Walk Out Sidang BK, Dony Mooy: DPRD Punya Hak Imunitas

Ketua Komisi I DPRD Alor, Dony M. Mooy.
Ketua Komisi I DPRD Alor, Dony M. Mooy.

Kalabahi –

Ketua Komisi I DPRD Alor Dony M. Mooy, S.Pd, geram dirinya diperiksa Badan Kehormatan (BK) terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilaporkan Ketua DPRD Alor Enny Anggrek. Dony menyebut, selaku Anggota DPRD dia mempunyai hak imunitas yang dilindungi Undang-undang. Itu sebabnya laporan Ketua DPRD ke BK dianggap keliru.

Hak imunitas tersebut kata Dony, bisa dipakai untuk berbicara menyangkut apapun persoalan masyarakat selagi itu dalam koridor atau berkaitan dengan bidang tugasnya.

“Anggota DPRD itu punya hak imunitas. Hak imunitas itu berlaku dalam ruang rapat maupun di luar ruang rapat. Di luar ruang rapat yang berkaitan dengan bidang tugas. Hak imunitas tetap melekat di kita. Jadi saya mau cuci maki lu anjing babi juga tidak akan ada persoalan,” kata Dony usai walk out dari ruang BK saat dirinya diperiksa Ketua dan Anggota BK, Senin (4/5) di gedung DPRD, Batunirwala.

Dony mengatakan, hak imunitas Anggota DPRD diatur dalam ketentuan UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 17/2014 tentang MD3, PP No. 12/2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, dan Tata Tertib DPRD Alor No. 2 Tahun 2019.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/05/04/sidang-kode-etik-anggota-dprd-alor-ricuh/

Hak Imunitas tersebut bisa ia gunakan mengontrol dan mengawasi kinerja pemerintahan dan/atau penyelenggara negara yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan Undang-undang.

“Lu periksa saya dasar? Polisi juga tidak bisa periksa saya. Saya omong di bidang tugas kerja (saya) ko lu mau omong apa? Kecuali benturan fisik ya tangkap, penjara,” jelasnya.

“(Di dalam ruang sidang, Anggota DPRD) Mau cuci maki lu anjing babi juga tidak akan ada persoalan. Di luar sidang juga begitu, kalau berkaitan dengan bidang tugas,” lanjut bekas Ketua KNPI Alor.

Dony kemudian mencontohkan hak imunitas Anggota DPRD yang dipergunakan di luar sidang dalam kasus pengawasan pekerjaan infrastruktur jalan. Ia mengatakan, Anggota DPRD bisa merekomendasikan membongkar proyek jalan bila yang dikerjakan pemerintah tidak sesuai spesifikasi nilai kontrak yang ada.

“(Contoh) saya turun pengawasan lihat proyek jalan, he lu bongkar ini jalan (yang tidak sesuai), ya bongkar. Bongkar ya tidak ada yang mau tangkap Anggota DPRD. Begitu kerja kita di DPRD. Kita gunakan kekuasaan untuk rakyat,” pungkasnya.

Apakah hak imunitas itu Anggota DPRD bisa gunakan untuk menyebut Pimpinan DPRD bodoh? Dony mengatakan: “Oh, terserah, selagi itu masih berkaitan dengan bidang tugasnya,” katanya dalam konteks memberi contoh. “Tugas DPRD ya begitu. Mau pusing buat apa?” tambah politisi PSI itu sembari protes keras dirinya diperiksa BK hari ini.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/04/06/ketua-komisi-i-ketua-dpdr-alor-jemput-hamid-itu-perbuatan-salah/

Dony menambahkan ia walk out dari ruang sidang BK karena sidang tersebut dianggapnya tidak sesuai prosedur dan tata cara beracara yang belaku di DPRD. Dony menyebut sidangnya itu tanpa persetujuan dua pimpinan DPRD yaitu Drs. Yulius Mantaon dan Sulaiman Sings.

Sementara Ketua Fraksi NasDem Deni Padang mengatakan, pemeriksaan Ketua Komisi I Dony Mooy dinilai ada sejumlah prosedur tata beracara yang diduga dilanggar oleh BK.

Deni menjelaskan, setiap laporan pengaduan ke BK, prosedur pengaduannya harus ditujukan kepada pimpinan DPRD. Selanjutnya pimpinan DPRD akan menggelar rapat dan membahas laporan pengaduan yang masuk, apakah layak disidangkan atau tidak.

Dalam pembahasan tersebut, tiga pimpinan DPRD kemudian melibatkan staf ahli bidang Hukum Sekwan untuk memverifikasi dokumen laporan dari pengadu dengan melihat bobot laporan serta alat bukti yang yang diadukan.

Kalau misalnya bobot laporan tersebut tidak memenuhi unsur pelanggaran kode etik maka laporan dikembalikan kepada pihak pengadu. Namun bila hasil verifikasi laporan tersebut memenuhi unsur pelanggaran kode etik maka pimpinan DPRD mendisposisi kepada BK untuk menggelar sidang kode etik.

“Pengaduan itu melalui Pimpinan DPRD. Bukan langsung ke Badang Kehormatan begitu. Salah itu. Setiap laporan yang masuk, pimpinan DPRD menggelar rapat untuk membahas, kemudian nanti libatkan Sekwan, memverifikasi dokumen laporan pengadu. Kalau tidak layak ya dikembalikan, kalau layak ya disidangkan. Prosedurnya begitu. Bukan main langsung-langsung saja ke BK,” kata Deni kesal.

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/04/27/ketua-dprd-alor-laporkan-ketua-komisi-i-di-badan-kehormatan/

Deni meminta BK independen dan obyektif dalam pemanggilan dan pemeriksaan 6 Anggota DPRD yang diadukan Ketua DPRD Alor ke BK.

Ketua Komisi I Reiner Atabuy, Sekretaris Fraksi Golkar Max Lelang, Anggota DPRD Ernes Mokoni dan Anggota DPRD Felixon Hama juga menyesalkan laporan Ketua DPRD terhadap Ketua Komisi I Dony Mooy dan 5 Anggota Banggar ke BK. Mereka menilai Dony tidak bersalah dalam pernyataannya bahwa Ketua DPRD jemput Hamid Haan itu salah.

“Pak Dony kan gunakan hak imunitasnya. Itu tidak masalah. Kita politisi ya kita anggap itu biasa lah dalam dinamika. Tidak harus diperiksa ke BK,” ujar Reiner Atabuy diamini rekan-rekannya.

Sidang kode etik Anggota DPRD Alor Dony M. Mooy berakhir ricuh. Kericuan terjadi karena Dony walk out dari ruang BK. Ia anggap sidang tersebut dilakukan tanpa melalui prosedur tata beracara yang berlaku di DPRD.

Ketua BK Sony Magangsau yang dikonfirmasi wartawan usai kericuan, belum ingin berkomentar. Ditanya kapan Ketua DPRD Enny Anggrek diperiksa BK terkait dugaan pelanggaran kode etik dalam kasus penjemputan Hamid Haan yang dilaporkan GMKI Kalabahi, Sony pun bungkam.

“Belum, belum. Ini masih internal. Nanti kami sampaikan hasilnya ya,” ucapnya.

Sementara Anggota BK Hans Tonu Lema juga memilih tidak ingin berkomentar.

“Masih internal ya,” katanya.

“Kapan Ketua DPRD Alor diperiksa BK, pak?” tanya wartawan.

“Belum, belum, masih internal. Nanti ya,” ujar Hans sambil bergegas cepat-cepat masuk ke ruang Ketua DPRD Alor.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Komisi I DPRD Alor Dony M. Mooy, S.Pd mengkritik kehadiran Ketua DPRD Enny Anggrek dalam penjemputan eks LIDA 2020 Hamid Haan di Bandara Mali, Sabtu (4/4) pagi. Ribuan masa membludak dalam suasana penjemputan itu.

Dony menilai, kehadiran Enny Anggrek selaku pejabat publik merupakan perbuatan sangat salah di saat negara sedang mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah rantai penularan virus corona (covid-19).

Baca Juga: https://tribuanapos.net/2020/04/25/gegara-ruangan-rapat-ketua-dprd-alor-adukan-anggota-banggar-ke-badan-kehormatan/

“Selaku Ketua Komisi I, saya menyayangkan dan sangat menyesali peristiwa ini terjadi. Tapi yang pasti bahwa ini perbuatan sangat salah. Sangat salah itu,” kata Dony saat dicegat wartawan di kediamannya, Batutenata, Senin (6/4).

Kritik tersebut membuat Ketua DPRD Enny Anggrek geram. Ia lalu melaporkan Ketua Komisi I DPRD Dony M. Mooy, S.Pd kepada Badan Kehormatan (BK) untuk diperiksa dan dijatuhi sanksi etik. Dony dianggap memfitnah kehormatan Ketua DPRD sesuai pernyataannya terkait Ketua DPRD menjemput Hamid Haan tanggal 4 April 2020.

Laporan Enny ke Ketua BK dilayangkan melalui surat Nomor: 195/300/170/2020 perihal pengaduan, tanggal 21 April 2020.

Isi pengaduannya Enny menyoalkan style Dony yang mengenakan anting dan bertato pada leher sesuai fotonya pada pemberitaan media ini tanggal 6 April 2020 dengan judul, Ketua Komisi I: Ketua DPRD Alor Jemput Hamid itu Perbuatan Salah. Enny menilai perilaku Ketua PSI Alor tersebut tidak mencerminkan Anggota DPRD yang terhormat.

Ketua DPRD juga menilai pernyataan Dony telah melecehkan dan memfitnah kehormatan Ketua DPRD Alor sebagai pejabat publik. Tindakan Dony dinilai bertentangan dengan tugas Komisi I pasal 53 khususnya poin e. Poin itu mengatakan, Komisi seharusnya membantu pimpinan DPRD dalam penyelesaian masalah yang disampaikan Bupati dan/atau masyarakat kepada DPRD untuk diselesaikan.

“Bukan membuat masalah dengan pimpinan DPRD Kabupaten Alor dengan memberikan keterangan yang tidak benar (bukti media online Tribuanapos terlampir 3 lembar) yang kata-kata memprovokasi di media online maupun pemfitnahan yang tidak mendasar dari halaman 1 hingga halaman 3 tanpa bukti-bukti,” kata Enny dalam surat pengaduannya.

Ketua DPRD pun menilai perbuatan Dony berpotensi melanggar ketentuan UU ITE pasal 27 ayat (3) dengan ancaman kurungan maksimal 6 tahun. Perbuatan Dony juga disebut terancam pasal 371 KUHP tentang pemfitnahan terhadap pejabat publik dengan ancaman hukuman pidana 4 tahun bui.

Video sidang Kode Etik Anggota DPRD Ricuh: https://youtu.be/AcMw9wWg5uQ

(*dm).