Kalabahi –
Kisruh Politik antara Ketua DPRD sekaligus Ketua DPC PDIP Alor Enny Anggrek dengan Sekda Alor Soni O. Alelang menjadi atensi PDI-Perjuangan Provinsi NTT.
DPD PDIP sudah memanggil Ketua Fraksi Yahuda Lalu dan sejumlah petinggi DPC untuk menjelaskan masalah yang terjadi antara DPRD dan Pemkab Alor hingga berbuntut di laporan pidana.
Kisruh itu berawal dari mutasi staf Setwan yang mendadak dilakukan Bupati Alor Amon Djobo menjelang sidang paripurna virtual mebahas Pokir Anggota DPRD.
Karena mutasi staf Steven Aplonius Haiain dari Setwan ke kantor Dukcapil Alor mendadak, Ketua DPRD pun lantas menuding bahwa diduga ada permufakatan jahat di mutasi. Sebab Steven adalah staf yang selama ini bertugas menghendel sistem ITE dalam sidang-sidang DPRD.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/12/panas-adu-mulut-bupati-alor-dan-aktivis-geram-soal-proyek-gedung-dprd-25-m/
Wakil Ketua DPD PDIP NTT Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Gusty Beribe mengatakan pihaknya sudah melayangkan surat pemanggilan kepada Ketua Fraksi PDIP Alor Yahuda Lanlu dan jajaran pengurus PDIP Alor.
Surat tersebut Nomor: 629/IN/DPD-NTT/II/2021, tanggal 8 Februari, Perihal; Panggilan, yang ditujukan kepada DPC PDI Perjuangan Kabupaten Alor dan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Alor.
Adapun isi surat pada intinya meminta kehadiran Ketua Fraksi PDIP Alor dan petinggi DPC untuk hadir dalam rapat pada Jumat (12/2) di kantor DPD PDIP, Jl. Piet A. Tallo, Oesapa Selatan, Kota Kupang.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/11/buntut-kisruh-pengurus-dpc-pdip-alor-dipanggil-emi-nomleni/
Menurut Gusty, rapat DPD dan DPC tersebut akan membahas penyelesaian lanjutan permasalahan internal partai di Kabupaten Alor sekaligus membahas kisruh politik antara Ketua DPRD dan Sekda Alor.
Gusty menjelaskan, pemanggilan ini menjadi suatu keharusan bagi DPD PDIP NTT karena mekanisme partai mengatur satu tingkatan di atas DPC wajib melakukan pembinaan untuk mediasi penyelesaian masalah internal partai.
Pemanggilan, lanjut Gusty, sebelumnya sudah dilakukan pada 18 November 2020 namun belum menempuh hasil yang memuaskan. Karenanya DPD kembali memanggil para petinggi DPC untuk mendengarkan klarifikasi lanjutan.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/10/respon-laporan-pemkab-ketua-dprd-alor-tegaskan-siap-hadapi-proses-hukum/
“Kita ikuti peraturan disiplin partai. Sudah pasti kita mediasi, fasilitas untuk mereka berdamai secara ke dalam dan semua paham aturan partai, ikut mekanisme pengangkatan dan penugasan partai,” kata Gusty dihubungi, Kamis (11/2) di Kupang.
Setelah mediasi, DPD akan memantau, apakah para petinggi DPC yang ditugaskan partai itu bisa konsistensi menjalankan arahan DPD atau tidak.
“Kalau tidak konsisten ya sudah to? Tentu ada level-level pemberian sanksinya. Hasil rapat hari Jumat ini akan kita serahkan ke DPP,” katanya.
Gusty pun mengakui bahwa kisruh di internal DPC terkait dugaan surat palsu Anggota DPRD Walter M.M. Datemoli, imbasnya berlanjut di gedung DPRD.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/10/ketua-dprd-alor-terancam-pasal-uu-ite/
Ia menjelaskan bahwa kisruh tersebut terjadi akibat para kader partai tidak memahami dan menjalankan perintah partai secara proporsional.
“Ya, ini kan semua tidak proporsional dengan kewenangan partai yang diberikan kepada mereka. Soal partai ini kan kewenangan Ketua bukan kewenangan mutlak. Tidak ada hak prerogatif Ketua DPD, Ketua DPC, tidak ada. Yang ada cuman Kongres memberikan kewenangan sepenuhnya kepada ibu Ketua Umum (Megawati Soekarnoputri). Tidak ada pada ketua level di bawah tidak ada,” ujarnya.
Disinggung ada surat PAW Walter Datemoli, Gusty mengatakan: “Pengangkatan atau seseorang dibebastugaskan dari tugasnya sebagai Anggota DPRD bukan kewenangan DPC. DPD juga tidak punya kewenangan. Itu kewenangan ada di DPP. Maka itu saya bilang mereka tidak proporsional dengan wewenang yang diberikan partai.”
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/10/tuduh-ada-permufakatan-jahat-di-mutasi-staf-pemkab-desak-polisi-tahan-ketua-dprd-alor/
Apakah ada opsi pergantian Anggota DPRD dan/atau pengurus DPC Alor?
“Belum lah. Nanti kita lihat di perkembangan rapat hari Jumat. Hari ini bayangkan kita adalah ada kemauan baik semua pihak kembali secara proporsional menjalankan kewenangan yang diberikan oleh AD/ART Partai,” jelasnya.
Gusty juga menyinggung polemik usulan Pokir 30 Anggota DPRD yang ditolak Pemkab karena dianggap keabsahan penetapannya tidak sesuai mekanisme sidang di DPRD.
“Kalau macam di DPRD juga proporsinya harus jelas to. Mana proporsi DPRD, mana proporsi eksekutif. Bahwa DPRD dan Pemerintah itulah yang disebut dengan pemerintahan daerah tapi kapasitas dan wewenangnya kan berbeda-beda,” ungkapnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/10/pemkab-alor-unjuk-rasa-tuntut-polisi-proses-hukum-ketua-dprd-enny-anggrek/
“DPRD sebaiknya berhenti di urusan-urusan kebijakan legislasi. Anggaran itu bukan DPRD yang ngatur. DPRD ngatur anggaran itu sesuai persetujuan pemerintah dipertimbangkan sesuai visi misi kepala daerah. Selesai sampai di situ. Bukan mau ikut mengatur sana sini kan?” lanjut Mantan Anggota DPRD NTT tiga periode itu.
Selain itu, Gusty juga menyinggung soal mutasi mendadak staf di Setawan yang berujung laporan polisi Sekda Alor kepada Ketua DPRD Enny Anggrek.
Gusty menyatakan: “Mutasi ya kewenangan kepala daerah. Bukan kewenangan DPRD. Kepala daerah sebagai user dari aparatur sipil negara itu akan memahami aturan-aturan dalam pengangkatan dan penempatan seseorang ke dalam jabatan.”
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/01/30/pemerintah-siap-pidanakan-ketua-dprd-alor-soal-tuduhan-permufakatan-jahat-mutasi-staf-setwan/
“Bupati kepala daerah selaku pembina kepegawaian juga yang paham kapasitas orang-orang yang ada dalam posisi eksekutif. Bukan DPRD. DPRD itu bukan Bupati, sekalipun Bupatinya itu dari partai pengusung, bukan. Inikan banyak salah kaprah di situ. Berpikir jadi pengusung jadi mau seenaknya,” katanya.
“Kan ada masanya, ada saatnya engkau minta pertanggungjawaban dari orang-orang yang ditugaskan menjadi kepala daerah. Kan ada mekanisme di partai juga ada. Karena PDIP usung Bupati jadi rapat kerja partai itu bisa meminta penjelasan kepala daerah tentang progres kepemimpinan, program dan pembangunan daerah. Begitu,” ujarnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/01/30/sekda-alor-mutasi-staf-di-setwan-sesuai-prosedur-dan-kebutuhan-organisasi/
“Bukan masing-masing mau atur langsung kepala daerah, tidak. Banyak yang salah kaprah, banyak tidak jalan sesuai dengan proporsi kewenangannya. Partai punya kewenangan minta penjelasan kepala daerah yang diusung. Kenapa tidak buat Rakercab? Tidak bisa kita enak-enak mau evaluasi, menilai orang. Itu tidak obyektif. Di DPRD juga ada mekanisme rapat untuk minta pertanggungjawaban Bupati,” sambung Gusty.
Kader PDIP tulen di NTT itu mendukung sepenuhnya proses hukum laporan pidana Sekda Alor Soni O. Alelang kepada Ketua DPRD di kepolisian Alor.
“Jadi kalau sampai ada eksekutif mau gugat kau (di kepolisian) itu kan rasional. Ya kita menghormati proses hukum. Memang banyak yang bersengketa dengan kami punya Ketua DPC/Ketua DPRD Kabupaten Alor,” ungkapnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/01/30/sekda-alor-tak-ada-permufakatan-jahat-di-mutasi-staf-setwan/
“Kalau sudah mengadukan itu di lembaga hukum ya proses saja hukum itu berjalan karena kita di peraturan partai, seseorang anggota partai dapat diberikan sanksi partai kategori berat apabila yang bersangkutan sudah dijatuhi hukuman secara sah, final dan mengikat. Itu baru bisa kita eksekusi, kalau pakai alasan proses hukum. Tetapi ada mekanisme lain selain kita evaluasi kinerja dan situasi partai di daerah itu, bisa saja kita mengambil keputusan lain. Di situ juga ada tindakan disiplin partai bisa berjalan,” Gusty menjelaskan.
Gusty pun mendukung laporan pidana Daud Pong di Polres tentang dugaan pemalsuan tanda tangan dalam surat PAW Walter Datemoli yang dikirim ke DPP.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/02/07/update-51-pasien-covid-19-alor-sembuh/
“Semua masalah di Alor kita akan bahas di hari Jumat ini. Nanti hasilnya kami lapor ke DPP,” pungkas Gusty.
Sekda Alor Soni O. Alelang dan Kabag Hukum Marianus Adang, sebelumnya pidanakan Ketua DPRD Alor Enny Anggrek di Kepolisian Alor pada tangga 5 Februari 2021.
Usai melapor, sepekan kemudian Sekda Alor memimpin puluhan ASN mendatangi Polres Alor, Rabu (10/2) pagi.
Mereka menuntut Polisi memproses hukum Ketua DPRD Alor Enny Anggrek karena pernyataannya bahwa mutasi satu orang staf ASN di Setwan diduga ada permufakatan jahat.
Ketua DPRD Enny Anggrek pun menanggapi aksi puluhan ASN. Ia mengatakan siap menghadapi proses hukum di Kepolisian Alor. (*dm).