” jelasnya.
“Jadi pemerintah untuk sementara dihol dulu nanti resistensi plasmodiumnya nanti sudah sensitif kembali, resistennya sudah hilang nanti mungkin akan dikembalikan (penjualan) obat klorokuin-nya, seperti itu,” harap dia.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/12/02/erupsi-gunung-ile-lewotodok-tak-berdampak-penerbangan-di-alor-warga-galang-donasi/
Tamran meminta kepada Pengurus PAFI Cabang Alor untuk membantu memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak serta merta menjual dan mengkonsumsi obat-obatan khususnya antiobitik tanpa reresp dokter.
“Kita harap PAFI Alor, ada Pak (ketua) Yeri dan teman-teman bisa berikan edukasi kepada masyarakat supaya jangan lagi konsumsi antibiotik secara bebas tanpa rekomendasi dokter,” pungkas Tamran.
Diketahui, Ketua Pengurus Daerah PAFI Provinsi NTT Tamran Ismail hadir di Alor melantik Pengurus PAFI Cabang Alor Periode 2019-2024.
Acara pelantikan Pengurus PAFI Alor itu dibarengi dengan kegiatan sumpah profesi tenaga teknis ahli kemarfasian dan seminar tentang antibiotika dengan tema; peran antibiotika dalam pengobatan infeksi dan tantangannya. Acara itu dibuka oleh Bupati Alor Drs. Amon Djobo. (*dm).