Kalabahi –
Kejaksaan Negeri Alor, Nusa Tenggara Timur, menetapkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor (sekarang nonaktif sementara) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Swakelola Tahun Anggaran 2019.
Selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Alberth Ouwpoly ditetapkan tersangka karena diduga menyalahgunakan wewenangnya dalam kebijakan anggaran DAK Swakelola T.A 2019 senilai Rp 27 Miliar.
Ia juga dituduh Jaksa melakukan tindak pidana korupsi karena diduga berperan mengatur proyek-proyek DAK 2019 dan menerima ‘fee’ proyek senilai 5-10% dari penyedia.
Selain Alberth, penyidik kejaksaan juga menetapkan PPK DAK 2019 Khairul Umam sebagai tersangka. Keduanya langsung ditahan di Lapas Kelas IIB Mola, Kalabahi untuk kepentingan penyidikan.
Kepala Kejaksaan Negeri Alor Samsul Arif, SH.,MH menjelaskan, perbuatan Alberth N. Ouwpoly dan Khairul Umam tersebut menyebabkan kerugian keuangan Negara. Namun demikian, Samsul belum bisa membeberkan total kerugian Negara secara pasti dari akibat korupsi.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/06/tangani-maraknya-masalah-pertanahan-polres-alor-pererat-sinergitas-aph-dan-bpn/
Merasa janggal dengan penetapan dan penahanannya, Alberth N. Ouwpoly mengajukan permohonan praperadilan melawan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Samsul Arif di Pengadilan Negeri Kalabahi.
Yusak Tausbela, SH.,M.Hum selaku salah satu tim Penasehat Hukum Alberth Ouwpoly mengatakan, pihaknya sudah mendaftarkan gugatan perkara praperadilan kliennya itu di Pengadilan Negeri Kalabahi pada Jumat 7 Januari 2022.
“Gugatan praperadilan kita sudah ajukan kemarin hari Jumat tanggal 7 Januari di PN Kalabahi. Jadwalnya dari pengadilan tetapkan sidang nanti di hari Jumat tanggal 21 Januari 2022,” kata Yusak, Selasa (11/1/2021) di Kalabahi.
Tim kuasa hukum Alberth N. Ouwpoly yang akan menangani perkara ini antara lain; Loresn Mega Man, SH selaku Ketua Tim. Anggotanya; Yusak Tausbele, SH, M.Hum dan Mario Aprio A. Lawung, SH, MH.
Yusak mengatakan pihaknya sudah mendaftar guggatan praperadilan kliennya di PN Kalabahi pada Jumat, namun dia sedikit kesal karena PN mengulur waktu sidangnya di tanggal 21 Januari 2022.
“Memang saya tidak protes tetapi sesungguhnya harus cepat karena ini pra, bukan pemeriksaan pokok perkara,” ujarnya.
Menurut Yusak, dalam petitum, kliennya meminta PN Kalabahi mengabulkan seluruh gugatannya dan memerintahkan Kejaksaan menyatakan status tersangka dalam perkara dugaan korupsi DAK Swakelola Pendidikan T.A 2019, tidak sah.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/06/hut-psi-7-dpd-psi-alor-bagi-nasi-kotak-pada-masyarakat/
Yusak menjelaskan, praperadilan ini secara formal akan menguji mengenai prosedur penetapan tersangka dan penahanan kliennya Alberth N. Ouwpoly yang dilakukan Penyidik Kejaksaan Negeri Alor pada tanggal 16 Desember 2021.
“Artinya menurut kami bahwa penetapan Alberth Ouwpoly jadi tersangka dan langsung dilakukan penahanan itu memang sesungguhnya itu kewenangan penyidik, tetapi tidak serta merta karena bagi kami terlalu dini, terlalu cepat,” ungkapnya.
Yusak mengemukakan bahwa, pihaknya menilai ada kejanggalan dalam prosedur penetapan dan penahanan kliennya karena dari proses pemeriksaan sebagai saksi, kemudian penetapan tersangka dan langsung dilakukan penahanan, semunya dilakukan dalam tenggang waktu sehari.
PH Yusak mengungkapkan, hal yang menurut timnya ada kejanggalan yaitu soal pada alat bukti dalam penetapan dan penahanan Alberth Ouwpoly.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/06/polisi-bekuk-pelaku-pemerkosa-siswi-15-tahun-di-kabupaten-kupang-ntt/
Menurut Yusak, kejanggalan yang dia duga dilakukan Penyidik Kejaksaan Negeri Alor, yaitu belum adanya alat bukti total kerugian keuangan negara dari akibat korupsi.
Karena alat bukti perhitungan kerugian keuangan negara menjadi bukti permulaan yang paling hakiki dalam penetapan seseorang menjadi tersangka tindak pidana korupsi.
“Di dalam pemeriksaan Alberth Ouwpoly sebagai KPA DAK 2019 dan PPK Khairul Umam, sampai hari ini penyidik kejaksaan belum mengemukakan suatu kerugian keuangan negara dari total DAK 2019 senilai Rp 27 Miliar,” ujar Yusak.
PH senior itu meyakini, Jaksa belum mengantongi alat bukti perhitungan kerugian Negara secara pasti yang timbul akibat perbuatan kliennya. Itu terungkap sejak awal ia mendampingi tersangka PPK Khairul Umam dalam pemeriksaan BAP di Kejaksaan.
Dalam pemeriksaan Khairul Umam, Yusak sempat menanyakan ke Jaksa mengenai total kerugian Negara, namun Jaksa mengatakan bahwa total kerugian keuangan Negara itu belum ada.
“Pada saat mendampingi pemeriksaan Khairul Umam, pertanyaan saya kepada penyidik Kejaksaan, pak minta maaf, ini kerugian keuangan negaranya berapa? Karena sepanjang pemeriksaan dari A sampai Z, saya tidak pernah mendengarkan ada pernyataan dari penyidik kepada Khairul Umam mengenai kerugian keuangan negara yang disalahgunakan. Begitupun pemeriksaan pada Alberth Ouwpoly, sama sekali pertanyaan itu tidak ada,” katanya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/06/banjir-sejumlah-akses-jalan-di-alor-terputus-pupr-provinsi-ntt-pastikan-bangun-jembatan-pailelang/
“Lalu, kalau bukti kerugian keuangan negara dalam pemeriksaan awal tetapkan orang korupsi ko kerugian keuangan negara tidak ada. Walaupun secara hukum itu kewenangan penyidik untuk menetapkan siapa saja menjadi tersangka, ya silahkan tetapi tidak sewenang-wenang dan alat buktinya harus ada kerugian keuangan negara,” lanjut Yusak.
“Ini menurut kami ada tindakan sewenang-wenang dari Jaksa. Kita harus bisa bedakan tindak pidana korupsi dan tindak pidana umum. Korupsi itu kan alat bukti ya harus ada kerugian keuangan negara. Orang awam hukum saja tahu itu,” tutur dia.
Mengenai apakah kerugian negara yang ia maksudkan tersebut harus ada hasil audit BPK atau IRDA? Yusak mengatakan:
“Nah justru itu makanya saya mempertanyakan itu kepada penyidik pada saat pemeriksaan awal Khairul Umam. Saya tanya berapa kerugian keuangan Negara, Jaksa jawabnya itu katanya belum ada.”
Yusak sempat terkejut dengan jawaban Jaksa dan bergumam, semoga alat bukti kerugian Negara ini memang sudah ada namun Jaksa yang belum ingin sampaikan itu padanya, ataukah memang alat buktinya belum ada dan/atau masih dicari-cari. Dia katakan, kalau memang alat buktinya sudah ada, seharusnya penyidik tanyakan itu kepada tersangka.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/05/kronologi-kasus-dugaan-pemerkosaan-anak-di-ntt-yang-berakhir-denda-rp-75-juta/
“Di situlah letak suatu kejanggalan bagi kami sehingga praperadilan ini adalah suatu upaya hukum dari tersangka melalui kuasa hukumnya. Dan (klien) kami merasa bahwa ada tindakan sewenang-wenang dan ada suatu mekanisme hukum secara formal yang salah diterapkan,” terang dia.
Di sisi lain, Yusak pun kesal pada penyidik kejaksaan yang tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada kliennya seputar kerugian keuangan Negara sebagai akibat perbuatannya.
Ia mengatakan seharusnya pertanyaan seputar kerugian Negara harus ditanyakan kepada kliennya dalam pemeriksan di BAP.
“Pertanyaan seputar itu harusnya dilontarkan pada tersangka ini sehingga tersangka tahu bahwa oh saya ditetapkan jadi tersangka karena diduga melakukan penyelewengan dana sebesar sekian Miliar. Nah ini tidak ada (pertanyaan) total nilai kerugian keuangan negaranya,” ujarnya.
Menurutnya, pertanyaan Jaksa tersebut penting sehingga kliennya bisa mengetahui dalam mengelola anggaran DAK Rp 27 Miliar ini berapa yang menyimpang.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/05/astaga-kasus-dugaan-pemerkosa-anak-usia-15-tahun-di-ntt-ini-berakhir-damai-dan-denda-rp-75-juta/
Atau DAK 27 Miliar ini ternyata penyidik kejaksaan menemukan ada penyimpangan sekian puluh Miliar, atau pertanyaan, bagaimana mekanisme sehingga terjadi penyimpangan.
“Nah, pertanyaan-pertanyaan seputar itu harusnya ada yang menjurus kepada Alberth Ouwpoly melakukan penyimpangan. Ini kan tidak ada pertanyaan seperti itu sehingga bagi kami secara prosedurnya ada tindakan sewenang-wenang dan prosedurnya di luar ketentuan hukum,” ungkapnya.
Terhadap semua kejanggalan tersebut maka yang berhak menguji sah atau tidaknya prosedur penetapan tersangka dan penahanan Alberth Ouwpoly ini adalah hakim tunggal PN Kalabahi. Oleh sebab itu pihaknya menggunakan hak hukumnya mendaftar praperadilan di PN Kalabahi.
“Pra ini kan bukan kita penasehat hukum atau Jaksa yang memutuskan tetapi nanti Hakim tunggal yang nanti akan memutuskan perkara ini, apakah semuanya sudah sesuai prosedur hukum atau tidak,” katanya.
Sebab dalam sidang praperadilan nanti, Hakim akan menguji prosedur penetapan dan penahanan tersangka Alberth Ouwpoly berdasarkan ketentuan KUHAP.
Yusak menerangkan, pengujian tersebut Hakim akan menilai bahwa Jaksa dalam penerapan pasal 2 dan 3 UU Tipikor terhadap kliennya, apakah sudah sesuai prosedur dan memiliki dua alat bukti sesuai syarat yang diatur dalam pasal 184 KUHAP atau tidak.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/17/tetapkan-kadis-pendidikan-alor-tersangka-kasus-dak-2019-jaksa-bidik-bendahara-kas-umum-daerah/
Sebab Pasal 184 mengatur alat bukti antara lain, keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Alat bukti – alat bukti tersebut kata Yusak, harus diperoleh penyidik menjadi dasar untuk menetapkan seseorang jadi tersangka.
“Nah, alat bukti – alat bukti yang diperoleh Jaksa dalam penetapan tersangka Alberth Ouwpoly ini akan diuji di persidangan praperadilan. Di situ akan jelas alasan Jaksa apa sehingga dia melakukan penetapan tersangka dan penahanan. Sementara bagi kami dua alat bukti ini tidak ada. Satu alat bukti saja ya tidak mungkin,” terang Yusak.
“Bagi kami orang hukum ini, dua alat bukti yang cukup ini masih bisa dianalisa panjang, apakah dua alat bukti yang cukup ini hanya sekedar melihat jumlahnya saja, kan tidak,” ujarnya.
“Pertanyaannya, andaikan dua alat bukti ini satu tidak ada hubungannya dengan Alberth Ouwpoly bagiamana? Maka itu Hakim praperadilan akan menguji dua alat bukti itu apakah ada korelasinya dengan penetapan dan penahanan Alberth Ouwpoly atau tidak. Ini akan diuji nanti oleh Hakim. Ya kita lihat saja,” lanjut dia.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/03/demonstran-sebut-penetapan-tersangka-alberth-ouwpoly-sarat-politik/
Yusak dan timnya juga sudah menduga bahwa jawaban Jaksa akan menjawab penetapan tersangka Alberth Ouwpoly ini sudah mengantongi dua alat bukti yang cukup. Namun itu pun dipertanyakan Yusak, apakah dua alat bukti tersebut ada keterkaitan dengan peran kliennya atau tidak.
Sementara itu ditanya mengenai kalau misalnya alat bukti kerugian negara masih dalam perhitungan, apakah sah untuk dijadikan dasar penetapan tersangka?
Yusak mengatakan: “Memang itu tidak sah. Saya harus tekankan sekali lagi bahwa dalam penyidikan perkara tindak pidana korupsi, bukti yang paling dominan itu adalah adanya kerugian keuangan negara.”
“Sampai hari ini Alberth Ouwpoly baru diperiksa satu kali, belum ada pemeriksaan tambahan. Sehingga katakanlah dalam pra ini Jaksa akan mengatakan, ada kerugian keuangan Negara maka itu kerugian keuangan Negara yang mana? Karena kita sama-sama punya dasar BAP yang pertama. BAP pertama ini yang kita ajukan di praperadilan ini,” sambung Yusak.
Disinggung juga mengenai, kalau misalnya kerugian keuangan negara ini berdasarkan hasil penyidikan dan perhitungan Jaksa, apakah bisa dijadikan dasar alat bukti penetapan tersangka?
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/04/unjuk-rasa-di-kejaksaan-alor-demonstran-tuding-jaksa-muka-busuk-semua/
Yusak menjelaskan: “Boleh saja. Artinya Jaksa diberi kewenangan oleh Undang-undang sehingga dia punya kewenangan untuk melakukan suatu tindakan hukum, suatu penyidikan untuk mengungkapkan suatu kasus.”
“Jadi apakah pemeriksaan pertama atau pemeriksaan selanjutnya, dia akan mencari tahu bukti untuk mengungkap terangnya suatu kasus tindak pidana,” katanya.
“Jadi boleh-boleh saja Jaksa punya perhitungan kerugian keuangan negara, asalkan jumlah perhitungannya harus secara pasti,” tambah Yusak.
Selain itu, Yusak mengatakan, kalau misalnya kerugian Negara yang ditemukan versi Jaksa itu totalnya ada Rp 10 Miliar dari total DAK Rp 27 Miliar, maka bagi dia selaku penasehat hukum berpendapat bahwa itu juga belum tentu sebesar itu dan masih bisa diperdebatkan.
“Makanya semua ini akan diuji di persidangan praperadilan nanti, apakah alat-alat bukti semuanya itu memenuhi syarat formal atau tidak. Kalau tidak ya tersangka Alberth Ouwpoly harus dibebaskan demi hukum. Kalau memenuhi unsur maka tentu tindakan-tindakan hukumnya masuk dan Alberth Ouwpoly tetap akan ditahan dan dilanjutkan ke sidang pemeriksaan pokok perkara atau perkara pokok,” ujarnya.
Yusak Tausbele setuju bahwa pemberantasan korupsi di Alor ini harus diberangus, akan tetapi dalam penegakan hukum, penegak hukum jangan terkesan sewenang-wenang karena Jaksa juga bekerja di dalam koridor undang-undang.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/16/mantan-bupati-alor-teddy-soetedjo-tutup-usia/
Maka itu kata Yusak, ketentuan hukum menghendaki dalam penyidikan harus mengedepankan asas hak asasi manusia karena tersangka juga mempunyai hak hukum soal itu.
Pengacara Alberth Ouwpoly optimis akan menang praperadilan karena mereka meyakini Jaksa belum menemukan dua alat bukti yang cukup, terutama alat bukti tentang adanya total kerugian keuangan negara secara pasti dari DAK 2019 senilai Rp 27 Miliar.
Yusak juga menyatakan bahwa praperadilan ini merupakan hak daripada tersangka yang merasa bahwa tindakan Jaksa ini seolah-olah ada sewenang-wenang dalam penetapan dan penahanan tersangka. Ia pun akan menghormati apapun putusan Hakim.
“Jadi untuk membuktikan dan menguji semuanya itu ya prosesnya ada di praperadilan. Ini hak hukum tersangka yang diatur dalam ketentuan hukum kita,” pungkas Yusak.
“Apapun putusan Hakim ya kita akan menghormati sepenuhnya karena gugatan praperadilan ini tidak ada upaya hukumnya (banding/kasasi). Kalau permohonan ini ditolak Hakim maka tersangka akan tetap dilakukan penahanan dan dilanjutkan ke sidang pokok perkara. Kita sudah siap (membela) kalau lanjut ke sidang pokok perkara,” kata Yusak optimis sambil tidak ingin membeberkan materi pembelaannya.
Yusak juga membantah anggapan publik bahwa praperadilan ini seolah-olah bentuk perlawanan Alberth Ouwpoly terhadap Jaksa.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/13/kapolres-alor-ajak-warga-vaksin-di-lapangan-mini-kalabahi-kota/
Sebagian publik masih beranggapan bahwa perlawanan hukum ini akan membuat Jaksa marah dan menuntut Alberth Ouwpoly dengan hukuman yang berat, Yusak lagi-lagi membantah.
“Oh tidak. Kami yakin bahwa Jaksa juga sangat professional, menghormati dan menghargai upaya-upaya hukum yang dilakukan tersangka untuk membela dirinya. Dan kita juga menghormati Jaksa karena ruang hak-hak hukum tersangka ini diberikan sepenuhnya sesuai perintah undang-undang dan KUHAP. Jadi tidak ada bentuk perlawanan kami atau tersangka terhadap Jaksa di situ,” katanya.
“Kalau Pak Alberth melawan Jaksa berarti kemarin dia bisa saja tidak menghargai proses hukum, dia bisa saja melarikan diri, tidak memenuhi panggilan Jaksa, menghilangkan barang bukti dan sebagainya. Tapi faktanya tidak, Pak Abe sangat kooperatif, proaktif, jentelmen dan menghormati semua proses hukumnya. Jadi kalau ada pihak yang beranggapan seperti itu ya bagi kami itu keliru,” Yusak membantah.
Ia menyatakan, kalau Jaksa memiliki cara pandang bahwa praperadilan ini suatu bentuk perlawanan hukum maka itu keliru karena Jaksa juga bekerja dalam koridor undang-undang.
“Memang ada Jaksa yang punya anggapan seperti itu, tetapi Jaksa juga kinerjanya diatur oleh undang-undang dan pengawasannya pun diatur dalam KUHAP dan undang-undang,” jelasnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/13/gelar-monev-partai-prima-ntt-siap-hadapi-pemilu-2024/
“Tersangka juga memiliki hak hukum untuk membela dirinya termasuk melalui pra ini. Itu juga diatur dalam undang-undang dan KUHAP. Jadi kalau ada anggapan bahwa ini nanti tuntutan Jaksa akan berat, saya kira tidak juga. Itu pemahaman yang keliru dan saya yakin Jaksa di Alor bekerja sangat professional dan tidak ada ‘pesanan tertentu dari siapapun’,” katanya.
Yusak bersyukur dengan adanya praperadilan ini selain PH akan adu ‘uraf saraf’ dengan Jaksa di sidang nanti, praperadilan ini juga menjadi ajang saling belajar. “Mungkin ada hal-hal yang kita tidak tahu ya kita belajar dari Jaksa, begitupun sebaliknya,” pungkas dia.
Mengintip Petitum yang terdaftar di SIPP Pengadilan, Albert Ouwpoly meminta hakim tunggal PN Kalabahi mengabulkan gugatanya, sebagai berikut:
-
Mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya;
-
Menyatakan hukum bahwa penetapan pemohon (Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd.,M.Si) sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor: PRINT- 4/N.3.21/Fd.1/11/2021, tanggal 2 November 2021; jo Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor: PRINT- 5/N.3.21/Fd.1/12/2021, tanggal 16 Desember 2021; jo Surat Penetapan Tersangka Nomor: PRINT-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 atas nama Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd.,M.Si adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karenanya tidak memiki kekuatan hukum yang mengikat;
-
Menyatakan hukum bahwa segala hasil penyidikan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon terkait dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam kegiatan pembangunan perpustakaan sekolah, kegiatan rehabilitasi sedang berat perpustakaan sekolah, kegiatan pembangunan laboratorium dan ruang praktikum sekolah dan kegiatan pengadaan meubelair sekolah pada Dinas Pendidikan Alor Tahun Anggaran 2019 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;
-
Menyatakan hukum bahwa Surat Penetapan Tersangka Nomor: PRINT-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 atas nama Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd.,M.Si yang diterbitkan oleh Termohon adalah tidak sah dan batal atau dibatalkan demi hukum;
-
Menyatakan hukum bahwa Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 atas nama Pemohon (Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd.,M.Si) yang diterbitkan oleh Termohon adalah tidak sah dan batal atau dibatalkan demi hukum;
-
Memerintahkan kepada Termohon untuk segera mengeluarkan Pemohon dari tahanan pada Lembaga Pemasyarakatan Mola Kalabahi;
-
Menyatakan tidak sah segala putusan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka dan penahanan terhadap diri Pemohon dan yang sifatnya merugikan Pemohon;
-
Membebankan biaya perkara yang timbul kepada Negara. Atau mohon putusan yang seadil-adilnya.