Enny Anggrek merespon keputusan Badan Kehormatan atau BK yang memberhentikan dirinya dari jabatan Ketua DPRD Alor pada rapat paripurna, Selasa 29 November 2020 di kantor DPRD. Enny menegaskan putusan BK tersebut tidak mendasar dan illegal karena menggunakan dasar aturan Tata Tertib palsu.
“Keputusan Badan Kehormatan ilegal dan palsu karena pengaduan yang diberikan Wakil Ketua I (Drs. Yulius Mantaon) dan kawan-kawan pada tanggal 26 Oktober 2022 mempergunakan Tatib palsu No. 3 Tahun 2019 Pasal 4, 6, 8 tentang Kode Etik,” kata Enny, Selasa (29/11) di Kalabahi.
Menurut Ketua DPC PDIP Alor itu bahwa, Tatib yang benar dan sah berlaku di DPRD adalah Tatib No. 2 Tahun 2019 tentang Kode Etik.
Tatib tersebut pada pasal 132 dijelaskan BK seharusnya memanggil dan memeriksa terlapor/teradu sebelum memberikan putusannya.
Enny Anggrek kesal karena BK belum memanggil dirinya untuk didengarkan klarifikasinya namun sudah memutuskan dan membuat Berita Acara pada tanggal 28 Oktober 2022.
Berita Acara itu BK memutuskan sementara atau putusan sela bahwa Enny Anggrek selaku Ketua DPRD Alor tidak diperbolehkan memimpin sidang maupun rapat-rapat alat kelengkapan di DPRD.
“(Putusan sela) ini membuktikan terindikasi persekongkolan dalam pembahasan APBD tahun anggaran 2023,” ujarnya.
Enny Anggrek juga menuding bahwa jadwal kerja DPRD perubahan adalah jadwal palsu yang dibuat karena rapat paripurna internal yang dirubah tidak sesuai dengan Tatib DPRD No. 2 Tahun 2019 Pasal 51 Point 2 dan Pasal 99 Point 3.
“Perubahan jadwal pada rapat paripurna bukan paripurna internal yang ditanda tangani Wakil Ketua I (Yulius Mantaon) pada tanggal 11 Oktober 2022. Begitu juga perubahan jadwal kedua sama palsu yang ditanda tangani Wakil II DPRD Kabupaten Alor (Sulaiman Singh) dalam pembahasan APBD Tahun Anggaran 2023,” ujarnya.
Enny menerangkan, perubahan jadwal secara mendadak tersebut bertentangan dengan Tatib DPRD No. 2 Tahun 2019.
“Keputusan BK cacat hukum karena mempergunakan Tatib palsu dan jadwal palsu. Di samping itu tidak ada yang melaporkan Bupati Alor hanya pernyataan apalagi Wakil Ketua punya keterangan bilang pernyataan pribadi lalu dasar apa [saya] diproses,” katanya.
Ia juga mengatakan bahwa penyampaiannya terkait pekerjaan proyek Pasar Kadelang dan proyek gedung DPRD ke Wakil Ketua KPK itu merupakan hak imunitasnya sebagai Anggota DPRD sesuai yang diatur dalam UU MD3. Itu sebabnya ia heran mengapa BK memproses dan memutuskan ia bersalah melanggar Kode Etik dan memberhentikannya dari jabatan Ketua DPRD.
“RDP umum penyampaian pendapat itu hak imunitas sebagai Anggota DPRD dalam fungsi pengawasan. Kenapa takut? Artinya ada indikasi korupsi sehingga saya menyampaikan pendapat saya untuk KPK RI hadir di Alor kok pada takut dengan menghalalkan dokumen maupun jadwal palsu?” kata Enny sambil bertanya.
Selain itu menurutnya, perubahan jadwal tersebut juga dianggap melanggar ketentuan Permendagri No. 84 Tahun 2022 yang menganjurkan bahwa jadwal pembahasan RAPBD tahun anggaran 2023 dilakukan selama rentan waktu 6 bulan terhitung sejak 31 Juli 2022 hingga 31 Desember 2022.
“Di Alor hanya 16 hari sejak 8 November 2022 sampai dengan tanggal 29 November 2022. Aneh kan. Ini terindikasi persekongkolan tanpa mengkaji, membahas dan meneliti secara cermat dan benar terhadap dokumen RAPBD TA 2023,” katanya.
Enny Anggrek membantah pernyataannya terkait dua pekerjaan proyek; Pasar Kadelang dan Gedung DPRD yang disampaikan dalam rapat koordinasi pemberantasan korupsi terintegrasi bersama Wakil Ketua KPK Alexander Marwata itu tidak ada unsur pelanggaran kode etik. Sebab pernyataannya tersebut sudah sesuai dengan materi yang disampaikan Wakil Ketua KPK.
Enny pun kesal mengapa dalam pemeriksaan kasusnya itu BK tidak memanggil dan memeriksa Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebagai pihak penyelenggara acara rakor pemberantasan korupsi terintegrasi di Kupang.
“Ini kegiatan KPK RI jadi KPK RI harus dipanggil jadi saksi, bukan Wabup dan Sekda yang hadir saja. RDP dengan KPK RI bukan melanggar Kode Etik tapi itu pendapat yang disampaikan sesuai materi yang disampaikan dengan benar dan fakta yang terjadi. Apanya yang salah dan melanggar Kode Etik?” kesal Enny.
“Lalu Ketua Badan Kehormatan, Ketua Komisi 1, 2, 3 membuat dokumen palsu SPPD ke Jakarta PP yang dilaporkan masyarakat didiamkan, maupun Wakil Ketua 1 dan 2 dalam Kunker dalam daerah memalsukan klasifikasi A untuk SPPD yang ditemukan IRDA Provinsi NTT senilai Rp.20.798.000,-. Didiamkan? Dan Badan Kehormatan buta mata dan buta huruf? Mau jadi apa lembaga dewan ini. Belum lagi Reses palsu dan lain-lain,” lanjut Enny Anggrek sambil kesal pada keputusan BK yang memberhentikan dia dari jabatan Ketua DPRD Alor.
Diberitakan, Ketua Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Alor Marthen Luther Blegur resmi memberhentikan Enny Anggrek dari jabatannya sebagai Ketua DPRD Alor. Pembacaan keputusan BK Nomor: 1/BK/DPRD/2022 itu disampaikan dalam rapat Paripurna DPRD yang dipimpin dua Wakil Ketua DPRD: Sulaiman Singh dan Yulius Mantaon.
Paripurna pembacaan putusan BK ini sempat berjalan alot, karena Fraksi PDIP menolak keras memasukan agenda pembacaan putusan BK.
Anggota Fraksi PDIP Zabdi Magangsau meminta pimpinan DPRD mempertimbangkan kembali pembacaan putusan BK karena dianggap tidak substantif dan menyalahi prosedur. Namun paripurna tetap memutuskan dilanjutkan. Fraksi PDIP pun walkout dari ruang siang.
Turut hadir dalam rapat itu, Bupati Alor Drs. Amon Djobo, M.AP dan seluruh jajaran pimpinan OPD lingkup Pemkab Alor.
Tonton Enny Anggrek dihadang Sat Pol PP saat hendak masuk ruang rapat paripurna memprotes keputusan BK pemberhentian dirinya dari jabatan Ketua DPRD Alor: