Aktivis Alor: Stinky Laure (ketiga kiri) dan Antipas Kamengkol (kedua kanan) foto bersama Kasie Intel Kejaksaan Negeri Alor Zakaria Sulistiono (ketiga kanan) usai penyelesaian kasus secara restoratif justice di Polres Alor, Rabu (31/5). (Foto: doc tribuanapos.net).
Kalabahi – Polisi hentikan kasus dua aktivis tersangka pengrusakan gapura pagar kantor Kejaksaan Negeri Alor yang dilaporkan Kajari Alor Abdul Muis Ali melalui Kasie Intel Zakaria Sulistiono. Penyidikan kasus itu dihentikan usai kedua pihak sepakat untuk berdamai.
Kapolres Alor AKBP Supriadi Rahman mengatakan, dua aktivis anti korupsi Alor; Antipas Kamengkol dan Stinky Laure sudah menyelesaikan kasus pengrusakan gapura pagar dengan Kajari Alor melalui cara damai.
Menurutnya, penyidikan kasus tersebut dihentikan setelah kedua pihak bersepakat menyelesaikannya melalui jalur restoratif justice di kepolisian.
“Sudah (berdamai dan kasusnya dihentikan),” kata AKBP Supriadi dihubungi, Rabu (31/5) di Kalabahi.
Adapun isi perjanjian damai tersebut antara lain:
Pertama: pihak pertama dan kedua sepakat menyelesaikan kasus pengrusakan ini secara kekeluargaan/berdamai.
Kedua: pihak kedua meminta maaf kepada pihak pertama atas perbuatan yang telah melakukan pengrusakan terhadap tembok gapura pagar gerbang utama kantor Kejaksaan Negeri Alor, dan pihak kedua berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya di kemudian hari maupun perbuatan pidana lainnya.
Ketiga: pihak pertama menerima baik permohonan maaf dari pihak kedua.
Keempat: pihak pertama bersedia mencabut kembali laporan yang telah dilaporkan di Polres Alor terkait kasus pengrusakan yang dilaporkan pada tanggal 31 Maret 2023 untuk tidak melanjutkan proses hukum.
Pernyataan tersebut dibuat pada tanggal 31 Mei 2023 di Polres Alor yang diteken Kepala Kejaksaan Negeri Alor yang diwakili Kasie Intel Zakaria Sulistiono, SH selaku pihak pertama dan Antipas Kamengkol-Stinky Laure sebagai pihak kedua.
Ahli Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang Dr. Deddy Manafe menjelaskan, diskresi kepolisian itu kewenangan penyidik Polri untuk mengenyampingkan proses hukum suatu perkara karena ada kepentingan yang lebih besar yang harus dilayani.
“Kepentingan yang lebih besar itu, misalnya terkait relasi kemanusiaan antara pelaku dan korban, dalam hal ini, jika melalui mediasi yang menghasilkan perdamaian, maka relasi kemanusiaan itu akan tercipta secara harmonis,” kata Deddy dihubungi di Kupang.
Deddy menerangkan, Undang-undang Kepolisian membuka ruang untuk itu. “Dalam konteks ini, tidak sekedar restorative justuce, tapi justru sudah melangkah pada reconsiliative justice,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Kepolisian Resort Alor Polda NTT menetapkan dua aktivis mahasiswa anti korupsi menjadi tersangka kasus pengrusakan fasilitas umum, gapura pagar kantor Kejaksaan Negeri Alor. Para aktivis disangkakan pasal 170 ayat (1) KUHP.
Kedua aktivis Kerukunan Mahasiswa Kemilau (KEMILAU) itu masing-masing atas nama: Stinky Laure dan Antipas Kamengkol.
Kasus kedua aktivis itu mulanya terjadi saat mendampingi warga korban bencana Seroja melaporkan kasus dugaan korupsi proyek perumahan bantuan bencana Seroja senilai Rp 54 Miliar di Kejaksaan Alor.
Setelah melaporkan kasusnya, mereka pun gencar melakukan demonstrasi berjilid-jilid meminta Jaksa segera menetapkan tersangka para pihak yang diduga korupsi.
Namun pada aksi jilid ke-3, Jaksa belum juga menetapkan tersangka di kasus dugaan korupsi proyek perumahan bencana Seroja tersebut.
Para aktivis dan warga geram dan memaksa masuk kantor Kejaksaan Negeri Alor untuk berdialog dengan Kajari Alor Abdul Muis Ali, namun Kajari tak ingin ditemui.
Saling dorong antara kepolisian dan petugas Satpam kejaksaan pun terjadi di pintu gerbang.
Sontak pintu dan gapura gerbang kantor Kejaksaan patah.
Sejumlah mahasiswa dan warga kemudian diamankan aparat kepolisian.
Esoknya, Kepala Kejaksaan Negeri Alor melaporkan kasus robohnya gapura pintu gerbang kepada kepolisian.
Penyidik kepolisian melakukan penyelidikan kasus itu hingga pada Sabtu 28 Mei 2023, kedua aktivis mahasiswa KEMILAU, Stinky Laure dan Antipaas Kamengkol resmi ditetapkan tersangka.
Kapolres Alor AKBP Supriadi Rahman melalui Kasat Reskrim IPTU Yames Jems Mbau mengatakan, Stinky Laure dan Antipas Kamengkol ditetapkan tersangka setelah penyidik gelar perkara.
“Klien saya Stinky Laure dan Antipaas Kamengkol sudah ditetapkan tersangka gara-gara demo membela hak-hak warga sipil korban bencana alam. Baru saja kami menerima surat penetapan tersangka. Senin pagi kami akan ke kepolisian dan kejaksaan koordinasi lebih lanjut untuk pendampingan tersangka,” kata Marthen.
Para tersangka terancam Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang selengkapnya berbunyi:
“Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”(*dm).