Keluarga Kesal Jenazah Reaktif Covid-19 Tertahan di RSD Kalabahi 23 Jam

Gambar: Ilustrasi Pemulasaran Jenazah Covid-19 di RSUD. (Foto: Repoblika.co.id ).
Gambar: Ilustrasi Pemulasaran Jenazah Covid-19 di RSUD. (Foto: Repoblika.co.id ).

Kalabahi –

Keluarga duka kesal atas peristiwa Jenazah SL yang diduga reaktif covid-19 sesuai Rapid Test, tertahan di Ruang Jenazah RSD Kalabahi selama kurang lebih 23 jam. Pihak keluarga menyayangkan sistem dan pelayanan penanganan Jenazah di rumah sakit itu. Lalu bagaimana kronologinya?

Kakak Almarhum SL, Salmon M. Langmau mengungkapkan, dirinya kecewa Jenazah adiknya tak kunjung dikeluarkan pihak RSD Kalabahi usai dinyatakan meninggal dunia di ruang IGD pada Jumat (4/9) sekitar pukul 19.00. Jenazah baru diangkut ke rumah duka oleh tim Satgas Covid-19 Kabupaten Alor pada hari Sabtu, sekitar pukul 17.15 wita.

Salmon mengisahkan, hari Jumat tanggal 4 September 2020 pagi sekitar pukul 06.00, SL menelponnya dan bercerita seperti biasanya menanyakan kabar. Dalam pembicaraan telepon tersebut, SL tidak mengeluhkan sakitnya.

Kemudian, sekitar pukul 11.30 istri SL menelpon Salmon menyampaikan kabar bahwa penyakit TBC dan Asma dari SL kembali kambuh. Salmon lalu memintanya segera mengantar SL ke RSD untuk mendapatkan pelayanan medis.

“Nanti jam 11.30 menit, pas saya di kantor, istrinya telepon saya bilang; kakak, adik punya sakit ini sudah kembali lagi. Saya arahkan kalau begitu bawa ke rumah sakit umum saja. Kirim ke sana, tiba-tiba jam 3 (15.00) sore, dia punya istri telepon bilang, kakak, adik sudah tidak ada harapan lagi. Saya bilang saya masih piket di kantor (Dinas Kesehatan) jadi saya pulang baru saya turun,” katanya, Senin (7/9) di Habeleng.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/09/07/keluarga-bantah-hasil-rapid-test-pasien-meninggal-di-rsd-kalabahi-reaktif-covid-19/

Selesai piket di Dinas Kesehatan, sekitar pukul 4.15 menit Salmon pulang ke rumah. Pukul 18.00 ia berangkat ke RSD menjenguk adiknya. Sesampai di RSD, istri SL menghampirinya dan mengatakan bahwa adiknya itu sudah meninggal dunia.

“Saya masuk (di ruang IGD) ini ada dua petugas yang pakai APD lengkap lalu ada bikin bersih dia (Jenazah) punya tempat tidur dengan dia punya diri dan kasih pakai pakaian. Ada kasih lipat tangan ada tidur. Itu di ruang Gawat Darurat (IGD),” ujarnya.

“Saya pas cium dia, ada seorang petugas yang bilang; bapak, bapak cium ko? Saya bilang, yo saya punya adik jadi. Petugas bilang, adoh, tapi (dia) tidak bilang apa-apa,” sambung Salmon meniru percakapannya dengan petugas medis.

Salmon tidak diberitahu sebelumnya bahwa adiknya itu hasil rapid test reaktif Covid-19. Ia berpikir adiknya meninggal karena riwayat penyakit TBC dan Asma yang dideritanya selama kurun waktu 3 tahun 8 bulan.

Meski para petugas medis mengenakan APD lengkap, Salmon tidak curiga adiknya reaktif Covid-19. Ia lalu keluar menghampiri keluarganya yang sementara menanti di depan IGD sambil menunggu Jenazah diangkut ke ruang Jenazah untuk diambil keluarga.

Menunggu sekitar pukul 19.15 menit, Jenazah almarhum tak kunjung dibawa ke ruang Jenazah. Keluarganya pun mulai resah dan marah. Salmon lalu menenangkan keluarganya dan meminta mereka menunggu. Pada saat itu ia mulai merasa curiga bahwa adiknya kemungkinan diduga reaktif Covid-19.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/09/05/tim-satgas-covid-19-alor-jemput-jenazah-di-rsd-kalabahi/

“Saya sangka saya punya adik tidur itu yang biasa-biasa begitu. Nah, tidak tahu punya kasih keluar-keluar sampai jam 7.15 malam. Keluarga semakin ricuh di luar. Saya sebagai kakak sulung dari almarhum, saya bilang semua tenang. Tetapi dari sisi medis, saya dalam hati, saya sudah tergolong (diduga tertular Covid-19) sudah,” jelasnya.

“Tiba-tiba petugas panggil saya, bilang mau ketemu dokter Cicilia. Ketemu, dokter bilang begini; pak Mon, saya ini penangung jawab IGD. Bapak punya adik nama SL? Saya bilang betul. (Dokter bilang) ini berdasarkan hasil Rontgen tadi sore, ada gejala-gejala tapi bukan Corona. Seperti Corona. Jadi mau kasih pulang tetapi tunggu dulu. Bilang begitu,” sambung dia.

“Tidak lama saya lihat, namanya kita keluarga kan kita mau bawa pulang, apalagi waktu sudah semakin larut malam. Jadi saya keluar tahan, tidak lama saya masuk lagi petugas bilang sabar ada baku kontak. Saya bilang, loh kenapa ada baku kontak? Ada apa dibalik dari itu?” Salmon geram.

Lanjut dia, tak lama kemudian ada dua petugas membawa Jenazah SL ke ruang Jenazah. Sebelum di antar, Petugas itu mengatakan padanya bahwa keluarga silahkan menghampiri ruang Jenazah untuk mengambil jenazah di sana.

“Petugas, mereka dua mulai bawa Jenazah ke ruang Jenazah. Saya dalam hati oh berarti adik saya ini sudah terkena (reaktif virus corona) ini. Sebelum sampai di sana (ruang jenazah), petugas bilang, sudah keluarga ikut dari belakang (gedung) ko ambil Jenazah di sana. Saya juga bilang keluarga, kamu semua putar ikut belakang ko kita jemput Jenazah sudah.”

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/09/05/satgas-covid-19-alor-pasien-yang-meninggal-di-rsd-belum-tes-swab/

“Sampai sana dua petugas yang lepas saya punya adik (di ruang Jenazah) ini kunci pintu habis mereka dua kembali. Sampai di depan ruang Sal Wanita, saya tanya mereka; di mana Ambulance yang mau antar adik saya? Dorang jawab bilang, bapak, kami petugas punya hak antar sampai di ruang Jenazah, tidak lebih dari itu. Selanjutnya bapak silahkan koordinasi dengan pihak sopir. Saya kasitahu sopir, dia bilang saya belum dengar komando (antar Jenazah dari atasan),” kata Salmon meniru percakapannya dengan dua petugas IGD dan sopir.

Mendapat penjelasan seperti itu, Salmon marah dan telepon rekan-rekannya di Dinas Kesehatan dengan maksud meminta pertolongan menghubungi pihak RSD agar Jenasah adiknya bisa diangkut ke rumah duka malam itu.

Selang beberapa saat kemudian, datanglah dua Anggota Polres Alor.

“Mereka kasih penjelasan, bapak punya adik ini sementara hasil menunjukkan bahwa Corona tapi yang sebetulnya sputum dengan dahak diambil dikirim ke Kupang (periksa) bawa hasil datang dulu baru kita lihat. Untuk sementara bisa kategori seperti itu tapi ini namanya prediksi. Jadi nanti tim (Satgas Covid-19) yang bawa pulang (Jenazah),” kata Salmon meniru penjelasan seorang Anggota Polisi.

“Akhirnya, kita bertahan-bertahan di rumah sakit sampai jam 3.45 menit saya pulang dengan ketentuan. Saya pesan ke semua orang rumah sakit, saya datang ambil saya punya adik sebagai Jenazah tapi kamu tidak kasih jadi saya pulang. Saya tidak akan kembali datang urus ini Jenazah lagi. Silahkan kamu antar na antar, tidak na tidak,” ujarnya geram.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/09/05/breaking-news-satu-pasien-reaktif-covid-19-meninggal-di-rsd-kalabahi/

“Akhirnya saya pulang datang bergabung dengan keluarga (di Habeleng) kami duduk bertahan. Dorang bilang sebelum kuburan ada kami dari tim (Satgas) tidak bisa lepas Jenazah. Kami keluarga bilang sebelum Jenazah ada di kami punya wilayah di Habeleng, kami keluarga tidak siap untuk penguburan,” katanya lagi.

Hari Sabtu, sekitar pukul 17.15, tim Satgas kemudian mengatar Jenazah SL ke pekuburan rumah duka di Habeleng untuk disemayamkan.

“Bertahan-bertahan begitu, Kasat Pol PP mungkin hubungi bapak Aten Penau datang, tidak lama bapak Sekretaris BPBD juga datang, kami duduk (di Habeleng) dari jam 6 pagi sampai jam 5.15 menit, Jenazah dengan tim dan rombongan Gugus sudah tiba,” ungkapnya.

Salmon kesal karena meskipun Jenazah di antar petugas Gugus Tugas Covid-19 Alor ke pekuburan keluarga namun pemakamannya para petugas tidak langsung menutup kuburan dengan cor. Menurutnya, Peti Jenazah hanya dimasukan ke dalam kubur saja lalu petugas pergi.

“Kita sudah baku kompak lewat Hp ini bahwa kalau memang Covid dan tim (Satgas) yang antar berarti kami keluarga juga tidak cor peti jenazah. Mereka tim kubur dan cor semua, kan begitu. Tapi karena mereka sistem datang hanya buang taru langsung pulang maka anak-anak lari kejar mereka tapi saya yang palang. Saya ini mau tanya Kepala Rumah Sakit, apakah Covid-19 itu kamu pigi (bawa Jenazah) dan hanya taruh begitu saja?” ungkapnya.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/08/29/satu-petugas-rsd-kalabahi-positif-covid-19/

Ia pun kecewa atas penanganan pemakaman Jenazah yang dinilai tidak dilakukan sesuai standar Kemenkes RI tentang Pedoman Pemulasaran dan Penguburan Jenazah Akibat Covid-19 di Masyarakat.

“Kalau memang Covid-19, mengapa penanganan penguburan jenazah dibiarkan berlama-lama hingga hampir 23 jam di RSU Kalabahi? Kita tunggu hasil medis dari Provinsi, semoga hasilnya sama dengan di Kabupaten Alor ini. Kalau beda, saya akan bertemu dokter ahli di rumah sakit sini,” tutup Salmon.

Diberitakan, Ketua Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Alor Sony O. Alelang sebelumnya mengatakan, Jenazah yang berada di RSD belum bisa diambil pihak keluarga karena hasil rapid test, pasien reaktif Covid-19 sehingga penanganannya pun harus menggunakan standar kesehatan.

Oleh sebab itu tim Medis pun masih mengambil sampel Swab untuk dikirim dan dianalisis di Laboratorium RSUD Prof. Johannes Kupang guna membuktikan pasien tersebut benar positif Covid-19 atau tidak.

Selain itu penahanan jenazah juga dilakukan karena Satgas masih bernegosiasi dengan pihak keluarga agar prosesi penguburan menggunakan standar Covid-19 sebagai bentuk pencegahan hal-hal yang tidak terduga dalam upaya penularan Covid-19 di Alor.

“Karena pasien reaktif berdasarkan hasil rapid maka kita harus negosiasi dengan keluarga untuk bagaimana penanganannya. Ini pendekatan keluarga yang kami tempuh,” kata Sony Alelang. (*dm).