Tentang Praperadilan Alberth Ouwpoly dan Potensi TSK Baru di Kasus Korupsi DAK 2019

Ilustrasi Palu Hakim
Ilustrasi Palu Hakim
Kalabahi –
Kejaksaan Negeri Alor, Nusa Tenggara Timur, menetapkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor (sekarang nonaktif sementara) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Swakelola Tahun Anggaran 2019.
Selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Alberth Ouwpoly ditetapkan tersangka karena diduga menyalahgunakan wewenangnya dalam kebijakan anggaran DAK Swakelola T.A 2019 senilai Rp 27 Miliar.
Ia juga dituduh Jaksa melakukan tindak pidana korupsi karena diduga berperan mengatur proyek-proyek DAK 2019 dan menerima ‘fee’ proyek senilai 5-10% dari penyedia.
Selain Alberth, penyidik kejaksaan juga menetapkan PPK DAK 2019 Khairul Umam sebagai tersangka. Keduanya langsung ditahan di Lapas Kelas IIB Mola, Kalabahi untuk kepentingan penyidikan.
Kepala Kejaksaan Negeri Alor Samsul Arif, SH.,MH menjelaskan, perbuatan Alberth N. Ouwpoly dan Khairul Umam tersebut menyebabkan kerugian keuangan Negara. Namun demikian, Samsul belum bisa membeberkan total kerugian Negara secara pasti dari akibat korupsi.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/06/tangani-maraknya-masalah-pertanahan-polres-alor-pererat-sinergitas-aph-dan-bpn/
Merasa janggal dengan penetapan dan penahanannya, Alberth N. Ouwpoly mengajukan permohonan praperadilan melawan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Samsul Arif di Pengadilan Negeri Kalabahi.
Yusak Tausbela, SH.,M.Hum selaku salah satu tim Penasehat Hukum Alberth Ouwpoly mengatakan, pihaknya sudah mendaftarkan gugatan perkara praperadilan kliennya itu di Pengadilan Negeri Kalabahi pada Jumat 7 Januari 2022.
“Gugatan praperadilan kita sudah ajukan kemarin hari Jumat tanggal 7 Januari di PN Kalabahi. Jadwalnya dari pengadilan tetapkan sidang nanti di hari Jumat tanggal 21 Januari 2022,” kata Yusak, Selasa (11/1/2021) di Kalabahi.
Tim kuasa hukum Alberth N. Ouwpoly yang akan menangani perkara ini antara lain; Loresn Mega Man, SH selaku Ketua Tim. Anggotanya; Yusak Tausbele, SH, M.Hum dan Mario Aprio A. Lawung, SH, MH.
Yusak mengatakan pihaknya sudah mendaftar guggatan praperadilan kliennya di PN Kalabahi pada Jumat, namun dia sedikit kesal karena PN mengulur waktu sidangnya di tanggal 21 Januari 2022.
“Memang saya tidak protes tetapi sesungguhnya harus cepat karena ini pra, bukan pemeriksaan pokok perkara,” ujarnya.
Menurut Yusak, dalam petitum, kliennya meminta PN Kalabahi mengabulkan seluruh gugatannya dan memerintahkan Kejaksaan menyatakan status tersangka dalam perkara dugaan korupsi DAK Swakelola Pendidikan T.A 2019, tidak sah.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/06/hut-psi-7-dpd-psi-alor-bagi-nasi-kotak-pada-masyarakat/
Yusak menjelaskan, praperadilan ini secara formal akan menguji mengenai prosedur penetapan tersangka dan penahanan kliennya Alberth N. Ouwpoly yang dilakukan Penyidik Kejaksaan Negeri Alor pada tanggal 16 Desember 2021.
“Artinya menurut kami bahwa penetapan Alberth Ouwpoly jadi tersangka dan langsung dilakukan penahanan itu memang sesungguhnya itu kewenangan penyidik, tetapi tidak serta merta karena bagi kami terlalu dini, terlalu cepat,” ungkapnya.
Yusak mengemukakan bahwa, pihaknya menilai ada kejanggalan dalam prosedur penetapan dan penahanan kliennya karena dari proses pemeriksaan sebagai saksi, kemudian penetapan tersangka dan langsung dilakukan penahanan, semunya dilakukan dalam tenggang waktu sehari.
PH Yusak mengungkapkan, hal yang menurut timnya ada kejanggalan yaitu soal pada alat bukti dalam penetapan dan penahanan Alberth Ouwpoly.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/06/polisi-bekuk-pelaku-pemerkosa-siswi-15-tahun-di-kabupaten-kupang-ntt/
Menurut Yusak, kejanggalan yang dia duga dilakukan Penyidik Kejaksaan Negeri Alor, yaitu belum adanya alat bukti total kerugian keuangan negara dari akibat korupsi.
Karena alat bukti perhitungan kerugian keuangan negara menjadi bukti permulaan yang paling hakiki dalam penetapan seseorang menjadi tersangka tindak pidana korupsi.
“Di dalam pemeriksaan Alberth Ouwpoly sebagai KPA DAK 2019 dan PPK Khairul Umam, sampai hari ini penyidik kejaksaan belum mengemukakan suatu kerugian keuangan negara dari total DAK 2019 senilai Rp 27 Miliar,” ujar Yusak.
PH senior itu meyakini, Jaksa belum mengantongi alat bukti perhitungan kerugian Negara secara pasti yang timbul akibat perbuatan kliennya. Itu terungkap sejak awal ia mendampingi tersangka PPK Khairul Umam dalam pemeriksaan BAP di Kejaksaan.
Dalam pemeriksaan Khairul Umam, Yusak sempat menanyakan ke Jaksa mengenai total kerugian Negara, namun Jaksa mengatakan bahwa total kerugian keuangan Negara itu belum ada.
“Pada saat mendampingi pemeriksaan Khairul Umam, pertanyaan saya kepada penyidik Kejaksaan, pak minta maaf, ini kerugian keuangan negaranya berapa? Karena sepanjang pemeriksaan dari A sampai Z, saya tidak pernah mendengarkan ada pernyataan dari penyidik kepada Khairul Umam mengenai kerugian keuangan negara yang disalahgunakan. Begitupun pemeriksaan pada Alberth Ouwpoly, sama sekali pertanyaan itu tidak ada,” katanya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/06/banjir-sejumlah-akses-jalan-di-alor-terputus-pupr-provinsi-ntt-pastikan-bangun-jembatan-pailelang/
“Lalu, kalau bukti kerugian keuangan negara dalam pemeriksaan awal tetapkan orang korupsi ko kerugian keuangan negara tidak ada. Walaupun secara hukum itu kewenangan penyidik untuk menetapkan siapa saja menjadi tersangka, ya silahkan tetapi tidak sewenang-wenang dan alat buktinya harus ada kerugian keuangan negara,” lanjut Yusak.
“Ini menurut kami ada tindakan sewenang-wenang dari Jaksa. Kita harus bisa bedakan tindak pidana korupsi dan tindak pidana umum. Korupsi itu kan alat bukti ya harus ada kerugian keuangan negara. Orang awam hukum saja tahu itu,” tutur dia.
Mengenai apakah kerugian negara yang ia maksudkan tersebut harus ada hasil audit BPK atau IRDA? Yusak mengatakan:
“Nah justru itu makanya saya mempertanyakan itu kepada penyidik pada saat pemeriksaan awal Khairul Umam. Saya tanya berapa kerugian keuangan Negara, Jaksa jawabnya itu katanya belum ada.”
Yusak sempat terkejut dengan jawaban Jaksa dan bergumam, semoga alat bukti kerugian Negara ini memang sudah ada namun Jaksa yang belum ingin sampaikan itu padanya, ataukah memang alat buktinya belum ada dan/atau masih dicari-cari. Dia katakan, kalau memang alat buktinya sudah ada, seharusnya penyidik tanyakan itu kepada tersangka.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/05/kronologi-kasus-dugaan-pemerkosaan-anak-di-ntt-yang-berakhir-denda-rp-75-juta/
“Di situlah letak suatu kejanggalan bagi kami sehingga praperadilan ini adalah suatu upaya hukum dari tersangka melalui kuasa hukumnya. Dan (klien) kami merasa bahwa ada tindakan sewenang-wenang dan ada suatu mekanisme hukum secara formal yang salah diterapkan,” terang dia.
Di sisi lain, Yusak pun kesal pada penyidik kejaksaan yang tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada kliennya seputar kerugian keuangan Negara sebagai akibat perbuatannya.
Ia mengatakan seharusnya pertanyaan seputar kerugian Negara harus ditanyakan kepada kliennya dalam pemeriksan di BAP.
“Pertanyaan seputar itu harusnya dilontarkan pada tersangka ini sehingga tersangka tahu bahwa oh saya ditetapkan jadi tersangka karena diduga melakukan penyelewengan dana sebesar sekian Miliar. Nah ini tidak ada (pertanyaan) total nilai kerugian keuangan negaranya,” ujarnya.
Menurutnya, pertanyaan Jaksa tersebut penting sehingga kliennya bisa mengetahui dalam mengelola anggaran DAK Rp 27 Miliar ini berapa yang menyimpang.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/05/astaga-kasus-dugaan-pemerkosa-anak-usia-15-tahun-di-ntt-ini-berakhir-damai-dan-denda-rp-75-juta/
Atau DAK 27 Miliar ini ternyata penyidik kejaksaan menemukan ada penyimpangan sekian puluh Miliar, atau pertanyaan, bagaimana mekanisme sehingga terjadi penyimpangan.
“Nah, pertanyaan-pertanyaan seputar itu harusnya ada yang menjurus kepada Alberth Ouwpoly melakukan penyimpangan. Ini kan tidak ada pertanyaan seperti itu sehingga bagi kami secara prosedurnya ada tindakan sewenang-wenang dan prosedurnya di luar ketentuan hukum,” ungkapnya.
Terhadap semua kejanggalan tersebut maka yang berhak menguji sah atau tidaknya prosedur penetapan tersangka dan penahanan Alberth Ouwpoly ini adalah hakim tunggal PN Kalabahi. Oleh sebab itu pihaknya menggunakan hak hukumnya mendaftar praperadilan di PN Kalabahi.
“Pra ini kan bukan kita penasehat hukum atau Jaksa yang memutuskan tetapi nanti Hakim tunggal yang nanti akan memutuskan perkara ini, apakah semuanya sudah sesuai prosedur hukum atau tidak,” katanya.
Sebab dalam sidang praperadilan nanti, Hakim akan menguji prosedur penetapan dan penahanan tersangka Alberth Ouwpoly berdasarkan ketentuan KUHAP.
Yusak menerangkan, pengujian tersebut Hakim akan menilai bahwa Jaksa dalam penerapan pasal 2 dan 3 UU Tipikor terhadap kliennya, apakah sudah sesuai prosedur dan memiliki dua alat bukti sesuai syarat yang diatur dalam pasal 184 KUHAP atau tidak.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/17/tetapkan-kadis-pendidikan-alor-tersangka-kasus-dak-2019-jaksa-bidik-bendahara-kas-umum-daerah/
Yusak Tausbele, SH.,M.Hum, Penasehat Hukum Alberth N. Ouwpoly.
Yusak Tausbele, SH.,M.Hum, Penasehat Hukum Alberth N. Ouwpoly.
Sebab Pasal 184 mengatur alat bukti antara lain, keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Alat bukti – alat bukti tersebut kata Yusak, harus diperoleh penyidik menjadi dasar untuk menetapkan seseorang jadi tersangka.
“Nah, alat bukti – alat bukti yang diperoleh Jaksa dalam penetapan tersangka Alberth Ouwpoly ini akan diuji di persidangan praperadilan. Di situ akan jelas alasan Jaksa apa sehingga dia melakukan penetapan tersangka dan penahanan. Sementara bagi kami dua alat bukti ini tidak ada. Satu alat bukti saja ya tidak mungkin,” terang Yusak.
“Bagi kami orang hukum ini, dua alat bukti yang cukup ini masih bisa dianalisa panjang, apakah dua alat bukti yang cukup ini hanya sekedar melihat jumlahnya saja, kan tidak,” ujarnya.
“Pertanyaannya, andaikan dua alat bukti ini satu tidak ada hubungannya dengan Alberth Ouwpoly bagiamana? Maka itu Hakim praperadilan akan menguji dua alat bukti itu apakah ada korelasinya dengan penetapan dan penahanan Alberth Ouwpoly atau tidak. Ini akan diuji nanti oleh Hakim. Ya kita lihat saja,” lanjut dia.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/03/demonstran-sebut-penetapan-tersangka-alberth-ouwpoly-sarat-politik/
Yusak dan timnya juga sudah menduga bahwa jawaban Jaksa akan menjawab penetapan tersangka Alberth Ouwpoly ini sudah mengantongi dua alat bukti yang cukup. Namun itu pun dipertanyakan Yusak, apakah dua alat bukti tersebut ada keterkaitan dengan peran kliennya atau tidak.
Sementara itu ditanya mengenai kalau misalnya alat bukti kerugian negara masih dalam perhitungan, apakah sah untuk dijadikan dasar penetapan tersangka?
Yusak mengatakan: “Memang itu tidak sah. Saya harus tekankan sekali lagi bahwa dalam penyidikan perkara tindak pidana korupsi, bukti yang paling dominan itu adalah adanya kerugian keuangan negara.”
“Sampai hari ini Alberth Ouwpoly baru diperiksa satu kali, belum ada pemeriksaan tambahan. Sehingga katakanlah dalam pra ini Jaksa akan mengatakan, ada kerugian keuangan Negara maka itu kerugian keuangan Negara yang mana? Karena kita sama-sama punya dasar BAP yang pertama. BAP pertama ini yang kita ajukan di praperadilan ini,” sambung Yusak.
Disinggung juga mengenai, kalau misalnya kerugian keuangan negara ini berdasarkan hasil penyidikan dan perhitungan Jaksa, apakah bisa dijadikan dasar alat bukti penetapan tersangka?
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2022/01/04/unjuk-rasa-di-kejaksaan-alor-demonstran-tuding-jaksa-muka-busuk-semua/
Yusak menjelaskan: “Boleh saja. Artinya Jaksa diberi kewenangan oleh Undang-undang sehingga dia punya kewenangan untuk melakukan suatu tindakan hukum, suatu penyidikan untuk mengungkapkan suatu kasus.”
“Jadi apakah pemeriksaan pertama atau pemeriksaan selanjutnya, dia akan mencari tahu bukti untuk mengungkap terangnya suatu kasus tindak pidana,” katanya.
“Jadi boleh-boleh saja Jaksa punya perhitungan kerugian keuangan negara, asalkan jumlah perhitungannya harus secara pasti,” tambah Yusak.
Selain itu, Yusak mengatakan, kalau misalnya kerugian Negara yang ditemukan versi Jaksa itu totalnya ada Rp 10 Miliar dari total DAK Rp 27 Miliar, maka bagi dia selaku penasehat hukum berpendapat bahwa itu juga belum tentu sebesar itu dan masih bisa diperdebatkan.
“Makanya semua ini akan diuji di persidangan praperadilan nanti, apakah alat-alat bukti semuanya itu memenuhi syarat formal atau tidak. Kalau tidak ya tersangka Alberth Ouwpoly harus dibebaskan demi hukum. Kalau memenuhi unsur maka tentu tindakan-tindakan hukumnya masuk dan Alberth Ouwpoly tetap akan ditahan dan dilanjutkan ke sidang pemeriksaan pokok perkara atau perkara pokok,” ujarnya.
Yusak Tausbele setuju bahwa pemberantasan korupsi di Alor ini harus diberangus, akan tetapi dalam penegakan hukum, penegak hukum jangan terkesan sewenang-wenang karena Jaksa juga bekerja di dalam koridor undang-undang.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/16/mantan-bupati-alor-teddy-soetedjo-tutup-usia/
Maka itu kata Yusak, ketentuan hukum menghendaki dalam penyidikan harus mengedepankan asas hak asasi manusia karena tersangka juga mempunyai hak hukum soal itu.
Pengacara Alberth Ouwpoly optimis akan menang praperadilan karena mereka meyakini Jaksa belum menemukan dua alat bukti yang cukup, terutama alat bukti tentang adanya total kerugian keuangan negara secara pasti dari DAK 2019 senilai Rp 27 Miliar.
Yusak juga menyatakan bahwa praperadilan ini merupakan hak daripada tersangka yang merasa bahwa tindakan Jaksa ini seolah-olah ada sewenang-wenang dalam penetapan dan penahanan tersangka. Ia pun akan menghormati apapun putusan Hakim.
“Jadi untuk membuktikan dan menguji semuanya itu ya prosesnya ada di praperadilan. Ini hak hukum tersangka yang diatur dalam ketentuan hukum kita,” pungkas Yusak.
“Apapun putusan Hakim ya kita akan menghormati sepenuhnya karena gugatan praperadilan ini tidak ada upaya hukumnya (banding/kasasi). Kalau permohonan ini ditolak Hakim maka tersangka akan tetap dilakukan penahanan dan dilanjutkan ke sidang pokok perkara. Kita sudah siap (membela) kalau lanjut ke sidang pokok perkara,” kata Yusak optimis sambil tidak ingin membeberkan materi pembelaannya.
Yusak juga membantah anggapan publik bahwa praperadilan ini seolah-olah bentuk perlawanan Alberth Ouwpoly terhadap Jaksa.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/13/kapolres-alor-ajak-warga-vaksin-di-lapangan-mini-kalabahi-kota/
Sebagian publik masih beranggapan bahwa perlawanan hukum ini akan membuat Jaksa marah dan menuntut Alberth Ouwpoly dengan hukuman yang berat, Yusak lagi-lagi membantah.
“Oh tidak. Kami yakin bahwa Jaksa juga sangat professional, menghormati dan menghargai upaya-upaya hukum yang dilakukan tersangka untuk membela dirinya. Dan kita juga menghormati Jaksa karena ruang hak-hak hukum tersangka ini diberikan sepenuhnya sesuai perintah undang-undang dan KUHAP. Jadi tidak ada bentuk perlawanan kami atau tersangka terhadap Jaksa di situ,” katanya.
“Kalau Pak Alberth melawan Jaksa berarti kemarin dia bisa saja tidak menghargai proses hukum, dia bisa saja melarikan diri, tidak memenuhi panggilan Jaksa, menghilangkan barang bukti dan sebagainya. Tapi faktanya tidak, Pak Abe sangat kooperatif, proaktif, jentelmen dan menghormati semua proses hukumnya. Jadi kalau ada pihak yang beranggapan seperti itu ya bagi kami itu keliru,” Yusak membantah.
Ia menyatakan, kalau Jaksa memiliki cara pandang bahwa praperadilan ini suatu bentuk perlawanan hukum maka itu keliru karena Jaksa juga bekerja dalam koridor undang-undang.
“Memang ada Jaksa yang punya anggapan seperti itu, tetapi Jaksa juga kinerjanya diatur oleh undang-undang dan pengawasannya pun diatur dalam KUHAP dan undang-undang,” jelasnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/13/gelar-monev-partai-prima-ntt-siap-hadapi-pemilu-2024/
“Tersangka juga memiliki hak hukum untuk membela dirinya termasuk melalui pra ini. Itu juga diatur dalam undang-undang dan KUHAP. Jadi kalau ada anggapan bahwa ini nanti tuntutan Jaksa akan berat, saya kira tidak juga. Itu pemahaman yang keliru dan saya yakin Jaksa di Alor bekerja sangat professional dan tidak ada ‘pesanan tertentu dari siapapun’,” katanya.
Yusak bersyukur dengan adanya praperadilan ini selain PH akan adu ‘uraf saraf’ dengan Jaksa di sidang nanti, praperadilan ini juga menjadi ajang saling belajar. “Mungkin ada hal-hal yang kita tidak tahu ya kita belajar dari Jaksa, begitupun sebaliknya,” pungkas dia.
Mengintip Petitum yang terdaftar di SIPP Pengadilan, Albert Ouwpoly meminta hakim tunggal PN Kalabahi mengabulkan gugatanya, sebagai berikut:
  1. Mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan hukum bahwa penetapan pemohon (Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd.,M.Si) sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor: PRINT- 4/N.3.21/Fd.1/11/2021, tanggal 2 November 2021; jo Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor: PRINT- 5/N.3.21/Fd.1/12/2021, tanggal 16 Desember 2021; jo Surat Penetapan Tersangka Nomor: PRINT-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 atas nama Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd.,M.Si adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karenanya tidak memiki kekuatan hukum yang mengikat;
  3. Menyatakan hukum bahwa segala hasil penyidikan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon terkait dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam kegiatan pembangunan perpustakaan sekolah, kegiatan rehabilitasi sedang berat perpustakaan sekolah, kegiatan pembangunan laboratorium dan ruang praktikum sekolah dan kegiatan pengadaan meubelair sekolah pada Dinas Pendidikan Alor Tahun Anggaran 2019 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;
  4. Menyatakan hukum bahwa Surat Penetapan Tersangka Nomor: PRINT-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 atas nama Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd.,M.Si yang diterbitkan oleh Termohon adalah tidak sah dan batal atau dibatalkan demi hukum;
  5. Menyatakan hukum bahwa Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 atas nama Pemohon (Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd.,M.Si) yang diterbitkan oleh Termohon adalah tidak sah dan batal atau dibatalkan demi hukum;
  6. Memerintahkan kepada Termohon untuk segera mengeluarkan Pemohon dari tahanan pada Lembaga Pemasyarakatan Mola Kalabahi;
  7. Menyatakan tidak sah segala putusan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka dan penahanan terhadap diri Pemohon dan yang sifatnya merugikan Pemohon;
  8. Membebankan biaya perkara yang timbul kepada Negara. Atau mohon putusan yang seadil-adilnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/13/opini-jalan-panjang-hambat-kelamin/
Jaksa Siap Hadapi Praperadilan
De Indra, Kasie Intel Kejaksan Negeri Alor.
De Indra, Kasie Intel Kejaksan Negeri Alor.
Kejaksaan Negeri Alor memastikan akan siap menghadari sidang praperadilan yang diajukan pemohon Alberth N. Ouwpoly di PN Kalabahi. Jadwal dan materi sidang praperadilan sudah diterima Jaksa baru-baru ini dari PN Kalabahi.
Demikian dikatakan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Samsul Arif, SH.,MH melalui Kasie Intet De Indra dan Kasie Barang Bukti Haris Risky.
Jaksa mengatakan, tim penyidik Kejaksaan Negeri Alor sudah siap dan tak gentar menghadapi sidang praperadilan yang dijadwalkan akan digelar pada tanggal 21 Januari 2022 di PN Kalabahi.
“Rilis praperadilan sudah kita dapat, kemudian jadwalnya, juga materinya semuanya sudah kita dapat (dari pengadilan). Pada prinsipnya kita uda siap ko semuanya. Sidangnya tanggal 21 Januari ini. Kita pasti hadir. Tak gentar kita,” kata Kasie Intel De Indra, Selasa (11/1/2022) di kantornya, Jl. L. Pangeran Diponegoro No.58, Kalabahi Kota.
“Sidangnya kita tunggu dari pengadilan karena itu kewenangannya. Kita pengennya lebih cepat lebih baik sih. Hanya itu wewenang sidang sepenuhnya di pengadilan, kita gak boleh mencampuri (urusan di pengadilan),” lanjut De Indra sambil tersenyum menyantap kopi yang ada di meja kerjanya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/13/opini-pemerkosa-santriwati-mestinya-jadi-si-kasim/
Jaksa yang dikenal cukup cerdas dan bernyali tinggi itu menjelaskan, tim kejaksaan juga sudah menyiapkan materi dan alat bukti yang akan disampaikan dalam gugatan melawan penasehat hukum Alberth Ouwpoly di PN Kalabahi.
“Untuk materinya ma kita uda siap. Sebelum penetapan tersangka saja kita uda siap (hadapi bila ada praperadilan), dengan alat bukti. Jangankan dua alat bukti, kita uda punya tiga alat bukti, lebih malah,” ujarnya dengan ekspresi wajah penuh percaya diri.
Menurut De Indra, pihaknya tidak gentar menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan penasehat hukum Alberth Ouwpoly karena praperadilan Hakim tunggal akan menguji prosedur penetapan dan penahanan tersangka.
“Prinsipnya praperadilan itukan menyangkut masalah penetapan tersangka, masalah penahanan, apakah sudah sesuai prosedurnya, apakah sudah sesuai dua alat bukti cukup, kan gitu. Ya kita lihat aja nanti,” jelasnya.
“Praperadilan mau sampai berapa kali juga silahkan. Kami juga mau ajukan beberapa kali tersangka juga gak masalah kan,” lanjut De Indra.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/09/viral-alang-alang-ini-dikirim-dari-surabaya-ke-alor-ntt/
Tentang alat bukti, Kasie Intel menjelaskan, pihaknya sudah mengantongi alat bukti yang cukup sebelum penetapan tersangka Khairul Umam dan Alberth Ouwpoly.
Alat bukti tersebut dihitung menggandeng BPKP, IRDA dan tim Ahli Poltek Kupang dalam perhitungan kerugian keuangan negara di kasus korupsi DAK 2019.
 Alat bukti kerugian Negara tersebut diperoleh dari hasil perhitungan di sekolah-sekolah yang ditemukan mangkrak dan fiktif.
“Satu sekolah (kita uda) dapat hitungan kerugiannya, tinggal tambah-tambah (dari sekolah lain). Ini cuman penambahan dari kerugian keuangan negara aja. Kita uda punya semua ko. Kita gandeng BPKP, IRDA sama tim ahli dari Poltek (Kupang),” katanya.
De Indra juga membantah bahwa perhitungan kerugian keuangan Negara tidak wajib dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan (BPKP) Provinsi NTT, namun Jaksa bisa menghitungnya sendiri berdasarkan hasil penyidikan.
Ia katakan bahwa hal kewenangan Jaksa bisa menghitung kerugian keuangan Negara dari perbuatan tindak pidana korupsi para tersangka tersebut tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi atau MK.
“Kalau masalah, siapa yang berhak melakukan perhitungan kerugian keuangan negara ya baca aja dulu, putusan MK banyak. Baca di putusan MK aja. Kalau penasehat hukum harusnya sudah paham (bahwa perhitungan kerugian negara bisa juga dilakukan oleh Jaksa),” katanya sambil tersenyum.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/08/bupati-alor-respon-kasus-korupsi-dak-di-dinas-pendidikan/
Berarti tidak harus dari BPKP? De Indra menjawab:
“Sekarang saya tanya, kalau barang itu fiktif bolehkah Jaksa langsung nyatakan bahwa itu kerugian Negara total lost (kerugian total), boleh gak? Ya boleh. Kita bisa hitung karena barang itu fiktif ko. Perhitungan itu kecuali teknisnya susah, lah ini gampang semua ko. Yang masuk dalam (perhitungan) IRDA itu semua dari kita yang hitung. Baru kita ke sana (ke lokasi sekolah), cocok gak perhitungannya, ok cocok, (kita) tetapkan tersangka, gitu.”
De Indra juga membantah bahwa penyidikan murni kasus tindak pidana korupsi tidak harus ada bukti kerugian keuangan Negara berdasarkan audit BPK.
Ia kembali menegaskan bahwa Jaksa juga mempunyai wewenang menyimpulkan ada kerugian Negara, dan itu merupakan alat bukti yang sah menurut ketentuan hukum.
Penjelasan Kasie Intel ini membuka wawasan kita bahwa selama ini biasanya penyidikan kasus tindak pidana korupsi, penegak hukum seringkali gunakan hasil audit BPK atau IRDA sebagai dasar penetapan tersangka.
Sebab biasanya penyidikan kasus tindak pidana korupsi, alat bukti yang paling dominan digunakan penyidik sebagai dasar penetapan tersangka adalah hasil audit BKP.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/02/lulus-s1-untrib-ipk-cumlaude-noni-morib-ini-tentang-perjuangan/
Kecuali tangkap tangan maka penyidik (baik KPK, Kejaksaan dan Kepolisian) bisa menjadikan barang bukti dari hasil tangkap tangan menjadi alat bukti yang sah.
“Kemarin uang (Rp 7,5 juta dalam penggeledahan) itu apa? Jelas dia punya (keterkaitan), tapi kita belum ini (buka ke publik). Sabar karena kita masih susun,” ungkapnya.
Namun demikian, Jaksa tetap menghargai ekspektasi hukum dari pengacara maupun dari publik. Sebab itu pun merupakan hak setiap orang untuk memberikan opini hukum.
Kasie Intel De Indra memastikan pihaknya akan menghormati dan menindaklanjuti apapun keputusan hakim praperadilan nanti karena Jaksa merupakan pihak yang tergugat.
“Kita juga tetap menghargai dan mengedepankan asas praduga tak bersalah. Kalaupun bebas ya kita wajib memulihkan nanti. Nanti tuntutan baru kita nyatakan dia bersalah atau tidak. Kan nanti saksi-saksi dan dokumen yang akan bercerita di pengadilan. Kalau saksi tidak mau bercerita ya dokumen uda nyata. (Proyek) ada sekolah yang cuman rangkanya aja, mangkrak di mana-mana,” tambah Kasie Barang Bukti, Haris Risky.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/03/ansy-lema-marah-klhk-yang-berniat-turunkan-status-cagar-alam-mutis-di-ntt/
Kepala Kejaksaan Negeri Alor Samsul Arif sebelumnya membantah isu Alberth Ouwpoly dan Khairul Umam melakukan korupsi dana DAK senilai Rp 27 Miliar.
Ia menyebut dana Rp 27 Miliar itu merupakan keseluruhan dana DAK Tahun Anggaran 2019 yang ditransfer dari Kementrian Pendidikan.
Pihaknya hanya melakukan penyidikan pada sejumlah sekolah yang diduga mangkrak dan fiktif dengan total nilai kira-kira sebesar Rp 8 Miliar.
“Kita Kejari Alor dengan 7 kekuatan ini gak mungkin menangani 27 Miliar. Saya perintahkan kepada jaksa penyidik, ambil sekitar Rp 8 Miliar lebih kurang. Itu yang sedang kita tangani. Bukan 27 Miliar,” ucap Samsul, sambil tidak merinci besaran kerugian Negara secara pasti dari hasil Audit BPKP di korupsi DAK 2019.
“Jadi ada 8 Miliar yang kita tangani di sini. Apa hasilnya? Ini materi penyidikan, tak perlu saya sampaikan ke bapak ibu semua. Tapi kalau saya terbuka, semuanya amburadul. Bapak ibu sekalian bisa lihat sendiri sekolah-sekolah yang ada. Semuanya mangkrak. Fiktif. Diambil duitnya, tidak dikerjakan pekerjaannya. Nanti semuanya akan terungkap di persidangan, tak perlu saya sampaikan di sini,” lanjut Kajari Samsul.
Kajari juga membantah isu yang beredar di masyarakat bahwa jaksa penyidik diduga menerima suap. “Jaksa kita gak main-main. Kami tidak main-main. Kami juga dalam pengawasan. Kalau ada bukti laporkan kami,” tegasnya.
Kajari Samsul memastikan, penetapan tersangka Alberth Ouwpoly dan Khairul Umam ini sudah dilakukan sesuai prosedur hukum karena jaksa sudah mengantongi dua alat bukti.
“Mohon maaf saya gak bisa sampaikan (alat buktinya) di sini,” katanya.
Samsul meminta kedua tersangka kalau tidak menerima penetapan tersangka silahkan tempuh upaya hukum praperadilan di Pengadilan Negeri Kalabahi.
“Kami siap (hadapi praperadilan). Kami tidak main-main. Kami tidak ada diskriminasi, apalagi ada yang menyampaikan ini ada kaitannya dengan (Pilkada Alor) 2024, tidak ada sama sekali. (Proyek SMP Negeri) Kiralela mangkrak. Itu yang ada. 2024 bukan urusan kami,” tegasnya sambil juga membantah kasus DAK 2019 ada kaitan dengan Pilkada Alor di 2024.
Gugatan praperadilan di NTT pernah terjadi di beberapa daerah. Di Sabu Raijua, Bupati Marthen sempat lolos dari jeratan KPK saat gugatan praperadilannya dikabulkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada 18 Mei 2016.
Namun KPK kembali menetapkan Marthen Dira Tome sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) senilai Rp 77 Miliar pada T.A 2007. Ia pun akhirnya divonis 3 tahun oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya pada 31 Juli 2017.
Selain Bupati Sabu Raijua, Bupati Rote Ndao Leonard Haning juga pernah menang praperadilan melawan Kejaksaan Negeri Ba’a dalam perkara tindak pidana korupsi hibah tanah milik pemerintah daerah di Dusun Nee Desa Sanggoen Kecamatan Lobalain Kabupaten Rote Ndao T.A 2011.
Hakim tunggal Hiras Sitanggang, SH., MH yang memimpin sidang gugatan praperadilan mengabulkan seluruh gugatan pemohon Bupati Rote Ndao Leonard Haning. Leonard pun akhirnya dibebaskan dari statusnya sebagai tersangka korupsi pada November 2015.
Sejumlah pejabat daerah di NTT banyak mengajukan gugatan praperadilan, ada yang gugatannya dikabulkan namun tak sedikit pula di antaranya yang gugatannya ditolak Hakim.
Akan Umumkan Tersangka Lain
Kejaksaan Negeri Alor memastikan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi DAK 2019 senilai Rp 27 Miliar masih terus berjalan.
Sejumlah saksi sudah diperiksa intentif dan dipastikan pemeriksaan saksi-saksi disertai pengumpulan alat bukti masih akan terus berlanjut.
Jika semua sudah rampung maka kejaksaan akan mengumumkan siapa-siapa tersangka baru di kasus korupsi DAK 2019.
Kasie Intet De Indra dan Kasie Barang Bukti Haris Risky mengatakan, pihaknya akan segera mengumumkan tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi DAK 2019.
Penetapan tersangkanya pun akan diumumkan dalam beberapa pekan depan setelah mengantongi alat bukti yang cukup.
Menurut De Indra, penetapan tersangka baru nanti fokusnya kepada para pihak yang diduga melakukan perencanaan di Dinas Pendidikan, kemudian penyedia atau kontraktor dan Kepala Sekolah penerima DAK 2019 yang sekolahnya diduga mangkrak atau fiktif.
“Sementara pemeriksaan saksi masih dari Dinas. Dinas ini kan dia punya mekanisme ya, bagaimana perencanaannya, bagaimana penetapannya, dan bagaimana eksekusinya,” kata Jaksa De Indra.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/12/02/nama-nama-lulusan-terbaik-wisuda-untrib-2021/
“Kalau penyedia, ya tunggu saja. Kepala sekolah juga tunggu saja. Karena kan penyedia, kepala sekolah dan konsultan ini kan jadi satu paket. Mereka tidak bisa dipisahkan. Satu kegiatan harus ada penyedia, ada sekolah, terus ada konsultan. Dia satu paket semua,” sebut dia.
De Indra menerangkan, untuk sementara pihaknya masih mengumpulkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan para tersangka.
“Ini kita masih nunggu (rampungkan BAP para saksi dan alat bukti), ada yang sudah ada hasil auditnya, ada yang satu perkiraan, tapi untuk perhitungan kerugian negara ma semuanya sudah ada, sudah kita punya” ujarnya.
Jaksa juga akan memeriksa Tim Verifikasi Keuangan di Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (PKAD) yang menjabat pada tahun 2019.
Sebab seharusnya Tim Verifikasi menolak berkas usulan KPA Alberth Ouwpoly tentang pemindahan Dana DAK Rp 27 Miliar dari Rekening Bendaha Umum Daerah (BUD) ke Rekening Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan jika tidak sesuai Juknis DAK Swakelola yang ada.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/11/29/untrib-gelar-syukuran-dies-natalis-dan-wisuda-sarjana-periode-november-2021/
Karena menurut Jaksa, Juknis menghendaki bahwa dana itu harus ditransfer langsung dari Rekening BUD ke rekening sekolah penerima DAK 2019.
“Oh, kalau itu tergantung (ada potensi menjadi tersangka atau tidak). Kita belum melihat (belum periksa saksi dari Tim Verifikasi Keuangan). Saya takutnya ada permohonan dari PPK atau KPA bahwa ini harus dibayarkan. Ya mereka (BUD) gak boleh juga (bayar atau alihkan dana itu ke Rekening Dinas Pendidikan). Karena tanggungjawab kegiatan itu ada di PPK dan KPA, gitu,” jelasnya.
“Jadi kalau mereka (KPA dan PPK) sudah tanda tangan di situ ya gak berhak juga teman-teman verifikasi nanya-nanya. Kalau nanya-nanya, ada apa – ada apa, seolah-olah nanti tim verifikasi mau bermain,” lanjut De Indra.
“Selama dokumennya lengkap, ditanda tangani oleh KPA, ditanda tangani oleh PPK, ya sudah dibayarkan. Duit itukan cuman singgah aja. BUD itukan cuman persinggahan duit aja. DIPA-nya sudah ada di masing-masing OPD. Tanggung jawab mutlaknya itu ada di situ, di DIPA OPD Pendidikan,” pungkasnya.
Baca Juga: https://tribuanapos.net/2021/11/29/tiba-di-alor-ikut-wisuda-untrib-kepala-lldikti-xv-ntt-disambut-tarian-adat/
“Contoh, kitalah (di Kejaksaan Negeri Alor) ya, yang nyelewengkan anggaran, masa Jaksa Agung yang kita laporin? Ya to? Lagian dana itu sudah ditransfer ke masing-masing KLDI (Kementerian, Lembaga, Dinas, Instansi). Tanda tangan dalam DIPA penerimaan pun jelas dan pertanggungjawabannya (jelas dari KLDI yang bersangkutan),” kata De Indra.
“Tetap nanti kita dalami,” sambung De Indra sambil memastikan bahwa Tim Verifikasi Keuangan hanya akan diperiksa sebagai saksi saja, padahal diduga ada penyalahgunaan wewenang dalam peralihan transferan dana DAK Rp 27 Miliar dari BUD ke Rekening Dinas yang menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi di Dinas Pendidikan Alor.
Selain akan memeriksa para saksi dari PKAD, Kejaksaan juga akan mempelajari ketentuan Peraturan Bupati, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Menteri Dalam Negeri, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan Presiden sebagai dasar transferan dan pengelolaan DAK Swakelola T.A 2019.
“Nanti kita lihat semuanya. Ada konsederasi yang berketerkaitan di situ terkait kegiatan ini atau tidak. Nanti kita cek, kita dalami,” pungkas De Indra.
Mengenai siapa actor intelektual yang dipastikan menjadi tersangka dalam kasus DAK 2019 sesuai keterangan Kajari Alor Samsul Arif, Kasie Barang Bukti Haris Risky mengatakan:
“Aktor intelektualnya akan terungkap di persidangan. Itukan terungkap ketika penetapan tersangka (PPK) Pak Umam. Ketika uda ada tersangka lain mungkin itu aktor intelektualnya kan kita belum tahu juga tapi kan nanti fakta persidangan yang kita munculkan dalam surat dakwaan. Jadi biarkan stigma itu berkembang di masyarakat tapi kita tetap bekerja,” ujar Risky sambil memastikan untuk penetapan tersangka baru akan diumumkan setelah ada putusan praperadilan Alberth Ouwpoly. (*dm).