Kalabahi –
Ahli Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Universitas Tribuana Kalabahi Setya Budi Laupada, SH.,MH, mengapresiasi sikap Bupati Alor Drs. Amon Djobo yang berhasil mendamaikan kisruh politik Ketua versus 6 Anggota DPRD di meja perundingan. Budi menyebutkan, langkah bijak Bupati tersebut jangan dipandang seolah-olah ada intervensi eksekutif di lembaga legislatif.
“Saya kira tindakan Bupati untuk mendamaikan itu juga tidak dalam kaitan intervensi eksekutif terhadap legislatif. Jangan sampai itu digiring atau disalahartikan bahwa ternyata ada intervensi eksekutif terhadap legislatif,” kata Budi dihubungi tribuanapos.net, Jumat (22/5) di Kalabahi.
“Saya kira saya harus fair bahwa kalau pak Bupati memediasi perdamaian itu patut saya beri apresiasi. Dalam kasus lain kita sering berbeda pendapat dengan pak Bupati tetapi dalam kasus ini beliau berhasil memediasi perdamaian itu saya kira ini sesuatu yang positif,” lanjut pengajar Fakultas Hukum Untrib.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/05/22/bupati-alor-berhasil-mendamaikan-kisruh-politik-di-dprd/
Budi meminta DPRD menerima niat baik Bupati Alor memediasi perdamaian. Karena kalau misalnya DPRD terus dibiarkan berkisruh begitu maka tentu dampaknya bukan hanya soal DPRD yang tidak jalan fungsinya namun pemerintahan juga akan tidak berjalan maksimal.
“Unsur pemerintahan daerah itu kan ada eksekutif dan legislatif dan perangkat daerah yang ada. Nah, kalau DPRD (kisruh) begitu maka unsur pemerintahan jalannya tidak maksimal. Dalam situasi sulit (wabah covid-19) seperti ini saya kira itu tidak bagus,” tutur dia.
Budi mengkritik Ketua dan 6 Anggota DPRD yang berkisruh di tengah rakyat sedang gelisah menghadapi wabah covid-19. Budi menilai tindakan para wakil rakyat tersebut tak patut menjadi teladan politik bagi masyarakat.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/05/11/pemred-tribuana-pos-tepis-isu-peras-ketua-dprd-alor/
Ia menambahkan, dalam kondisi darurat nasional begini, alangkah lebih beretika, segala perbedaan pendapat yang mengarah pada ketidakharmonisan, sedapat mungkin diredam, supaya energy itu tidak terbuang dengan mengurus hal-hal yang tidak substansial.
“Kalau saya kalau ribut soal pelanggaran kode etik, saya kira lebih tidak beretika. Ketika mereka tidak bekerja memperjuangkan kepentingan-kepentingan rakyat, itu lebih tidak beretika. Mereka berkisruh kemudian fungsi-fungsi DPRD tidak jalan, justru itulah tidak beretika sebenarnya,” tegas Budi.
“Persoalan ada yang pakai anting-anting, tato, ada yang mengeluarkan pernyataan pendapat, persoalan ruangan, itu kan soal ecek-ecek yang sepatutnya tidak perlu ada. Saya apresiasi Bupati yang mendamaikan. Saya justru melihat itu lebih pada sosok ketokohan (Bupati). Saya juga melihat bahwa itu bentuk perhatian beliau terhadap penyelenggaraan pemerintahan ini biar berjalan stabil. Tidak boleh kisruh itu berlanjut lah. Sebaiknya secepat mungkin konflik itu dihindari supaya ada energy (DPRD) positif untuk menangani hal-hal yang lebih substansial. Saya kira itu,” pungkasnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/05/07/tanya-kisruh-dprd-bupati-alor-itu-internal-biar-dorang-baku-naik-di-situ/
Ketua DPRD Alor Enny Anggrek melaporkan 6 Anggota DPRD di BK. Keenam Anggota yang dilaporkan yakni; Lukas Reiner Atabuy (F-Demokrat), Dony Menase Mooy (PSI/F- Kebangkitan Nurani), Ibrahim Nampira (Perindo/F-Kebangkitan Nurani), Walter E. Datemoli (F-PDIP), Ernes Mandela Mokoni (PKB/F-Kebangkitan Nurani).
Enam Anggota DPRD itu, lima di antaranya dianggap melanggar kode etik DPRD karena tidak menghormati Ketua dan Pimpinan DPRD dalam perbedaan pendapat soal ruangan sidang Banggar.
Sementara Ketua Komisi I Dony Mooy dianggap melanggar kode etik karena gunakan anting-anting dan tato serta mengeluarkan pernyataan ke publik bahwa kehadiran Ketua DPRD menjemput Hamid Haan itu salah.
Sidang Kode Etik BK pun menuai ricuh karena enam Anggota DPRD menilai pemanggilan BK tidak sesuai ketentuan Tatib dan Tata Beracara di DPRD.
Video Sidang Kode Etik DPRD Alor Ricuh:
(*dm).