Kecamatan Pureman Kabupaten Alor, NTT dilaporkan mengalami kekurangan guru SD, SMP dan SMA. Di antara 12 SD dan SMP ditambah 1 SMA di wilayah itu, hanya sekitar 30 orang guru ASN dan kontrak daerah yang mengabdi di sana.
Keluhan kekurangan guru ini disampaikan salah satu pejabat di Kecamatan Pureman. Ia mengatakan daerah tersebut sudah lama mengalami kekurangan guru namun usulan-usulan di Musrembang tidak pernah dijawab pemerintah daerah.
“Kita Pureman terjadi kekurangan guru. Bayangkan dari 12 SD/SMP dan 1 SMA yang ada ini hanya sekitar 30 orang saja yang mengajar. Ini tidak sesuai dengan jumlah rombongan belajar,” kata pejabat tersebut kepada wartawan, Jumat (18/2/2022) di Kalabahi.
Sumber tersebut lalu meminta perhatian Bupati Alor Drs. Amon Djobo dan Plt. Kadis Pendidikan Alor Fredy I. Lahal, SH untuk segera mengisi kekosongan guru agar kualitas pendidikan dapat juga dirasakan oleh generasi Pureman.
“Persoalan ini sering dikeluhkan para guru saat Musrembang. Kita usul terus tapi belum dijawab. Kalau bisa Bapak Kadis Pendidikan isi supaya ada pemerataan kualitas pendidikan di Alor sesuai visi Bapak Bupati yaitu Alor Pintar,” ungkapnya.
Plt. Kadisdik Kaji Pemerataan Guru
Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor Fredy I. Lahal, SH mengakui ada kekurangan guru di sejumlah daerah, termasuk di Pureman. Keluhan kekurangan guru ini sudah sering ia dengar dalam rapat bersama Kepala UPT-UPT pasca dilantik Bupati Amon Djobo baru-baru ini.
Meski demikian, Fredy belum bisa memastikan berapa jumlah guru yang perlu dimutasi ke Kecamatan Pureman karena ia masih sedang mengkaji jumlah sebaran seluruh guru di Kabupaten Alor.
“Kemarin saya sudah bertemu dengan mereka (Kepala UPT-UPT) di Pureman. Memang sebaran guru ini kita lagi petakan. Kita akan (distribusi) sesuaikan dengan rombongan belajar nanti,” kata Fredy dihubungi tribuanapos.net, Sabtu (19/2) di Kalabahi.
Fredy menjelaskan, sebaran guru yang nantinya ia lakukan ini akan mengacu pada analisis kebutuhan guru sesuai rombongan belajar (Rombel). Ia menegaskan bahwa penempatan itu tidak akan mengacu pada asas suka tidak suka.
“Sebaran guru tidak bisa kita asal suka dan tidak suka. Semata-mata ini untuk proses belajar mengajar yang ada. Nanti kita lihat berdasarkan rombongan belajar di kelas. Berapa kebutuhannya itu yang nanti kita isi. Kita masih lakukan kajian-kajian pada kebutuhan semua guru di Alor,” ujarnya.
Fredy menerangkan, saat ini guru yang tersebar di Kabupaten Alor berasal dari guru PNS, Kontrak Daerah dan P3K. Meski begitu, kendala kekurangan guru masih terus dialami karena setiap tahun ada guru yang meninggal dan ada pula yang pensiun.
Plt. Kadis Pendidikan juga menyesalkan ada sekitar 1.097 kuota jatah CPNS guru P3K yang diberikan pemerintah pusat tahun ini namun yang lulus hanya sekitar 400-an orang saja.
“Kemarin kuota CPNSD Formasi Guru P3K itu kita dapat jatah ada 1.097, tetapi yang lulus hanya 400an saja. Sementara hampir 700an tidak lolos seleksi. Ini yang kita menyesal,” ungkapnya.
Fredy juga akan mengkaji para guru bersertifikasi agar jam mengajarnya di sekolah benar-benar terisi dan bukan diisi jamnya oleh guru kontrak daerah.
Plt. Kadisdik memastikan bahwa bila dalam analisisnya terjadi kekurangan guru di Alor maka pemerintah akan mengkaji untuk diangkat melalui SK Bupati pada tahun mendatang.
Dr. Fredik Kande Minta Pemkab Alor Segera Isi Kekosongan Guru
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendikan (FKIP) Universitas Tribuana (Untrib) Kalabahai Dr. Fredik A. Kande, M.Pd meminta pemerintah serius mengisi kokosongan guru yang hampir terjadi di sebagian wilayah terpencil di Alor terutama di Kecamatan Pureman. Ia menduga bahwa problem kekurangan guru ini sudah terjadi lama namun belum terselesaikan.
Dr. Fredik mengatakan, berkaitan dengan kekurangan guru di kecamatan Pureman, bisa dipastikan sudah berlangsung lama. Sekalipun yang terakhir ada hubungan dengan kebijakan pengangkatan guru dengan skema P3K yang mengakibatkan terjadi mobilisasi guru swasta yang lolos P3K ke sekolah negeri.
“Namun, secara umum kekurangan guru ada hubungan dengan kebijakan distribusi dan redistribusi guru di tingkat kabupaten maupun provinsi. Kondisi ini mengakibatkan rasio guru-siswa menjadi timpang dan praktis pembelajaran tidak berlangsung efektif dan efisien,” kata Fredik saat dimintai komentarnya tentang kekurangan guru di Pureman, Sabtu petang.
Dr. Fredik mengatakan bahwa menyikapi kondisi ini pemerintah daerah perlu melakukan pemetaan ulang, baik menyangkut jumlah, kualifikasi, kompetensi dan sertifikasinya. Selanjutnya pemerataan melalui distribusi dan redistribusi sesuai kebutuhan.
“Satu hal yang perlu diperhatikan adalah, perlu dijauhkan dari segala macam pertimbangan yang tidak berkaitan dengan tujuan dari kebijakan pemerataan guru itu sendiri, termasuk pertimbangan politis,” pintanya.
Menurut Fredik, guru adalah faktor utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan, guru adalah sang pemberi ilmu, pemberi teladan, penuntun, penerang bagi anak didik. Itulah sebabnya perlu mendapat prioritas dari pemerintah daerah.
“Bila ingin menyiapkan generasi emas Indonesia, maka pemberesannya pertama harus dimulai dari dunia guru,” pungkas Dr. Fredik Abia Kande. (*dm).